Indonesia dan Singapura menandatangani perjanjian kerja sama perdagangan karbon pada 4 Maret 2024. Kerja sama ini merupakan tindak lanjut dari Letter of Intent (LoI) yang telah disepakati kedua negara pada 2022 lalu.
Perjanjian ini menjadi tonggak penting dalam kerja sama bilateral kedua negara di bidang ekonomi hijau. Selain itu, kerja sama ini juga menjadi perjanjian pertama yang ditandatangani Indonesia dengan negara lain di bidang perdagangan karbon.
Menteri Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Air Singapura, Grace Fu, menyatakan bahwa kerja sama ini akan memungkinkan perusahaan dari kedua negara untuk memanfaatkan kredit karbon guna memenuhi persyaratan di bawah peraturan karbon masing-masing.
“Perjanjian ini akan memfasilitasi pengaturan transfer kredit karbon internasional antara kedua negara kami, dan memberikan sinyal kuat kepada para pelaku usaha tentang komitmen kami untuk mengembangkan pasar karbon yang transparan dan berintegritas,” ujar Grace Fu dalam keterangan resminya.
Perjanjian ini juga akan mendukung kontribusi yang ditentukan secara nasional (NDC) kedua negara untuk mencapai emisi nol bersih. Indonesia sendiri telah meningkatkan target NDC dengan komitmen penurunan emisi sebesar 32% secara mandiri dan hingga 43% dengan dukungan internasional pada 2030.
“Kemitraan ini akan mendukung upaya Indonesia untuk mengurangi emisi sebesar 1,2 giga ton karbon dioksida pada 2030, termasuk melalui kerja sama dengan Singapura dalam mekanisme penerapan bersama,” kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya.
Kerja sama ini juga diharapkan dapat mendorong investasi hijau dari Singapura ke Indonesia, khususnya dalam proyek-proyek pengurangan emisi karbon, seperti pengembangan energi terbarukan dan restorasi lahan gambut.
“Kami berharap kerja sama ini dapat mendorong investasi hijau Singapura ke Indonesia, khususnya untuk proyek-proyek pengurangan emisi karbon,” tambah Siti Nurbaya.
Sebagai informasi, Singapura telah menerapkan pajak karbon sejak 2019. Tarif pajak karbon saat ini sebesar S$5 per ton emisi karbon dioksida ekuivalen (tCO2e) dan akan ditingkatkan menjadi S$25 per tCO2e pada 2024 dan 2025, serta S$45 per tCO2e pada 2026 dan seterusnya.
Pemerintah Singapura juga telah mengumumkan rencana untuk menerapkan mekanisme offset kredit internasional mulai 2024. Mekanisme ini akan memungkinkan perusahaan untuk mengoffset hingga 5% dari emisi kena pajak mereka dengan menggunakan kredit karbon internasional yang memenuhi kriteria tertentu.
Kerja sama perdagangan karbon antara Indonesia dan Singapura ini diharapkan dapat menjadi model bagi negara-negara anggota ASEAN lainnya. Harmonisasi aturan dan standar perdagangan karbon di kawasan ASEAN dinilai penting untuk menciptakan pasar karbon yang likuid dan efisien.
“Kami berharap kerja sama ini dapat menginspirasi negara-negara ASEAN lainnya untuk mengembangkan pasar karbon regional yang terintegrasi,” pungkas Grace Fu.