Pantau - Pemerintah Thailand pada Selasa (30 Desember 2025) menyatakan bahwa pembebasan 18 tentara Kamboja yang ditahan sejak Juli lalu masih dalam pertimbangan, menyusul dugaan pelanggaran wilayah udara oleh drone militer Kamboja yang dianggap melanggar kesepakatan gencatan senjata.
Pelanggaran Gencatan Senjata Jadi Alasan PenundaanGencatan senjata yang mulai berlaku sejak Sabtu (27 Desember) dan diharapkan berlangsung selama 72 jam penuh menjadi syarat utama pembebasan para tentara.
Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand, Nikorndedj Balankura, mengungkapkan bahwa pihak keamanan Thailand mendeteksi adanya pelanggaran wilayah udara oleh pesawat tak berawak milik Kamboja.
"Oleh karena itu, Thailand sedang mempertimbangkan waktu pembebasan 18 tentara tersebut," ungkap Nikorndedj.
Thailand menilai pelanggaran tersebut bertentangan dengan Pasal Enam perjanjian gencatan senjata yang menyatakan kedua pihak harus menghindari tindakan provokatif, termasuk aktivitas militer di wilayah perbatasan.
Pasal ini menjadi dasar Thailand untuk menunda pemulangan 18 tentara yang ditahan sejak bentrokan perbatasan pada Juli, yang menewaskan sedikitnya 48 orang.
Thailand juga menuduh Kamboja mengirimkan lebih dari 250 drone ke wilayahnya, tuduhan yang kemudian dibantah keras oleh Kamboja.
"Kami secara tegas menolak klaim tersebut," ujar Letnan Jenderal Maly Socheata, juru bicara Kementerian Pertahanan Kamboja.
Ia menambahkan, "Kami menegaskan bahwa tidak ada peluncuran pesawat tak berawak semacam itu yang terjadi."
Reaksi Kamboja dan Peran China dalam MediasiJuru bicara pemerintah Kamboja, Pen Bona, mengatakan bahwa Phnom Penh belum mengeluarkan reaksi resmi dan masih memantau perkembangan penundaan tersebut.
Gubernur Pailin, Ban Sreymom, menyebut otoritas daerah belum menerima informasi apapun terkait kepulangan para tentara yang ditahan.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Thailand, Sihasak Phuangketkeow, menyatakan bahwa pertemuan Komisi Perbatasan Bersama (JBC) yang sebelumnya diusulkan Kamboja kemungkinan akan ditunda hingga pemerintahan Thailand yang baru terbentuk setelah pemilu 8 Februari 2026.
Gencatan senjata diberlakukan setelah konflik bersenjata selama 20 hari di perbatasan kedua negara yang menewaskan sedikitnya 99 orang, termasuk warga sipil.
Menanggapi ketegangan yang masih berlangsung, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, menyatakan bahwa Beijing akan terus memainkan "peran konstruktif dengan cara Asia" dalam membangun kembali kepercayaan antara Thailand dan Kamboja.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri China, Wang Yi, telah menjamu Menlu kedua negara untuk melakukan pembicaraan pada hari Senin.



