Subuh Berdarah di Bojonegoro: Bacok 2 Jemaah saat Salat, Kakek Ini Dihukum Mati

kumparan.com
4 jam lalu
Cover Berita

Azan subuh baru saja berkumandang. Jam masih menunjukkan pukul 04.10 WIB pagi. Namun, Subuh yang seharusnya khusyuk itu berubah menjadi tragedi berdarah.

Pagi itu (29/4), Sujito (66) berangkat menuju musala Al Manar, Desa Kedungadem, Bojonegoro, bukan hanya untuk salat subuh berjemaah. Dalam sajadah yang dibawanya, terselip sebuah golok. Dia berencana membunuh dua orang tetangganya.

Sesampainya di musala, Sujito melihat dua orang targetnya yakni Abdul Azis (63) dan Cipto Rahayu (60).

"Terdakwa sudah melihat korban Abdul Azis yang berada di ujung kiri jemaah dan korban H. Cipto Rahayu berada di sebelah ujung kanan dari jemaah salat subuh tersebut," dikutip dari situs PN Bojonegoro, Selasa (30/12).

Dia kemudian mengeluarkan golok yang dibawanya tersebut lalu menyerang Abdul Azis ke arah bagian kepala. Setelah Abdul Azis tersungkur, dia kemudian menyerang Cipto Rahayu, juga ke arah kepala.

Melihat Abdul Azis yang masih hidup, Sujito kembali menyerangnya. Setelahnya, dia balik ke arah Cipto Rahayu untuk menyerangnya dengan golok.

Selain itu, dia juga menyerang Arik Wijayanti yang tengah menolong Abdul Azis. Arik adalah istri dari Abdul Azis.

Atas perbuatan tersebut, Abdul Azis meninggal dunia di tempat. Sementara Cipto Rahayu sempat dirawat meski kemudian meninggal dunia pada 5 Mei 2025. Sedangkan Arik terluka di bagian kepala dan lengan.

Sujito kemudian diproses secara hukum. Jaksa menuntutnya dengan penjara seumur hidup.

Pada (11/12), putusan terhadap Sujito dijatuhkan. Hakim PN Bojonegoro menghukum Sujito dengan pidana hukuman mati.

"Menyatakan Terdakwa Sujito Bin (Alm) Slamet tersebut di atas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana 'pembunuhan berencana dan penganiayaan mengakibatkan luka berat' sebagaimana dakwaan kumulatif kesatu primer dan kumulatif kedua Penuntut Umum," bunyi putusan Hakim.

"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," bunyi amar putusan yang dibacakan Hakim.

Majelis Hakim perkara ini dipimpin oleh Hakim Wisnu Widiastuti, dengan didampingi Hakim Anggota Hario Purwo Hantoro dan Achmad Fachrurrozi.

Dari Sakit Hati hingga Sangkaan Mafia Tanah

Dikutip dari dakwaan, ada dua permasalahan utama yang melandasi perbuatan Sujito, yakni dana bantuan anak yatim serta masalah tanah.

Pada November 2024, Sujito didatangi oleh perangkat desa yang menjelaskan soal adanya program bantuan anak yatim. Sujito memang menanggung dua cucu yang ayahnya sudah meninggal.

Begitu tahu ada program tersebut, Sujito kemudian mempersiapkan persyaratannya. Beberapa hari kemudian, dia menanyakan progres program tersebut kepada Abdul Azis yang merupakan Ketua RW.

Kala itu, Abdul Azis disebut tidak merespons pertanyaan Sujito. Bahkan Arik Wijayanti disebut memarahi Sujito sambil berucap ‘uang e negoro ae kok bingung’. Hal tersebut membuat Sujito sakit hati.

Masalah lainnya adalah persoalan tanah Sujito dengan Cipto Rahayu. Keduanya memiliki tanah yang bersebelahan.

Sujito mempertanyakan adanya pembangunan jalan di atas tanahnya. Pada saat ada usulan tambahan jalan di lokasi tersebut, Sujito menyampaikan kepada Cipto untuk masing-masing memberikan satu meter tanah untuk keperluan tersebut. Namun, Cipto disebut tidak menjawabnya.

Namun kemudian jalan yang dimaksud sudah terbangun dengan mengambil tanah Sujito. Karena merasa tidak pernah memberikan hibah, Sujito menanyakannya kepada Cipto Rahayu. Namun tidak ada kejelasan yang diberikan.

Kedua persoalan tersebut yang membuat Sujito kemudian membunuh Abdul Azis dan Cipto Rahayu serta melukai Arik Wijayanti.

Pada Selasa (29/4) dini hari, Sujito menonton berita mengenai mafia tanah di TV. Sujito kemudian merasa bahwa dia mempunyai masalah yang sama terkait dengan tanah dengan Cipto Rahayu.

Setelahnya, dia kemudian tidur dan terbangun pada pukul 04.00 WIB lalu bersiap untuk salat subuh di Musala Al-Manar. Pada saat bersiap, dia melihat sebilah golok yang sempat dipakainya memotong ranting pohon sehari sebelumnya.

Pemberitaan di TV mengenai mafia tanah kemudian terlintas kembali di benaknya. Dia pun teringat soal masalah dana anak yatim dengan Abdul Azis.

Sujito pun teringat bahwa Abdul Azis dan Cipto Rahayu juga merupakan jemaah salat subuh di Musala Al-Manar.

“Munculah niat terdakwa untuk menghilangkan nyawa korban Abdul Azis dan korban H. Cipto Rahayu yang mana terdakwa sudah mengetahui pasti yang bersangkutan akan melaksanakan salat subuh berjemaah dengan terdakwa,” bunyi dakwaan.

