Badan Gizi Nasional (BGN) berencana menerbitkan aturan baru terkait pengadaan susu segar dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Kebijakan tersebut diterbitkan setelah susu segar yang diimpor dari Cina ramai dibicarakan dalam media sosial.
Kepala BGN Dadan Hindayana mengaku belum mewajibkan susu segar dalam program MBG dari dalam negeri. Namun pemerintah akan mengubah kebijakan tersebut dalam waktu dekat dan menegur dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi yang menggunakan susu segar impor.
"Kami akan buat surat edaran agar susu segar impor tidak digunakan lagi dalam program MBG," kata Dadan kepada Katadata.co.id, Rabu (31/12).
Berdasarkan data BGN, kebutuhan sapi perah untuk memenuhi permintaan program MBG saat ini mencapai 855.000 ekor. Sementara itu, Badan Pusat Statistik mendata total populasi sapi perah nasional hingga tahun lalu hanya 485.809 ekor.
Unggahan @txtnnrrfh dalam X menunjukkan sebuah susu segar kemasan bermerek Opao yang diproduksi oleh Shandong Want Want Foods Ltd di Cina. Produk tersebut lalu diimpor oleh PT Want Want Indonesia yang berbasis di Tangerang Selatan, Banten.
Akun yang sama menunjukkan komposisi Opao yang hampir tidak mengandung susu sama sekali, kecuali susu skim bubuk sebesar 1%. Mayoritas atau 86% isi kemasan Opao adalah air yang dicampur dengan gula dan beberapa bahan kimia lainnya.
Pemerintah mengakui pemenuhan susu segar dalam program Makan Bergizi Gratis atau MBG masih menghadapi kendala. Keterbatasan kapasitas pengemasan menjadi salah satu hambatan utama, terutama untuk kemasan khusus yang digunakan dalam program tersebut.
Sebelumnya, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Merrijantij Punguan Pintaria, mengatakan ukuran kemasan susu untuk MBG ditetapkan hanya 115 mililiter agar sesuai dengan alokasi anggaran per porsi. Namun, industri pengemasan susu nasional belum sepenuhnya siap memenuhi kebutuhan tersebut.
Menurut Merrijantij, kapasitas pengemasan susu segar khusus MBG saat ini baru mencapai sekitar 2,3 juta unit per tahun. Padahal, ketika program MBG berjalan penuh, kebutuhan pengemasan diperkirakan mencapai 165,8 juta unit per pekan.
“Saat ini, industri susu segar memang masih terseok-seok karena pabrik pengemasan untuk kemasan kecil belum mampu memenuhi kebutuhan. Mudah-mudahan tahun depan kapasitas ini sudah bisa dipenuhi,” kata Merrijantij kepada Katadata.co.id, Senin (15/12).
Ia menjelaskan, selama ini mayoritas susu segar diproduksi dalam kemasan berukuran 225 mililiter. Karena itu, sebagian pemenuhan kebutuhan MBG masih bergantung pada penyesuaian ukuran kemasan di pabrik pengemasan susu segar yang sudah ada.
Merrijantij menjadwalkan pabrik pengemasan akan menyelesaikan pengaturan mesin dan realisasi investasi tambahan pada tahun depan. Namun Merrijantij masih enggan mengumumkan berapa nilai investasi total dalam pengubahan kemasan maupun jumlah pabrik eksisting yang berpartisipasi untuk memenuhi MBG


