Siswa Terdampak Bencana Sumatera Gunakan Kurikulum Khusus

kompas.id
2 jam lalu
Cover Berita

PADANG, KOMPAS — Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah merencanakan kegiatan belajar siswa yang sekolahnya terdampak bencana alam Sumatera dimulai pada 5 Januari 2026. Proses belajar-mengajar menerapkan kurikulum khusus sesuai dengan fase pemulihan tiap-tiap sekolah terdampak. 

Data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menyebutkan, jumlah sekolah terdampak bencana Sumatera pada akhir November lalu mencapai 4.149 sekolah. Rinciannya, di Aceh 2.756 sekolah, di Sumut 950 sekolah, dan di Sumbar 443 sekolah.

Dari total itu, sekolah yang sudah bisa beroperasi di Aceh sebanyak 2.226 sekolah (81 persen), di Sumut 902 sekolah (95 persen), dan di Sumbar 380 sekolah (86 persen). Total keseluruhan sekolah yang sudah dapat beroperasi untuk semester genap 2026 sekitar 85 persen.

“Masih ada, 54 sekolah yang belum dapat digunakan karena kerusakan sangat serius, bahkan sebagian sekolah rusak total sehingga murid belajar di tenda. Kami siapkan 54 tenda, yaitu 14 tenda di Aceh, 21 tenda di Sumbar, dan 19 tenda di Sumut,” kata Menteri Dikdasmen Abdul Mu'ti di Jakarta, dalam siaran langsung melalui YouTube BNPB, Selasa (30/12/2025).

Abdul Mu'ti melanjutkan, sebanyak 587 sekolah yang terdampak saat ini juga sedang dibersihkan. Rinciannya, 516 sekolah di Aceh, 29 sekolah di Sumut, dan 42 sekolah di Sumbat. 

“Proses pembersihan terus dilakukan karena memang tingkat kerusakan dan dampak banjir sangat berat sehingga prosesnya butuh waktu lebih lama dibanding sekolah-sekolah lainnya,” ujarnya.

Di tengah pemulihan sekolah itu, kata Abdul Mu’ti, Kemendikdasmen melakukan sejumlah kegiatan untuk memastikan anak-anak terdampak bencana tetap dapat belajar. Kegiatan belajar direncanakan dimulai pada 5 Januari 2026.

“Meski memang, karena kondisi yang berbeda-beda, mereka tidak harus belajar seperti situasi normal. Artinya, mereka boleh tidak pakai seragam, sepatu, dan lain-lain. Kurikulumnya kami rancang khusus,” kata Abdul Mu’ti.

Bagi sekolah terdampak, Kemendikdasmen memberikan bantuan antara lain 15.500 school kit untuk Aceh, 6.500 school kit untuk Sumut, dan 5.000 school kit untuk Sumbar. Kemudian, buku 90.000 eksemplar untuk Aceh, 50.000 eksemplar untuk Sumut, dan 70.000 eksemplar untuk Sumbar.

Kementerian juga menyalurkan 78 tenda untuk Aceh, 47 tenda untuk Sumut, dan 22 tenda untuk Sumbar. Selain itu, ada 100 kelas darurat untuk Aceh, 30 kelas darurat untuk Sumut, dan 30 kelas darurat untuk Sumbar. 

“Dana operasional pendidikan darurat kami serahkan sebanyak Rp 25,915 miliar, yaitu di Aceh Rp 11,295 miliar, Sumbar Rp 8,54 miliar, dan Sumut Rp 6,08 miliar. Kemudian, dukungan psikososial untuk Aceh Rp 300 juta, Sumbar Rp 200 juta, dan Sumut Rp 200 juta,” kata Abdul Mu’ti.

Tiga skenario

Abdul Mu’ti memaparkan tiga skenario yang telah dirancang pada penerapan Kurikulum Penanggulangan Dampak Bencana untuk semester genap 2026 bagi siswa terdampak bencana Sumatera.

Skenario pertama, yaitu fase tanggap darurat (0-3 bulan). Bentuk penerapannya, yaitu penyesuaian kurikulum minimum esensial. Kurikulum disederhanakan menjadi kompetensi esensial, seperti literasi dasar, numerasi dasar, kesehatan dan keselamatan diri, dukungan psikososial, dan informasi mitigasi bencana.

Pada fase pertama ini, penerapannya juga berfokus pada pengembangan bahan belajar darurat; metode pembelajaran adaptif; dukungan psikososial terintegrasi dalam pembelajaran; dan asesmen yang sangat sederhana, yakni tidak ada asesmen formatif atau sumatif yang kompleks, fokus pada kehadiran, serta keamanan dan kenyamanan murid.

