Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia merupakan salah satu sektor andalan yang berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Sektor ini dikenal sebagai penyumbang devisa, penyerap tenaga kerja, dan pemasok kebutuhan sandang dalam negeri.
Pemerintah Indonesia pun menaruh perhatian besar pada industri ini, dengan menetapkannya sebagai salah satu sektor prioritas dalam peta jalan Making Indonesia 4.0.
Lantas, seperti apa potensi dan data industri tekstil Indonesia saat ini? Simak ulasan selengkapnya di bawah ini.
Mengenal industri tekstil Indonesia
Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) adalah industri yang mengolah bahan baku serat menjadi benang, kain, dan produk tekstil jadi lainnya seperti pakaian dan berbagai barang sandang lainnya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 14 Tahun 2020, industri tekstil dan produk tekstil diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok, yaitu:
Industri Hulu: Industri serat (serat alam seperti kapas, dan serat buatan seperti rayon, polyester, nilon). Industri pemintalan benang (mengubah serat menjadi benang). Industri pertenunan/perajutan (mengubah benang menjadi kain). Industri penyempurnaan tekstil (finishing) seperti pemutihan, pencelupan, dan pencetakan kain.
Industri Hilir: Industri pakaian jadi (garment). Industri tekstil lainnya (seperti kain tenun, kain rajut, karpet, tali, dan sebagainya).
Data industri tekstil Indonesia
Berikut adalah gambaran terkini mengenai industri tekstil Indonesia berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian dan Badan Pusat Statistik (BPS).
1. Kontribusi terhadap perekonomian
Industri TPT merupakan salah satu sektor manufaktur non-migas yang kontribusinya cukup besar. Pada tahun 2023, kontribusi industri TPT terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional mencapai sekitar 1,26 persen.
Sektor ini juga menyumbang sekitar 6,22 persen terhadap PDB industri pengolahan non-migas.
2. Ekspor
Ekspor produk TPT Indonesia menunjukkan tren yang fluktuatif, dipengaruhi oleh kondisi permintaan global dan persaingan internasional.
Nilai ekspor industri TPT Indonesia pada tahun 2023 mencapai US$12,94 miliar. Amerika Serikat dan Jepang tetap menjadi tujuan ekspor utama, diikuti oleh negara-negara lain seperti Korea Selatan, Uni Eropa, dan China.
Komoditas ekspor utama meliputi pakaian jadi (garment), benang, dan kain.
3. Penyerapan tenaga kerja
Industri TPT adalah sektor padat karya yang berperan penting dalam menyerap tenaga kerja. Data per Februari 2024 dari Kemenperin menunjukkan bahwa industri TPT menyerap lebih dari 3,79 juta tenaga kerja, dengan komposisi sekitar 70 persen di industri hilir (garment) dan 30 persen di industri hulu.
4. Jumlah perusahaan
Berdasarkan data BPS, hingga tahun 2022, terdapat sekitar 55.000 perusahaan industri Tekstil, Pakaian Jadi, dan Kulit yang beroperasi di Indonesia. Sebagian besar merupakan usaha mikro dan kecil (UMK), namun kontribusi nilai produksi terbesar justru berasal dari perusahaan besar.
5. Investasi
Investasi di industri TPT terus didorong, baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA).
Sepanjang tahun 2023, realisasi investasi PMDN di industri Tekstil, Barang Kulit, dan Alas Kaki mencapai Rp 9,8 triliun, sementara investasi PMA mencapai US$ 1,48 miliar.
Investasi ini diarahkan untuk modernisasi mesin, pengembangan kapasitas produksi, dan peningkatan efisiensi.
6. Kapasitas produksi
Kapasitas produksi industri TPT nasional cukup besar. Untuk industri pemintalan benang, kapasitas terpasang mencapai sekitar 2,7 juta ton per tahun. Sementara untuk industri serat, kapasitas produksi mencapai sekitar 740 ribu ton per tahun.
Namun, utilisasi atau tingkat penggunaan kapasitas produksi tersebut belum optimal, umumnya berkisar di angka 60-70 persen, tergantung pada segmen industrinya.
