Jakarta, VIVA – Emas dan perak kembali menjadi sorotan pasar global menjelang akhir 2025. Di tengah sinyal pelonggaran kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) dan meningkatnya ketidakpastian geopolitik, kedua logam mulia ini menunjukkan potensi fase reli yang lebih struktural dibanding siklus sebelumnya.
Bagi pelaku pasar — termasuk trader logam mulia di Finex — kondisi ini menjadi momentum penting untuk membaca arah pasar memasuki tahun baru.
Kebijakan The Fed jadi pondasi utama
Penguatan harga emas dan perak saat ini tidak terlepas dari perubahan ekspektasi pasar terhadap arah kebijakan Federal Reserve (The Fed).
Inflasi AS yang melandai serta perlambatan pasar tenaga kerja memperkuat pandangan bahwa siklus pengetatan moneter mendekati akhir.
Dalam kerangka ini, penurunan imbal hasil riil obligasi AS menjadi katalis utama penguatan emas, mengingat emas merupakan aset tanpa imbal hasil yang diuntungkan saat opportunity cost menurun.
“Ketika real yield mulai turun dan pasar melihat potensi pelonggaran moneter, emas secara historis selalu mendapat dorongan struktural. Kondisi saat ini sangat mirip dengan fase awal reli jangka panjang sebelumnya,” ujar Brahmantya Himawan, financial analyst Finex, melalui keterangan resminya, Selasa, 30 Desember 2025.
Dari safe haven ke aset bertumbuh
Seiring menguatnya peran emas sebagai aset lindung nilai, perhatian pasar mulai meluas ke logam mulia lain yang menawarkan potensi pertumbuhan lebih agresif.
Dalam fase ketika investor tidak hanya mencari perlindungan, tetapi juga peluang ekspansi nilai, perak muncul sebagai pelengkap strategis dalam portofolio logam mulia.
Berbeda dengan emas yang dominan sebagai safe haven, perak memiliki karakteristik ganda sebagai logam mulia sekaligus komoditas industri.
Lonjakan permintaan dari sektor energi baru terbarukan (EBT), kendaraan listrik, dan teknologi mendorong kinerja perak melampaui emas dalam setahun terakhir.
Masuknya perak ke dalam daftar critical minerals di AS semakin memperkuat prospek jangka menengah hingga panjang, dengan potensi harga emas diproyeksikan bergerak di kisaran US$4.700–5.000 (Rp78,8 juta-Rp83,8 juta) per troy ounce, sementara perak berpeluang mencapai US$90–120 (Rp1,5 juta-Rp2 jutaan) per troy ounce pada 2026.




