Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat lima aglomerasi pabrik hasil tembakau (APHT) menyetorkan penerimaan negara dalam bentuk cukai senilai Rp30,04 miliar pada 2025.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu menyampaikan, terdapat lima APHT yang sudah ditetapkan pemerintah sampai dengan saat ini. Pertama, APHT Soppeng yang mencakup empat pengusaha pabrik.
Kedua, APHT Kudus yang meliputi 16 pengusaha pabrik. Ketiga, APHT Lombok Timur yang meliputi empat pengusaha pabrik.
Keempat, APHT Sumenep dengan 11 pengusaha pabrik. Kelima, APHT Kebumen dengan empat pengusaha pabrik.
Dari kelima APHT tersebut, sebanyak empat APHT telah beroperasi secara aktif, yaitu APHT Soppeng, APHT Kudus, APHT Lombok Timur, dan APHT Sumenep.
Sementara itu, APHT Kebumen hingga saat ini belum beroperasi dan masih berada dalam tahap proses penetapan tarif/merek.
Baca Juga
- Nasib Raperda Kawasan Tanpa Rokok Jakarta, Jadi Berlaku?
- Perdagangan Rokok Ilegal Bernilai Rp821 Juta Dibongkar di Cirebon
- Tekan Rokok Ilegal, Bea Cukai dan Pemkab Malang Sisir Toko Kelontong
"Kontribusi penerimaan cukai dari APHT secara umum menunjukkan tren peningkatan," terang Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Kemenkeu, Nirwala Dwi Heryanto melalui keterangan tertulis, Selasa (30/1/2025).
Nirwala menyampaikan bahwa berdasarkan data per 30 Desember 2025, kontribusi penerimaan cukai APHT pada tahun ini mencapai Rp30 miliar.
Trennya mengalami peningkatan yakni dari 2020 yang saat itu tercatat sebesar Rp14,87 miliar. Angkanya sempat mengalami penurunan pada 2021 yakni ke Rp11,36 miliar.
Pada tahun selanjutnya, tren peningkatan berlanjut yakni ke Rp13,62 miliar pada 2022, Rp23,12 miliar pada 2023, dan Rp29,49 miliar pada 2024.
Pada Oktober 2025, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa sempat mendorong produsen rokok ilegal agar masuk ke Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT). Dia bahkan akan menawarkan tarif cukai khusus.
Purbaya menyampaikan ambisi membasmi peredaran rokok ilegal atau rokok tanpa pita cukai. Menurutnya, rokok ilegal marak karena tarif cukai yang tinggi.
Akibatnya, permintaan untuk rokok murah dimanfaatkan produsen ilegal baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Oleh sebab itu, dia akan memperketat pengawasan impor rokok ilegal di pelabuhan-pelabuhan.
Sementara itu, untuk produsen dalam negeri, dia memberi kesempatan mereka yang ilegal menjadi legal dengan masuk ke KIHT sehingga bisa dipungut cukainya. Dia siap memberikan insentif bagi mereka yang masuk ke KIHT.
"Kami ajak masuk ke sistem yang lebih legal, Kawasan Industri Hasil Tembakau [KIHT], dengan tarif yang tertentu. [Ini] sedang kami buat dan kami galakkan," kata Purbaya dalam rapat kerja dengan Komite IV DPD di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (3/11/2025).



