JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Gerindra, Azis Subekti, menegaskan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 tidak dirancang sebagai teks yang kaku.
Menurut dia, konstitusi justru memberikan ruang tafsir bagi praktik demokrasi yang berkembang sesuai zaman dan kebutuhan masyarakat.
“Konstitusi Indonesia sejak awal tidak dirancang sebagai teks yang kaku. Undang-Undang Dasar 1945 memberi ruang tafsir bagi praktik demokrasi yang berkembang sesuai kebutuhan masyarakat,” ujar Azis dalam keterangan tertulisnya, Rabu (31/12/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan Azis untuk merespons polemik wacana pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Baca juga: PDI-P Sebut Pilkada via DPRD Bertentangan dengan UUD 1945 dan Keadaban Demokrasi
Menurut Azis, perdebatan mengenai mekanisme pilkada kerap disederhanakan sebagai pertarungan antara demokrasi dan kemunduran politik.
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=pilkada, gerindra, demokrasi, UUD 1945&post-url=aHR0cHM6Ly9uYXNpb25hbC5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8zMS8xNzE5NDc1MS91c3VsYW4tcGlsa2FkYS12aWEtZHByZC1kaWtyaXRpay1nZXJpbmRyYS1rb25zdGl0dXNpLXJpLXRpZGFrLWtha3U=&q=Usulan Pilkada via DPRD Dikritik, Gerindra: Konstitusi RI Tidak Kaku§ion=Nasional' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `“Persoalan sesungguhnya bukan terletak pada romantisme bentuk demokrasi, melainkan pada keberanian membaca realitas dan mengoreksi sistem agar tetap bekerja untuk rakyat,” jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Azis, menjalankan konstitusi tidak boleh dimaknai secara dogmatis dengan mempertahankan satu model demokrasi tertentu.
“Menjalankan konstitusi bukan berarti mempertahankan satu model secara dogmatis, melainkan memastikan nilai-nilainya, yakni kedaulatan rakyat, keadilan, dan kemaslahatan umum, tetap terjaga dalam praktik nyata,” jelas Azis.
Baca juga: Tolak Pilkada via DPRD, PDI-P: Rakyat Bisa Marah Hak Demokrasinya Diambil
Fraksi Gerindra mengakui bahwa pilkada langsung pernah menjadi terobosan penting untuk mendekatkan rakyat dengan pemimpinnya.
Namun, setelah berjalan hampir dua dekade, muncul persoalan struktural yang dinilai tidak bisa diabaikan.
“Pilkada langsung pernah menjadi terobosan penting untuk mendekatkan rakyat dengan pemimpinnya. Namun, dua dekade berjalan, muncul persoalan struktural yang tak bisa diabaikan,” katanya.
Salah satu persoalan tersebut adalah tingginya biaya politik yang mendorong kompetisi berbasis modal, bukan gagasan.
Konsekuensinya, praktik politik transaksional menjadi sulit dihindari, baik sebelum maupun setelah pemilihan.
Baca juga: Pilkada oleh DPRD, Pakar:Tak Hanya Keliru, tapi Juga Abai Sejarah
“Demokrasi dalam kondisi ini berisiko kehilangan makna substansialnya. Partisipasi rakyat memang hadir di bilik suara, tetapi keputusan politik kerap ditentukan oleh kekuatan uang dan jejaring kekuasaan,” tuturnya.
Selain itu, sengketa hasil pilkada, konflik horizontal, dan polarisasi sosial di tingkat lokal dinilai terus berulang dan menguras energi masyarakat.





