SURABAYA (Realita)— Kejaksaan Tinggi Jawa Timur masih mendalami dugaan penyimpangan pengelolaan PT Delta Artha Bahari Nusantara (DABN). Nilai kerugian keuangan negara yang selama ini dipaparkan penyidik disebut masih berupa perkiraan hasil ekspos perkara, belum angka final.
Asisten Pidana Khusus Kejati Jawa Timur, Wagiyo Santoso, mengatakan perhitungan rinci kerugian negara saat ini masih dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Menurut dia, angka yang disampaikan sebelumnya merupakan hasil pemaparan internal penyidik.
Baca juga: Kejari Surabaya Terapkan Restorative Justice terhadap Delapan Tersangka Penadahan Sepanjang 2025
“Nilai keuangan negara yang kami sajikan ini adalah hasil gelar perkara. Secara rinci masih dilakukan perhitungan oleh BPKP. Jadi ini belum riil, masih hasil ekspos atau perkiraan,” kata Wagiyo di Surabaya, Rabu 31 Desember 2025.
Hingga kini, penyidik telah memeriksa sekitar 25 saksi, termasuk ahli keuangan negara dan ahli pidana. Seluruh dokumen dan alat bukti juga telah diserahkan kepada BPKP sebagai bahan perhitungan kerugian negara.
Kejaksaan turut menelusuri aliran dana PT DABN setelah menemukan 13 rekening atas nama perusahaan tersebut. Dari jumlah itu, hanya dua rekening yang tercatat aktif. Penelusuran aliran dana dilakukan bersama Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Kita temukan 13 rekening PT DABN dan yang aktif hanya dua. Aliran dananya sedang kita dalami, termasuk dengan meminta bantuan PPATK dan pembukaan rekening koran,” ujar Wagiyo.
Baca juga: Kejari Tanjung Perak Catat Kinerja Positif Sepanjang 2025, PNBP Lampaui Target 357 Persen
Terkait kemungkinan pemeriksaan terhadap mantan Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Wagiyo menyatakan hingga saat ini belum ada agenda pemeriksaan. Penyelidikan masih difokuskan pada fakta awal bahwa permohonan terkait PT DABN diajukan oleh Dinas Perhubungan.
Ia menegaskan bahwa PT DABN bukan merupakan badan usaha milik daerah. “PT DABN bukan BUMD. Permasalahan yang terjadi berkaitan dengan proses bisnis di internal perusahaan,” katanya.
Periode 2017 hingga 2025 menjadi perhatian penyidik karena dalam rentang waktu tersebut tidak tercatat adanya setoran dividen kepada pemerintah daerah. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan juga menemukan penggunaan lahan milik pemerintah daerah tanpa kejelasan proses, dengan pembayaran sewa yang hanya dilakukan satu kali sebesar Rp 3,3 miliar.
Baca juga: Didakwa Rugikan Rekan Bisnis Rp 75 Miliar, Hermanto Oerip Tidak Ditahan
PT DABN kemudian diakuisisi oleh PT PJU yang berstatus BUMD. Namun, selama periode tersebut, PT DABN hanya sekali tercatat memberikan dividen kepada PT PJU sebagai induk perusahaan.
Dalam penanganan perkara ini, Kejati Jawa Timur telah menyita aset perusahaan senilai lebih dari Rp 53 miliar dari 13 rekening, baik dalam bentuk rupiah maupun dolar Amerika Serikat. Meski demikian, Wagiyo memastikan operasional pelayanan pelabuhan tetap berjalan.
Kejaksaan telah membuka rekening escrow untuk menjamin pembayaran gaji karyawan dan biaya operasional. Sementara itu, operasional pelabuhan dititipkan kepada PT PJU sebagai BUMD dan berada di bawah pengawasan Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Probolinggo. “Pelayanan pelabuhan tetap dijalankan. Gaji karyawan dan operasional sudah dijamin melalui escrow account,” kata Wagiyo.yudhi
Editor : Redaksi




/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2021%2F02%2F20%2F2406ac19-9e5a-4351-9971-ad328e32f077_jpg.jpg)