Sudah Mau Masuk 2026: Saatnya Menagih Realisasi Pembangunan Stadion Untia dan Sudiang Calon Markas PSM Makassar

harianfajar
4 jam lalu
Cover Berita

FAJAR, MAKASSAR — Waktu terus berjalan, sementara janji stadion untuk PSM Makassar kerap tertinggal di belakang kalender. Menjelang 2026, publik Sulawesi Selatan kembali dihadapkan pada pertanyaan lama yang tak kunjung terjawab sepenuhnya: kapan PSM benar-benar pulang ke rumah sendiri?

Dua nama kini berdiri di garis depan harapan itu—Stadion Sudiang dan Stadion Untia. Keduanya sama-sama digadang sebagai markas masa depan Juku Eja. Bedanya, Sudiang sudah memasuki fase konkret, sementara Untia masih berada di wilayah mimpi yang mulai dirajut dengan investor dan jejaring internasional.

Stadion Sudiang: Antara Titik Terang dan Tanda Tanya

Penetapan PT Waskita Karya (Persero) Tbk sebagai pemenang tender pembangunan Stadion Sudiang pada 19 Desember 2025 menjadi tonggak penting. Dengan nilai penawaran Rp637,15 miliar dari total pagu Rp674,9 miliar, proyek multiyears ini akhirnya menemukan kontraktor utama setelah bertahun-tahun hanya hidup dalam wacana.

Pembangunan direncanakan dimulai Januari 2026, dengan alokasi anggaran bertahap hingga 2027. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan telah menyiapkan lahan 15 hektare di kawasan Sudiang, dengan kapasitas stadion sekitar 27 ribu penonton dan seluruh tribun berkonsep single seat—standar stadion modern yang sejalan dengan regulasi FIFA dan AFC.

Di atas kertas, semuanya tampak menjanjikan.

Waskita Karya bukan nama asing dalam proyek stadion nasional. Renovasi Stadion Kanjuruhan di Malang menjadi salah satu portofolio penting. Stadion itu direnovasi setelah evaluasi teknis menyeluruh oleh Kementerian PUPR, termasuk pemenuhan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) dan standar keselamatan penonton pascatragedi 2022.

Namun, optimisme itu tidak berdiri tanpa bayangan.

Kritik Politik dan Kekhawatiran Publik

Politikus PSI Ronald Aristone Sinaga—akrab disapa Bro Ron—melontarkan kritik keras terhadap penunjukan Waskita Karya. Ia mempertanyakan kelayakan perusahaan pelat merah itu mengerjakan proyek bernilai ratusan miliar di tengah kondisi keuangan yang belum pulih.

“Saham Waskita sudah disuspensi lebih dari dua setengah tahun. Banyak kewajiban ke vendor belum dibayar. Yang saya bingung, apanya yang dievaluasi?” kata Ronald, dikutip dari unggahan media sosialnya.

Kritik itu menyentuh kekhawatiran klasik dalam proyek infrastruktur besar: risiko keterlambatan, kualitas pekerjaan, hingga potensi masalah pembayaran bagi subkontraktor lokal.

Di sisi lain, DPR RI melalui Komisi V menegaskan bahwa proses tender sepenuhnya menjadi kewenangan eksekutif. Anggota Komisi V, Hamka B Kady, menyebut DPR tidak terlibat dalam penentuan pemenang.

“Kalau sudah ada pemenang, berarti ada kompetisi dan evaluasi. Jika nanti dalam pelaksanaan ada pelanggaran, tentu DPR akan memanggil Kementerian PU,” ujarnya.

Pernyataan senada datang dari Kementerian PU. Kepala Satker Prasarana Strategis Sulsel, Iwan, menegaskan bahwa evaluasi tender dilakukan oleh Pokja di Direktorat Bina Konstruksi. Satker daerah hanya pelaksana.

Dengan kata lain, Stadion Sudiang kini berada di persimpangan antara harapan besar dan pengawasan publik yang ketat.

Stadion Untia: Mimpi yang Mulai Dirajut Serius

Jika Sudiang adalah proyek negara, Stadion Untia adalah mimpi kota.

Pemkot Makassar melihat Untia bukan sekadar stadion, tetapi episentrum baru pengembangan wilayah. Stadion dirancang sebagai pemicu pertumbuhan kawasan—menggabungkan olahraga, ekonomi kreatif, transportasi publik, dan ruang kota modern.

Nilai investasi kawasan Untia disebut masuk dalam skema besar Rp5,1 triliun. Stadion hanyalah satu bagian dari rencana tersebut.

Momentum penting datang pada 5 Desember 2025, saat Kedutaan Besar Inggris bersama Tranmere Rovers FC mengunjungi Balai Kota Makassar. Pertemuan itu membuka diskusi serius soal kolaborasi internasional—dari pengembangan SDM, sport industry, hingga perencanaan stadion dan kawasan.

“Kota ini punya potensi besar, bukan hanya sepak bola, tapi manusia dan kreativitasnya,” ujar Farah Chaudry dari British Embassy Jakarta.

Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, menegaskan stadion harus hidup. Bukan bangunan mati yang hanya ramai saat pertandingan.

“Stadion harus terintegrasi dengan transportasi publik, pedestrian yang inklusif, dan menjadi bagian dari kehidupan warga,” kata Munafri.

Pendekatan ini mencerminkan pergeseran paradigma: stadion bukan lagi monumen, melainkan ruang kota.

Menunggu Tanda Nyata

Bagi suporter PSM Makassar, dua stadion ini bukan sekadar proyek beton dan baja. Ia adalah simbol kepulangan, identitas, dan harga diri klub tertua di Indonesia.

Sejak Stadion Andi Mattalatta hilang dari peta, PSM hidup sebagai tim pengembara. Bermain jauh dari rumah, jauh dari basis emosionalnya.

Memasuki 2026, publik berhak menagih lebih dari sekadar rencana. Mereka menunggu suara alat berat di Sudiang. Mereka menanti peletakan batu pertama di Untia.

Jika tidak, dua stadion ini berisiko menjadi catatan panjang tentang janji yang kembali tertunda—di kota yang terlalu lama menunggu rumah bagi sepak bolanya sendiri.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Alfarisi Tewas di Rutan, KontraS Tuntut Transparansi dan Investigasi
• 4 jam lalugenpi.co
thumb
Densus 88 Ungkap Penyebaran Paham Neo Nazi Lewat Game Online
• 13 jam laluidntimes.com
thumb
BNPT awasi Roblox agar tak jadi media penyebaran radikalisasi ke anak
• 20 jam laluantaranews.com
thumb
Video: Taiwan Tuding China Rusak Tatanan Internasional
• 22 jam lalucnbcindonesia.com
thumb
Ramai Open House Natal Maruarar Sirait, CBA Soroti Anggaran Email Kementerian PKP Rp141 Miliar
• 6 jam lalurealita.co
Berhasil disimpan.