"Ini adalah generasi baru Golkar. Ini generasi baru Golkar. Ini generasi baru Partai Golkar." Pernyataan ini disampaikan secara jelas dan tegas oleh Ketua Umum DPP Partai Golkar Bahlil Lahadalia dalam kegiatan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) I Partai Golongan Karya Tahun 2025 beberapa waktu silam.
'Generasi baru Partai Golkar' dinyatakan oleh Bahlil secara berulang untuk memberikan penegasan dan penekanan akan betapa pentingnya keberadaan generasi baru ini dalam tubuh Golkar. Bahlil memberikan konteks kepemimpinan politik pada generasi baru ini: bahwa setiap pemimpin ada masanya, dan setiap masa ada pemimpinnya. Dan saat ini, generasi baru mengisi posisi-posisi penting kepemimpinan partai politik di negeri ini, termasuk Golkar.
Bagaimana memahami generasi baru Golkar ini dan sejauh mana signifikansi bagi pembangunan Partai Golkar ke depannya? Menjawab dua pertanyaan ini, saya akan
mengawali dengan menganalisis kondisi objektif kepemimpinan Golkar saat ini, dan kemudian menguraikan implikasi generasi baru terhadap pembangunan Golkar.
Kondisi Objektif Kepemimpinan Golkar
Terpilihnya Bahlil Lahadalia secara aklamasi sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar dalam Musyawarah Nasional (Munas) XI Partai Golkar pada 2024 silam menjadi penanda peralihan generasi (shifting generation), dari generasi lama yang cenderung berhati-hati dalam mempertahankan status quo ke generasi baru yang lebih progresif dan inklusif terhadap perubahan.
Bahlil merupakan representasi utama dari generasi baru tersebut, yang memimpin Golkar untuk periode 2024-2029. Bahlil tergolong generasi baru Golkar karena tiga kondisi objektif. Pertama, Bahlil memulai karir politiknya dari titik nol, bahkan titik minus kehidupan. Segala pekerjaan seperti pedagang kue dan supir angkot pernah dijalani demi bertahan hidup. Orang tuanya bukanlah keluarga politik terpandang di negeri ini. Karenanya, karir politiknya tidak diwariskan, melainkan diperjuangkan.
Kondisi Bahlil yang demikian ini berbanding terbalik dengan kebanyakan pemimpin politik negeri ini yang karir politiknya ditopang oleh 'warisan politik' keluarga. Tak berlebihan jika menyatakan bahwa Bahlil bukan sekadar penanda generasi baru Golkar, melainkan juga simbol generasi baru pemimpin politik negeri ini.
Kedua, Bahlil merupakan seorang aktivis ketika mahasiswa. Dunia aktivisme membentuk karakter kepemimpinannya, yang memaksanya untuk terus berproses dan merajut jejaring. Sebagaimana aktivis yang berproses secara tekun dan sungguh-sungguh, ia mampu duduk dengan para pemimpin negeri ini sementara hati dan pikirannya berada di tengah-tengah perjuangan rakyat. Ada nilai keberpihakan pada rakyat yang diyakini, yang ia peroleh dari pergulatan aktivismenya. Proses dari bawah -bukan 'ditunjuk' keluarga dari atas- yang dijalaninya tersebut menghantarkannya secara perlahan menaiki tangga karir politik.
Ketiga, masa-masa pematangan karakter kepemimpinan Bahlil adalah masa-masa transisi politik yang menentukan arah bangsa, yaitu reformasi. Ketika reformasi terjadi, Bahlil adalah mahasiswa yang berada dalam barisan-barisan demonstransi. Diskursus transisi kepemimpinan, politik progresif dan sistem politik inklusif memenuhi alam pikirannya, yang tentu saja berpengaruh terhadap sikap dan perilaku politiknya.
Tiga kondisi objektif tersebut membentuk karakter dan gaya kepemimpinan generasi baru Golkar yang dipimpin oleh Bahlil. Karakter dan gaya tersebut semakin dominan ketika Muhammad Sarmuji ditunjuk menjadi Sekretaris Jenderal Partai Golkar. Di tambah lagi dengan hadirnya Sari Yuliati, Wihaji, Ahmad Doli Kurnia, Andi Sinulingga, Ace Hasan Syadzili, Syahmud Basri Ngabalin, Maman Abdurahman, Zulfikar Arse Sadikin, Mukhamad Misbakhun dan Said Aldi Al Idrus serta beberapa nama lain yang menjadi pengurus DPP Partai Golkar saat ini semakin meneguhkan kepemimpinan generasi baru Golkar.
Sederet tokoh kunci Golkar tersebut merupakan generasi Golkar yang lahir di masa transisi dari Orde Baru ke Reformasi. Mereka memiliki latar belakang dan rekam jejak karir politik yang relatif sama dengan Bahlil, yaitu memulai karir politiknya dari titik nol, berproses sebagai aktivis mahasiswa di masa-masa transisi kepemimpinan dari Orde Baru ke Reformasi, dan bukan dari keluarga politik ternama negeri ini. Sehingga, langgam kepemimpinan generasi baru ini akan menentukan arah pembangunan partai ke depannya.