Tantangan industri tekstil Indonesia
Meski memiliki potensi yang besar, industri tekstil Indonesia menghadapi sejumlah tantangan berat:
1. Persaingan global yang ketat
Indonesia harus bersaing dengan negara-negara produsen tekstil lainnya seperti Vietnam, Bangladesh, China, dan India yang seringkali memiliki keunggulan dalam hal biaya produksi, tenaga kerja, atau fasilitas perdagangan.
2. Ketergantungan pada bahan baku impor
Industri TPT Indonesia masih sangat bergantung pada impor bahan baku dan bahan penolong, terutama serat kapas dan bahan kimia untuk pewarna. Sekitar 99 persen kebutuhan kapas masih diimpor, yang membuat biaya produksi rentan terhadap fluktuasi harga dan nilai tukar mata uang.
3. Infrastruktur dan biaya energi
Biaya logistik dan energi (listrik dan gas) di Indonesia masih relatif tinggi dibandingkan dengan beberapa negara pesaing. Hal ini berdampak langsung pada daya saing harga produk tekstil Indonesia di pasar internasional.
4. Usia mesin dan teknologi
Sebagian besar mesin di industri tekstil Indonesia, terutama di segmen hulu, sudah tua dan kurang efisien. Rata-rata usia mesin di industri pemintalan dan pertenunan diperkirakan lebih dari 20 tahun. Modernisasi mesin membutuhkan investasi yang sangat besar.
5. Isu lingkungan dan keberlanjutan
Tuntutan global untuk produk fashion yang berkelanjutan dan ramah lingkungan semakin tinggi. Industri TPT Indonesia, terutama di proses finishing (pencelupan dan pencetakan), dituntut untuk mengadopsi teknologi yang lebih hijau dan mematuhi standar lingkungan yang ketat.
6. Daya beli domestik
Di pasar domestik, industri TPT juga menghadapi tantangan dari masih tingginya produk impor ilegal dan penyelundupan, serta fluktuasi daya beli masyarakat.
Peluang dan prospek ke depan
Di balik tantangan, terdapat peluang besar yang dapat dimanfaatkan industri tekstil Indonesia:
1. Pasar domestik yang besar
Dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa, Indonesia memiliki pasar domestik yang sangat potensial untuk produk TPT. Pertumbuhan kelas menengah juga mendorong peningkatan konsumsi.
2. Diversifikasi produk
Peluang terbuka untuk mengembangkan produk-produk tekstil fungsional dan teknis (technical textile) yang memiliki nilai tambah tinggi, seperti untuk kebutuhan medis, otomotif, dan perlindungan diri.
3. Integrasi vertikal
Penguatan integrasi dari hulu ke hilir dalam satu kawasan industri terpadu dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi ketergantungan impor.
4. Pemanfaatan ekonomi digital
Adopsi e-commerce dan platform digital dapat memperluas jangkauan pemasaran, baik untuk pasar domestik maupun ekspor.
5. Insentif pemerintah
p>Pemerintah memberikan berbagai insentif, seperti tax allowance, super tax deduction untuk penelitian dan pengembangan, serta kemudahan berusaha untuk mendukung industri ini.6. Trend keberlanjutan
Permintaan terhadap produk tekstil berkelanjutan (sustainable textile) yang ramah lingkungan dan diproduksi secara etis menjadi ceruk pasar yang semakin berkembang.
Kesimpulan
Industri tekstil dan produk tekstil Indonesia tetap menjadi pilar penting perekonomian nasional dengan kontribusi signifikan terhadap PDB, ekspor, dan penyerapan tenaga kerja.
Meski dihadapkan pada tantangan persaingan global, ketergantungan impor, dan kebutuhan modernisasi, sektor ini memiliki fondasi yang kuat dan peluang pertumbuhan yang menjanjikan.
Keberhasilan industri TPT Indonesia ke depan akan sangat bergantung pada kemampuan untuk berinovasi, meningkatkan efisiensi, mengadopsi teknologi hijau, dan memanfaatkan peluang pasar baru, didukung oleh kebijakan pemerintah yang kondusif.