JAKARTA, KOMPAS.com - Pasangan suami istri, Didi Supandi dan Wahyu Triana Sari, mengajukan permohonan uji materiil terhadap Pasal 71 angka 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, yang mengubah Pasal 28 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dalam permohonan yang teregister dengan nomor perkara 273/PUU-XXIII/2025, pasangan itu mempersoalkan praktik penghangusan kuota internet yang dinilai merugikan konsumen secara konstitusional.
“Para pemohon merasa dirugikan secara aktual hak konstitusionalnya oleh berlakunya aturan tersebut,” kata kuasa hukum keduanya, Viktor Santoso Tandiasa, dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu (31/12/2025).
Baca juga: Wacana Kepala Daerah Dipilih DPRD, Pengamat Ingatkan Putusan MK dan Perppu 2014
Ia menjelaskan bahwa kliennya merupakan pekerja di sektor digital. Didi sehari-hari berprofesi sebagai pengemudi transportasi daring. Sedangkan Triana menjalankan usaha kuliner daring yang memasarkan produk makanannya lewat platform digital.
Bentuk kerugianBagi Para Pemohon, kuota internet merupakan alat produksi utama sekaligus modal usaha.
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=hak konsumen, uu cipta kerja, Mahkamah Konstitusi, Penghangusan Kuota Internet&post-url=aHR0cHM6Ly9uYXNpb25hbC5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8zMS8yMTU3NTY5MS9zdWFtaS1pc3RyaS1ndWdhdC1hdHVyYW4ta3VvdGEtaW50ZXJuZXQtaGFuZ3VzLWtlLW1haGthbWFoLWtvbnN0aXR1c2k=&q=Suami Istri Gugat Aturan Kuota Internet Hangus ke Mahkamah Konstitusi§ion=Nasional' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `Praktik hangusnya kuota menimbulkan ketidakpastian ekonomi karena para pemohon kerap kehilangan sisa kuota ketika pesanan sedang sepi.
Akibatnya, mereka terpaksa meminjam uang untuk membeli kuota baru agar dapat kembali bekerja.
Kondisi ini menimbulkan kerugian materiil karena kuota yang telah dibayar lunas hangus begitu saja saat masa aktif paket berakhir.
Baca juga: Putusan Progresif MK 2025: Soal Jabatan Polisi hingga Hak Cipta Musisi
Keadaan tersebut memaksa keduanya melakukan pembayaran ganda atas komoditas yang sama, yang seharusnya dapat dialokasikan sebagai laba usaha atau modal bahan baku.
Dalam alasan permohonannya, para pemohon mendalilkan bahwa Pasal 71 angka 2 UU Cipta Kerja bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.
Ketentuan tersebut dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum (vague norm) karena memberikan kebebasan yang berlebihan kepada operator untuk menetapkan tarif tanpa parameter yang jelas, sehingga mencampuradukkan antara konsep tarif layanan dan durasi kepemilikan kuota.
Selain itu, para pemohon menilai terdapat pelanggaran hak milik sebagaimana dijamin dalam Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.
Baca juga: Gugatan Musisi, Putusan MK, dan Dinamika Hak Cipta Musik
“Kuota internet merupakan aset digital yang dibeli secara lunas, sehingga penghangusan sisa kuota secara sepihak tanpa kompensasi merupakan bentuk pengambilalihan hak milik pribadi secara sewenang-wenang,” jelas Viktor.
Dalam permohonannya, para pemohon memohon agar Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 71 angka 2 UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, sepanjang tidak dimaknai sebagai berikut:
- Penetapan tarif wajib menjamin akumulasi sisa kuota data (data rollover);
- Sisa kuota tetap berlaku selama kartu prabayar berada dalam masa aktif, tanpa bergantung pada masa berlaku paket periodik;
- Sisa kuota yang tidak terpakai wajib dikonversi menjadi pulsa atau dikembalikan (refund) secara proporsional.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