Skenario kedua, yaitu fase pemulihan dini (3-12 bulan), bagi sekolah yang butuh waktu pemulihan relatif lebih lama. Bentuk penerapannya, yaitu kurikulum adaptif berbasis krisis, yakni dengan integrasi mitigasi bencana ke mata pelajaran relevan.

Selanjutnya, pada fase pemulihan dini, penerapannya juga berfokus pada program pemulihan pembelajaran; pembelajaran fleksibel dan diferensiasi. Jadwal disesuaikan dengan kondisi siswa yang mungkin masih mengungsi, penerapan blended atau hybrid learning jika memungkinkan, pengelompokan berdasarkan tingkat capaian murid; dan sistem asesmen transisi. Sistem asesmen ini berbasis portofolio atau unjuk kerja sederhana, remedial berkelanjutan untuk murid terdampak berat, penilaian perkembangan sosial-emosional murid.

Skenario ketiga, yaitu fase pemulihan lanjutan (1-3 tahun). Bentuk penerapannya ialah integrasi permanen pendidikan kebencanaan; penguatan kualitas pembelajaran; pembelajaran inklusif berbasis ketahanan; dan sistem monitoring dan evaluasi pendidikan darurat.

Sekolah di Aceh

Sebelumnya, Pemerintah Aceh menginstruksikan aktivitas belajar-mengajar dimulai serentak pada 5 Januari 2026 sembari pemulihan ratusan sekolah yang terdampak bencana berjalan. Instruksi itu untuk menjaga keberlanjutan pendidikan di Aceh yang lumpuh, sekaligus sarana pemulihan trauma siswa dan guru korban bencana. 

”Proses belajar-mengajar akan menjadi bagian penting dalam pemulihan pascabencana,” kata Sekretaris Daerah Aceh M Nasir, Senin (29/12/2025).

Berdasarkan Laporan Pantauan Data Penanggulangan Bencana Alam Hidrometeorologi di Posko Terpadu Pemerintah Aceh pada pukul 16.00 WIB, bencana di Aceh menyebabkan 694 sekolah rusak. Terdiri dari 160 sekolah rusak ringan, 335 sekolah rusak sedang, dan 199 sekolah rusak berat. Sekolah-sekolah itu tersebar di 18 kabupaten/kota yang terdampak bencana.

Baca JugaKeberlanjutan Pendidikan di Aceh Jadi Sarana Pemulihan Trauma Bencana

Karena dampak yang besar dan luas tersebut, Pemerintah Aceh menghentikan aktivitas belajar-mengajar di sekolah terdampak ataupun tidak terdampak. Pada 8 Desember lalu, sekolah yang tidak terdampak sudah memulai kembali aktivitas pembelajaran, sedangkan sekolah terdampak belum.

Nasir mengatakan, kerusakan yang dialami sekolah terdampak memang menjadi tantangan untuk memulai kembali aktivitas belajar-mengajar. Sebab, banyak sekolah yang sudah tidak memiliki fasilitas pendidikan, seperti bangku, meja, dan buku pelajaran.

Akan tetapi, tantangan itu tidak boleh terus-menerus menunda atau menghentikan aktivitas belajar-mengajar. Maka dari itu, sekolah-sekolah terdampak tetap diminta untuk memulai kembali kegiatan pembelajaran pada 5 Januari mendatang.

”Kondisi di lapangan memang sangat menantang karena banyak sekolah terdampak yang mengalami kerusakan. Namun, proses belajar-mengajar harus tetap dilaksanakan. Pendidikan harus tetap hadir di tengah situasi bencana,” ujar Nasir. 

Menurut Nasir, dimulainya kembali aktivitas belajar-mengajar tidak hanya untuk memastikan keberlanjutan pendidikan di Aceh. Sebaliknya, kegiatan pembelajaran menjadi faktor krusial untuk pemulihan trauma siswa dan guru korban bencana.

Setidaknya, dengan hadir ke sekolah, baik siswa maupun guru korban bencana bisa memulai kembali aktivitas keseharian normal mereka. Itu bisa menjadi pintu masuk pemulihan trauma dampak bencana yang mereka rasakan.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Ide Pilkada Lewat DPRD Bergulir, Siapa Setuju, Siapa Menolak?
• 14 jam lalukompas.com
thumb
Bantuan Pangan dan Peralatan Sekolah Sasar Korban Bencana Banjir
• 2 jam lalumediaindonesia.com
thumb
Polemik Lahan 3 Sekolah di Malang: Pemkot Klaim Lampu Hijau, UM Syaratkan Kepastian Tanggal Relokasi
• 38 menit laluberitajatim.com
thumb
Nvidia Resmi Beli Saham Intel Senilai US$5 Miliar
• 17 jam laluwartaekonomi.co.id
thumb
30 Tahun Tak Tersentuh Perbaikan, Jalan Karet Pasar Baru Akhirnya Mulus
• 15 jam lalukompas.com
Berhasil disimpan.