FAJAR, MAKASSAR — Musim belum benar-benar berakhir, tetapi percakapan tentang masa depan PSM Makassar sudah bergulir ke mana-mana. Di tribun stadion, di warung kopi, hingga di ruang-ruang diskusi komunitas suporter, satu pertanyaan terus muncul: apakah PSM perlu melakukan perombakan besar menjelang 2026?
Jawaban yang datang justru tidak sesederhana isu transfer pemain. Sebagian kalangan menilai, masalah utama PSM bukan terletak pada kualitas individu, melainkan pada bagaimana pelatih Tomas Trucha meramu potensi yang sudah tersedia. Evaluasi total, ya. Revolusi skuad, belum tentu.
Mantan pemain sekaligus mantan pelatih PSM, Assegaf Razak, melihat persoalan ini dari jarak yang cukup tenang. Ia tidak tergoda euforia belanja pemain yang kerap menjadi solusi instan klub-klub Liga 1. Menurutnya, komposisi pemain PSM saat ini pada dasarnya sudah memadai untuk bersaing.
“Kalau saya melihat, skuad PSM ini sebenarnya sudah bagus. Tinggal bagaimana pelatih memaksimalkan pemain yang ada,” ujar Assegaf kepada FAJAR, Selasa, 30 Desember 2026.
Assegaf menilai, fase yang sedang dilalui PSM adalah fase pencarian formula. Tomas Trucha, pelatih asal Eropa Timur itu, tampak masih bereksperimen dengan berbagai skema dan penempatan pemain. Di sinilah, menurut Assegaf, letak persoalan yang perlu segera dibereskan.
Ia menyoroti fenomena pergeseran posisi yang cukup masif. Mufli Hidayat, misalnya, perlahan digeser dari penyerang ke wing back. Ricky Pratama yang dikenal sebagai striker, kini lebih sering tampil sebagai winger. Pergeseran serupa juga dialami beberapa pemain lain.
Dalam sepak bola modern, perubahan posisi bukanlah hal tabu. Namun Assegaf mengingatkan, perubahan semacam itu seharusnya bersifat situasional, bukan menjadi kebiasaan jangka panjang.
“Kalau Akbar Tanjung dimainkan sebagai stopper, itu sah-sah saja. Tapi itu kan sifatnya momentum dan taktis. Kalau terlalu sering bongkar-pasang posisi, pemain bisa bingung dan tidak maksimal karena butuh adaptasi terus,” kata Assegaf.
Menurutnya, pelatih harus segera menemukan pakem permainan—kerangka utama yang menjadi identitas tim. Terlalu banyak uji coba, di tengah kompetisi yang berjalan ketat, justru bisa berujung pada kehilangan poin yang mahal.
“Kompetisi ini bukan pramusim. Hasil pertandingan sangat menentukan. Pelatih harus punya karakter permainan yang jelas,” ujarnya.
Dari sudut pandang itu, Assegaf menyimpulkan satu hal penting: PSM tidak membutuhkan perombakan skuad. Yang dibutuhkan adalah sentuhan manajerial dan taktikal yang lebih matang, serta keberanian memberi menit bermain kepada pemain muda.
“Kalau ambil pemain baru, apalagi lokal, itu malah boros. Pemain yang ada saja dimaksimalkan. Pemain muda harus diberi ruang supaya berkembang,” katanya.
Pandangan serupa datang dari akar rumput. Sulyadi Abbas, anggota Komunitas VIP Utara (KVU), melihat PSM sebagai tim dengan stok pemain yang relatif lengkap di hampir semua lini. Kehilangan satu pemain, menurutnya, tidak otomatis menciptakan lubang besar.
Posisi yang ditinggalkan Lucas Dias Serafim, misalnya, masih memiliki beberapa opsi. Victor Dethan bisa mengisi peran tersebut. Jacques Medina Themopele juga memiliki kemampuan bermain di sektor yang sama. Bahkan, Mufli Hidayat bisa didorong kembali ke depan untuk mengembalikan naluri menyerangnya.
“Pemain PSM ini banyak dan kualitasnya bagus. Di setiap posisi tidak cuma satu opsi,” kata Sulyadi.
Di lini depan, PSM memiliki deretan nama yang bisa saling melengkapi: Alex Tank, Abu Kamara, Ricky Pratama, hingga Abdul Rahman. Sektor sayap kiri dihuni Rizky Eka Pratama dan Medina. Di belakang striker, Savio Roberto, Daisuke Sakai, dan Fahrul Aditia siap mengatur ritme serangan.
Lapangan tengah menjadi salah satu sektor paling kaya opsi. Ananda Raehan, Rasyid Bakri, Rifki Dwi, dan Resky Fandi mampu bermain sebagai gelandang box-to-box. Sementara peran jangkar bisa diisi bergantian oleh Akbar Tanjung, Muhammad Arfan, dan Gledson Paixao—tipe “pengangkut air” yang kerap luput dari sorotan, tetapi vital bagi keseimbangan tim.
Di lini belakang, duet Yuran Fernandes dan Neto masih menjadi tulang punggung. Namun PSM tidak sepenuhnya bergantung pada mereka. Daffa Salman dan Sulthan Zaki menunggu kesempatan sebagai pelapis.
Di sisi kiri, Syahrul Lasinari bisa diback-up oleh Dzaky Asraf dan Mufli, sementara Victor Luiz menunjukkan konsistensi yang menjanjikan dalam beberapa laga terakhir.
Bagi Sulyadi, kunci dari semua itu bukan terletak pada siapa yang datang, melainkan bagaimana Tomas Trucha mengelola apa yang sudah ada. Manajemen rotasi, menjaga kebugaran pemain, dan ketepatan membaca momentum pertandingan menjadi pekerjaan rumah utama.
“Semua tergantung pelatih. Kalau manajemen permainan bagus, PSM ini bisa jalan tanpa harus bongkar skuad,” ujarnya.
Menjelang 2026, PSM Makassar berada di persimpangan yang familiar: antara mempertahankan identitas kolektif atau tergoda perubahan cepat lewat bursa transfer. Di tengah tekanan hasil dan ekspektasi suporter, evaluasi terhadap Tomas Trucha menjadi sinyal paling kuat dari wajah baru PSM—bukan lewat deretan nama baru, melainkan lewat konsistensi, kejelasan pakem, dan keberanian memercayai potensi yang sudah ada.