Generasi Baru dan Arah Pembangunan Partai
Hadirnya generasi baru memimpin Golkar ini memiliki implikasi terhadap arah pembangunan Golkar ke depannya. Generasi baru ini memiliki gaya dan karakter yang cukup berbeda dengan generasi sebelumnya. Sebabnya adalah generasi baru yang memimpin partai beringin ini mengalami kondisi objektif seperti yang telah dijabarkan di atas. Saya menganalisis, ada empat (4) implikasi kepemimpinan generasi baru terhadap arah pembangunan partai. Pertama, demokrasi internal Partai Golkar semakin menguat. Demokrasi internal ini tidak hanya terjadi dalam proses pergantian kepemimpinan partai di tingkat daerah, melainkan juga dalam pengambilan-pengambilan keputusan strategis partai di tingkat atas. Hal ini karena Bahlil sebagai generasi baru saat ini tumbuh dan berkembang dalam iklim politik yang demokratis.
Kedua, kaderisasi dan regenerasi semakin menjadi program prioritas Golkar. Kader merupakan tulang punggung partai, termasuk Golkar. Kader menjadi sumber dari regenerasi partai. Di bawah kepemimpinan Bahlil, kaderisasi dan regenerasi akan mendapatkan perhatian khusus. Hal ini karena keberadaan Bahlil di pucuk tertinggi pimpinan Golkar saat ini tak dapat dilepaskan dari proses kaderisasi yang dijalaninya mulai dari daerah hingga nasional.
Ketiga, kesempatan politik bagi generasi baru Golkar semakin terbuka lebar. Kesempatan politik ini terkait dengan regenerasi kepemimpinan partai yang berjalan. Bahlil adalah 'produk' dari regenerasi kepemimpinan di Golkar yang tak tersumbat. Karenanya, terpilihnya Bahlil yang nota bene bukan berasal dari keluarga politik ternama di negeri ini membuka cakrawala harapan bagi generasi baru Golkar. Semakin lebar kesempatan politiknya, semakin tinggi harapan terbuka, dan semakin gigih bagi kader untuk berproses di partai. Bahlil membuka jalan harapan bagi generasi baru Golkar untuk selalu mengejar kesempatan politik yang terbuka lebar tersebut dengan menjadi kader yang berproses dengan gigih.
Keempat, walaupun dipimpin generasi baru, Golkar tidak akan kehilangan karakteristik khasnya: kepemimpinan teknokratik. Kehadiran Bahlil memberikan sentuhan baru terhadap kepemimpinan teknokratik ini, yaitu keberpihakan terhadap rakyat. Artinya, segala kebijakan Golkar -baik dalam aspek internal partai maupun dalam aspek kepemimpinan partai di eksekutif dan legislatif- akan berlandaskan pada meritokrasi plus keberpihakan terhadap rakyat. Nilai keberpihakan ini, pada dasarnya, tertanam dalam diri Bahlil yang memang berasal dari rakyat kelas bawah dan dunia aktivisme. Keempat implikasi tersebut menegaskan arah pembangunan Golkar yang semakin demokratis, inklusif dan teknokratis. Bahlil menjadi penanda generasi baru Golkar yang akan menavigasi arah pembangunan Golkar tersebut.
Pada akhirnya, perubahan yang terjadi di Golkar menandai pergeseran penting dalam cara berpolitik. Kepemimpinan di partai Golkar kini tidak lagi dipahami sebagai hak turun-temurun. Ia menjadi hasil dari ketekunan, kemampuan, dan kesetiaan pada proses. Partai kembali dibayangkan sebagai ruang pembentukan. Bukan sekadar arena distribusi kekuasaan.
Arah kebijakan yang mengemuka di Partai Golkar menunjukkan kehendak untuk menyatukan kecakapan mengelola dengan kepekaan sosial. Kekuasaan ditempatkan sebagai sarana. Bukan sebagai tujuan. Keputusan publik dituntut berpijak pada realitas hidup masyarakat. Bukan pada jarak elit yang kian melebar.
Dalam lanskap politik yang kerap beku dan berulang, kepemimpinan Figur Bahlil memberi tanda pembaruan. Golkar sedang menyusun ulang orientasinya. Ia bergerak mencari relevansi baru. Ia berupaya hadir lebih dekat dengan denyut sosial. Bahlil kini berdiri sebagai penunjuk arah. Bukan sebagai akhir dari masa lalu. Melainkan sebagai awal dari kemungkinan baru. Politik yang masuk akal. Kekuasaan yang bekerja. Dan harapan yang kembali menemukan tempatnya.
Ilham Akbar Mustafa, Wakil Ketua Umum Pimpinan Pusat Angkatan Muda Partai Golkar
(akd/ega)



