FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pakar Digital Forensik, Rismon Hashiholan Sianipar, membalas pernyataan Pengamat IT Universitas Gadjah Mada (UGM), Josua Sinambela.
Seperti diketahui, sebelumnya Josua menyebut hasil penelitian Rismon dan timnya terkait ijazah Presiden ke-7 RI, Jokowi, sebagai “sampah”.
Pernyataan Josua itu disampaikan usai ijazah Jokowi ditunjukkan dalam gelar perkara khusus yang digelar Polda Metro Jaya beberapa waktu lalu.
Menanggapi hal tersebut, Rismon menegaskan bahwa kritik Josua tidak berdasar dan disampaikan tanpa keberanian untuk diuji secara terbuka.
“Ngoceh cuma berani di medsosnya, gelar perkara khusus saya tunggu gak berani hadir,” ujar Rismon kepada fajar.co.id, Rabu (31/12/2025).
Rismon juga mempertanyakan kredibilitas Josua Sinambela yang kerap diperkenalkan sebagai dosen UGM.
Ia mengklaim telah mengonfirmasi langsung kepada dosennya di Fakultas Teknik Elektro UGM terkait status Josua.
“Dia menipu, saya tanyakan langsung ke dosen saya di Teknik Elektro UGM, Josua itu tidak pernah seharipun jadi dosen UGM,” tegasnya.
Lanjut Rismon, Josua hanya pernah menjadi narasumber kegiatan di lingkungan Elektro UGM, namun tidak pernah tercatat sebagai tenaga pengajar resmi.
“Dia menipu di acara Rakyat Bersuara bahwa dia dosen UGM. Dia hanya pernah jadi narasumber di Elektro UGM, tidak pernah jadi dosen UGM,” lanjut Rismon.
Bukan hanya itu, Rismon juga menuding Josua telah menyampaikan klaim keliru dalam tayangan televisi. Ia menyebut Josua dua kali menyampaikan informasi yang tidak benar.
“Josua dua kali menipu di acara Rakyat Bersuara, satu ngaku punya scan ijazah Jokowi, dua ngaku dosen UGM,” katanya.
Rismon bahkan menantang Josua untuk melakukan diskusi terbuka atau adu keahlian secara langsung, bukan saling serang di media sosial.
“Saya tantang dia duel keahlian (diskusi terbuka). Jangan cuma ngoceh di medsosnya,” timpalnya.
Tidak berhenti di situ, Rismon juga menyinggung rekam jejak akademik Josua di bidang pemrosesan citra digital. Ia mengklaim tidak menemukan karya ilmiah Josua yang relevan dengan keahlian yang diklaimnya.
“Josua tak pernah menulis satu jurnal atau buku yang berkaitan dengan digital image processing. Silakan search di Google,” Rismon menuturkan.
Sebaliknya, Rismon menegaskan dirinya telah lama menekuni bidang tersebut secara akademik.
“Sementara saya sejak 2004 sudah menulis di jurnal Media Teknik UGM bersama pembimbing saya Prof. Adhi Susanto tentang digital image processing,” jelasnya.
Ia pun menyindir metode analisis yang disebut digunakan Josua.
“Ahli kok cuma pakai image editor GIMP. Saya tantang dia ketemu saya,” kuncinya.
Terpisah, Josua Sinambela, menyebut bahwa penelitian yang dilakukan Roy Suryo Cs terkait tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Jokowi, telah kehilangan dasar ilmiahnya.
Hal itu dipastikan Josua setelah ijazah asli Jokowi ditampilkan dalam gelar perkara khusus di Polda Metro Jaya.
Josua menegaskan, sejak dokumen analog asli tersebut diperlihatkan langsung kepada para pihak Roy Suryo Cs, seluruh kajian yang bersumber dari fotokopi maupun foto yang beredar di media sosial otomatis gugur.
“Sejak ditunjukkannya ijazah analog asli ke para tersangka di gelar perkara khusus, maka penelitian tentang fotocopy atau foto medsos (Roy Suryo Cs) auto gugur jadi sampah,” ujar Josua kepada fajar.co.id, Selasa (30/12/2025).
Ia menjelaskan, sejumlah aspek teknis yang sebelumnya dipersoalkan dalam penelitian tersebut telah terbantahkan secara langsung melalui pemeriksaan dokumen asli.
“Karena semua terbantahkan dari lintasan merah foto, watermark, embos, ELA hingga hurup mencotot,” lanjutnya.
Josua juga menyinggung narasi baru yang kembali diangkat oleh Rismon Sianipar, yang kini mempersoalkan skripsi dan halaman pengesahan skripsi Jokowi.
Baginya, isu tersebut sejatinya sudah lama terjawab dan tidak lagi memiliki relevansi.
“Sekarang si Rismon mulai menarasikan kembali soal skripsi dan halaman pengesahan skripsi yang sudah terbantahkan sejak berbulan bulan lalu,” Josua menuturkan.
Ia menyebut, perdebatan yang masih berkutat pada jenis huruf dan percetakan skripsi di era 1980-an menunjukkan ketidaktahuan terhadap konteks akademik dan teknologi percetakan pada masa tersebut.
“Jika masih ada para pengikutnya yang menunjukkan kedunguan mereka tentang skripsi atau halaman pengesahannya di zaman itu (tahun 80-an) terkait Font Times Roman dan percetakan Perdana, silakan kirimkan fakta ini,” tegas Josua menunjukkan foto skripsi Jokowi.
Sebagai pembanding, Josua merujuk pada dokumen skripsi mahasiswa Fakultas Kehutanan UGM era 1980-an yang dapat dijadikan rujukan untuk memahami standar penulisan dan percetakan pada masa itu.
(Muhsin/fajar)





