Bisnis.com, JAKARTA — Produsen otomotif China diproyeksikan menempati posisi teratas dalam penjualan kendaraan baru di pasar global pada 2025, menggeser pabrikan Jepang yang telah mendominasi selama lebih dari dua dekade.
Berdasarkan laporan S&P Global Mobility periode Januari–November 2025, total penjualan kendaraan asal China diperkirakan mencapai sekitar 27 juta unit, tumbuh 17% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Perhitungan itu mencakup kendaraan penumpang dan komersial, baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
Sebaliknya, penjualan global produsen otomotif Jepang diproyeksikan relatif stagnan di bawah 25 juta unit. Capaian itu menandai penurunan signifikan dibandingkan dengan puncak penjualan mobil Jepang pada 2018 yang mendekati 30 juta unit.
Pada 2022, produsen Jepang masih lebih unggul sekitar 8 juta unit dibandingkan dengan China, tetapi kini berpotensi tersalip hanya dalam waktu 3 tahun. Kenaikan penjualan produsen China terutama didorong oleh pasar domestik, yang menyumbang sekitar 70% dari total penjualan.
Selain itu, pemerintah China secara agresif mendorong adopsi kendaraan energi baru, termasuk kendaraan listrik dan plug-in hybrid electric vehicle (PHEV). Saat ini, segmen tersebut telah menyumbang hampir 60% dari total penjualan kendaraan penumpang di dalam negeri, memperkuat posisi produsen lokal dalam persaingan global.
Kendati demikian, pertumbuhan pesat ini juga memicu kekhawatiran kelebihan kapasitas produksi (oversupply). Persaingan harga kian sengit, terutama di segmen kendaraan energi baru dengan kisaran harga 100.000–150.000 yuan, yang menjadi rentang paling diminati sepanjang Januari–November 2025.
“Kondisi ini mendorong produsen China mengalihkan kelebihan pasokan ke pasar luar negeri,” tulis laporan Nikkei Asia, dikutip Rabu (31/12/2025).
Sepanjang 2025, penjualan kendaraan buatan China diperkirakan melonjak 49% menjadi sekitar 500.000 unit di kawasan Asean, yang selama ini menjadi basis kuat pabrikan Jepang. Misalnya di Thailand, pangsa pasar mobil Jepang turun menjadi 69% hingga November 2025, dari sekitar 90% pada 5 tahun lalu.
Ekspansi produsen China juga berlanjut di Eropa, dengan penjualan diproyeksikan naik 7% menjadi sekitar 2,3 juta unit. Meskipun Uni Eropa memberlakukan tarif tambahan terhadap kendaraan listrik buatan China, pabrikan China menyiasati dengan meningkatkan ekspor kendaraan PHEV yang tidak terkena bea masuk tersebut.
Di pasar negara berkembang, pertumbuhan penjualan kendaraan rakitan China diperkirakan lebih agresif. Penjualan di Afrika diproyeksikan naik 32% menjadi sekitar 230.000 unit, sementara di Amerika Latin meningkat 33% menjadi sekitar 540.000 unit.
Menguatnya posisi China dalam industri otomotif global berpotensi meningkatkan gesekan perdagangan. Amerika Serikat dan Kanada telah mengenakan tarif lebih dari 100% untuk kendaraan listrik buatan China, sementara Uni Eropa menetapkan tarif hingga 45,3%.
Di tengah tekanan tersebut, produsen otomotif Jepang mulai menyesuaikan strategi, termasuk mengadopsi model produksi dan rantai pasok berbasis China guna menjaga daya saing di pasar global.




