Bisnis.com, JAKARTA – Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah merancang penyesuaian free float untuk calon emiten tercatat di Bursa. Sejumlah risiko tengah menjadi pertimbangan BEI agar kebijakan ini tidak memberikan sentimen negatif bagi pasar.
Direktur Utama BEI Iman Rachman, menilai salah satu yang menjadi pertimbangan BEI adalah kebijakan free float di sejumlah negara lain atau benchmarking. Pasalnya, Iman menilai ketentuan anyar ini akan mempengaruhi minat calon emiten tercatat untuk melantai di Bursa Efek Indonesia.
"Yang paling penting juga adalah bahwa kamu melihat benchmarking. Ini paling penting. Kami perlu benchmarking yang pas karena kalau kami tidak benchmarking, yang ada perusahaan-perusahaan kita bukan listing di Bursa Efek Indonesia, tapi listing di bursa efek lain," katanya kepada wartawan di BEI, Selasa (30/12/2025).
Sebagai perbandingan, Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini menetapkan batas minimum free float sebesar 7,5%, lebih rendah dibandingkan sejumlah bursa global. London Stock Exchange, Filipina, dan Singapore Exchange (SGX) menetapkan batas minimal 10%, sementara Bursa Malaysia, Jepang, dan Hong Kong mencapai 25%.
Selain upaya benchmarking, BEI dan OJK juga bakal meminta tanggapan pasar terhadap rencana ini. Beberapa pelaku pasar seperti sekuritas, investor, hingga calon emiten tercatat bakal dimintai pendapat terhadap rencana ini.
Hingga saat ini, BEI tengah melakukan finalisasi terhadap rencana ini. Iman menerangkan, regulator menargetkan rencana ini dapat dijalankan pada 2026.
Baca Juga
- OJK dan BEI Kaji Demutualisasi, Cegah Konflik Kepentingan
- BEI Catat 70 Emiten Terancam Delisting per Akhir 2025, Ada WSKT, INAF hingga WIKA
- KSEI Akan Siapkan Data ke BEI Tanggapi Perubahan Metodologi MSCI
“Jadi setelah ini kami lalui, segera mungkin di 2026 kami bisa launching mengenai free float karena bersamaan juga teman-teman Bursa sedang menyiapkan aturannya,” katanya.
Senada, Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Eddy Manindo Harahap menegaskan bahwa peningkatan free float yang lebih besar akan diterapkan oleh OJK ke depannya.
Meskipun begitu, sejumlah pertimbangan tengah menjadi perhatian serius OJK. Salah satunya untuk memastikan daya serap pasar dan minat korporasi Tanah Air untuk go public.
“Jadi memang harus ada balance antara kami mendorong supaya pasar lebih dalam, tapi juga kemampuan market untuk menyerap. Tapi arah kebijakannya jelas bahwa kami akan meningkatkan free float dan kami harapkan paling tidak di awal 2026 sudah ada hasilnya,” katanya dalam acara yang sama, Selasa (30/12/2025).
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap ketentuan free float saham bakal dinaikkan secara bertahap hingga mencapai 25%. Dalam waktu dekat, aturan minimum free float saham yang saat ini sebesar 7,5% akan dinaikkan menjadi 10%.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan pengaturan free float itu menjadi salah satu fokus regulator pasar modal pada 2026.
"Pendalaman pasar perlu kami tingkatkan. Perhatian kami pertama adalah peningkatan free float dan ini menjadi kajian kami yang sangat serius. Dan mudah-mudahan bisa kami terapkan dalam waktu dekat," ujarnya dalam forum Workshop Bursa Efek Indonesia di Bali, Sabtu (15/11/2025).