“Kemudian guna melancarkan perbuatan terdakwa terdakwa menyimpan 1 bilah golok tersebut ke dalam 1 buah sajadah yang terdakwa bawa dari rumah kemudian terdakwa segera menuju ke Mushola Al-Manar Desa Kedungadem Kecamatan Kedungadem,” sambung dakwaan.

Hingga kemudian terjadi insiden berdarah di Musala Al-Manar pada subuh itu.

Pembelaan Sujito

Dalam keterangannya di persidangan, Sujito mengakui menonton TV yang berisi berita soal mafia tanah pada malam sebelum kejadian. Ketika bangun pada subuh, dia kemudian teringat berita tersebut dan kesamaan masalah yang dialaminya.

Namun, kala itu dia mengaku kepalanya pusing lalu tak ingat apa-apa lagi. Dia pun kemudian berangkat ke musala dengan membawa golok di dalam gulungan sajadah.

Meski membawa golok, Sujito mengaku tak ingat apakah mempunyai niat untuk menganiaya atau membunuh.

Menurut Sujito, tujuannya membawa golok itu adalah untuk memberikan pelajaran. Bukan untuk membunuh.

Dia mengaku memukul Abdul Azis dan Cipto Rahayu masing-masing dua kali serta Arik Wijayanti sebanyak sekali dengan golok.

“Bahwa ketika kejadian, Terdakwa tidak ingat alasan memukul para korban di bagian kepala yang merupakan organ vital, Terdakwa merasa gelap mata dan pikiran Terdakwa tidak jernih pada saat itu,” pengakuan Sujito sebagaimana tertuang di salinan putusan.

Masih dalam pengakuannya, Sujito menyesali perbuatannya tersebut.

Pertimbangan Hakim

Dalam pertimbangannya, Hakim menilai perbuatan Sujito termasuk sangat keji dan kejam. Bahkan direncanakan terlebih dahulu.

Oleh karena itu, Hakim menilai tidak masuk akal dengan pengakuan Sujito hanya ingin memberikan pelajaran.

Mengenai persoalan dana anak yatim, Hakim menyebut bahwa berdasarkan keterangan saksi yang dihadirkan, satu cucu Sujito sudah menerima bantuan Rp 1 juta pada 2024 dan kemudian dibelikan peralatan sekolah. Sementara pada tahun 2025, baru kedua cucu Sujito mendapat bantuan Rp 3 juta dan sudah diterima.

Sedangkan mengenai soal jalan yang berada di tanah Sujito, ada saksi yang menerangkan bahwa jalan tersebut sudah ada sejak dulu dengan fasilitas umum. Dikenal dengan sebutan ‘jalan keluarga’.

“Berdasarkan uraian di atas maka perbuatan
Terdakwa menghilangkan nyawa kedua korban (Alm. Abdul Azis dan Alm. Cipto Rahayu) dengan alasan tidak mendapat bantuan anak yatim bagi cucunya dan merasa menjadi korban 'mafia tanah' adalah kekejaman yang didasari prasangka Terdakwa sendiri terhadap kedua korban,” bunyi pertimbangan Hakim.

“Majelis memandang bahwa perbuatan Terdakwa tersebut sangatlah kejam dan tanpa rasa takut bahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT karena dilakukan di Masjid yang merupakan rumah ibadah/tempat suci dan dilakukan pada kedua korban yang sedang melakukan salat subuh, hal mana telah dirancang dengan saksama oleh Terdakwa dengan cara menyimpan parang/golok di bebatuan arah masjid dan kemudian dibawa Terdakwa dengan cara dibungkus sajadah,” masih dalam pertimbangan tersebut.

Hakim pun menyinggung soal argumen pengacara yang meminta hukuman ringan karena Sujito berterus terang mengakui perbuatan. Menurut Hakim, hal tersebut tidak relevan. Sebab, terdakwa dalam persidangan, sering menjawab “lupa”, “tidak tahu” dan “terjadi
 secara refleks atau spontan” dalam memberikan keterangan di persidangan dan berbelit-belit dalam menjawab pertanyaan.

Hakim menilai pembelaan pengacara yang menyatakan bahwa Terdakwa telah menyatakan menyesal dan khilaf tidak terlihat dalam kata-kata, sikap dan perilakunya sepanjang persidangan.

“Majelis Hakim tidak menemukan hal-hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana, baik sebagai alasan pembenar dan atau alasan pemaaf, maka Terdakwa harus 
mempertanggungjawabkan perbuatannya,” kata Hakim.

Keadaan yang memberatkan:

Atas pertimbangan tersebut, Hakim menjatuhkan pidana mati kepada Sujito. Saat ini, Sujito sedang mengajukan banding. Dia belum berkomentar soal putusan hukuman mati PN Bojonegoro.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Kades yang Rangkap Jabatan PPPK di Ogan Ilir Diminta Pilih Salah Satu
• 6 jam lalukumparan.com
thumb
Puting Beliung Rusak 30 Rumah di Bogor, 2 Tertimpa Sayap Pesawat
• 16 jam lalumetrotvnews.com
thumb
OJK dan BEI Kaji Demutualisasi, Cegah Konflik Kepentingan
• 4 jam lalubisnis.com
thumb
Polisi Bakal Panggil Insanul Fahmi Usai Inara Rusli Cabut Laporan
• 23 jam laludetik.com
thumb
Gibran Kunjungi IKN, Tinjau Progres Pembangunan Istana Wapres dan Masjid Negara
• 2 jam laluidxchannel.com
Berhasil disimpan.