Kasus Ibu Hamil Ditolak 4 RS hingga Meninggal: Ada Pelanggaran SOP dan Sanksi

kumparan.com • 19 jam yang lalu
Cover Berita

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyampaikan sejumlah hal yang menyebabkan ibu hamil asal Kampung Hobong, Jayapura, Papua, bernama Irene Sokoy dan bayi dalam kandungannya meninggal dunia. Irene yang saat itu hamil, terkendala mendapat perawatan rumah sakit dan akhirnya tewas bersama bayi yang masih ia kandung saat akan melahirkan.

Dirjen Kesehatan Lanjutan Kemenkes, Azhar Jaya, menjelaskan petaka yang dialami Irene disebabkan oleh sejumlah faktor. Yang pertama, langkanya dokter spesialis di Papua terutama dokter spesialis anestesi.

Kedua, faktor pemeliharaan sarana dan prasarana yang tak optimal sebagaimana yang terjadi di RS Abepura. Diketahui, Irene sempat mendatangi RS Abepura untuk mendapat tindakan operasi. Namun, empat kamar operasi yang ada di rumah sakit sedang direnovasi.

Ketiga ada standar operasional prosedur yang dilanggar oleh pihak rumah sakit. Mestinya, pasien ditangani terlebih dahulu ketika meminta pertolongan. Jangan sampai, pengurusan administrasi didahulukan dibandingkan penanganan terhadap pasien.

Faktor keempat adalah sistem rujukan. "Yang keempat, ya tentu saja ada sistem rujukan yang harus kita perbaiki. Itu adalah empat hal, dan tentu saja nanti kita akan coba fokus untuk menangani agar kejadian ini tidak terjadi lagi," ujar dia.

Ada Pelanggaran SOP RS di Papua

Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kementerian Kesehatan (Keslan Kemenkes), Azhar Jaya, telah melakukan investigasi terkait kematian ibu hamil bernama Irene Sokoy dan bayinya di Papua.

Hasilnya, ditemukan adanya pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh rumah sakit sehingga mengakibatkan Irene dan bayinya meninggal dunia.

Azhar menyebut rumah sakit mestinya melakukan penanganan terlebih dahulu ketika ada pasien yang memerlukan bantuan.

"Ada standar operasional prosedur yang dalam tanda kutip tidak dilaksanakan di lapangan. Seharusnya seorang pasien dalam keadaan emergency itu tidak boleh diminta administrasi atau pertanggungjawaban, harus ditolong dulu, distabilkan, baru kita bicara soal administrasi," kata dia di Kantor Kemenkes pada Kamis (27/11).

Azhar mengatakan, pihaknya bakal segera melakukan evaluasi dan perbaikan layanan rumah sakit. Dengan begitu, diharapkan peristiwa serupa tak terulang lagi di kemudian hari.

Sanksi 4 RS yang Tolak Irene Sokoy

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, bakal berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi Papua imbas tragedi meninggalnya Irene Sokoy bersama bayi dalam kandungannya. Irene meninggal usai ditolak empat rumah sakit.

Budi meminta Dinkes Papua melakukan pengawasan serta pembinaan terhadap rumah sakit yang ada di sana. Jika ada yang terbukti melakukan pelanggaran prosedur, dapat dikenakan sanksi.

"Harus benar-benar melakukan tugas pembinaan dan pengawasan. Supaya hal-hal seperti ini tidak terjadi. Termasuk memberikan sanksi," kata Budi di Kantor Kementerian Kesehatan, Kamis (27/11).

"Karena di Undang-Undang Kesehatan yang baru, sanksinya jelas. Bagi pimpinan rumah sakit yang tidak melayani pasien di masa kegawatdaruratan, kan itu harus dilayani. Dan BPJS pun pasti akan membayar. Jadi tidak ada alasan bahwa itu tidak terlayani," lanjut dia.

Budi menambahkan, Dinas Kesehatan setingkat provinsi harus bertindak lebih tegas dalam mengawasi layanan di rumah sakit. Kemenkes bakal kembali ke Papua dalam kurun waktu tiga bulan ke depan untuk melihat sudah ada atau tidaknya perbaikan di sana.

Sementara Dirjen Kesehatan Lanjutan Kementerian Kesehatan, Azhar Jaya, menyebut rumah sakit dilarang menolak pasien yang datang dalam kondisi darurat.

Bagi yang menolak, terdapat sanksi yang dapat dikenakan. Terberat, sanksinya adalah pencabutan izin rumah sakit.

"Mulai dari yang terberat ya, pencabutan izin rumah sakit ya, sampai dengan pembinaan-pembinaan yang lebih lanjut dilakukan. Termasuk kepada direktur dan penanggung jawab rumah sakit tersebut," kata dia.

Penjelasan Polda Papua Soal RS Bhayangkara yang Tak Tangani Irene Sokoy

RS Bhayangkara memberi penjelasan soal kabar pihaknya tak menangani Irene Sokoy. RS Bhayangkari sebetulnya bisa saja menangani Irene, tapi keluarga Irene menyebut, RS meminta uang muka Rp 4 juta untuk administrasi.

Irene tak mampu membayar, lalu dia dirujuk ke RS lain hingga akhirnya Irene meninggal dunia bersama bayinya di perjalanan pada Senin (17/11) pukul 05.00 WIT.

Menanggapi hal ini, Kepala Rumah Sakit Bhayangkara AKBP Rommy Sebastian menjelaskan duduk perkara yang terjadi. Penjelasan itu disampaikan dalam audiensi bersama perwakilan Komnas HAM Papua.

"Kami meluruskan narasi yang beredar di media sosial. Informasi mengenai tarif kamar VIP (antara Rp 3-4 juta) disampaikan karena saat itu ruangan yang tersisa hanya satu ruang VIP. Informasi ini adalah bentuk transparansi sesuai Peraturan Menteri Kesehatan, bukan syarat meminta uang muka sebelum pelayanan medis diberikan,” kata Rommy, Kamis (27/11).

Lalu soal keadaan Irene, Rommy menjelaskan, Irene datang dari RSUD Yowari dalam kondisi gawat janin. Ia lalu diperiksa di area depan IGD karena menolak berbaring, dan diberi terapi oksigen sebelum keluarga memutuskan merujuk kembali ke RS lain.

Lalu, staf administrasi IGD juga menyebut tak ada permintaan pembayaran di awal. Tapi, hanya penyampaian informasi terkait ketersediaan kamar dan status fasilitas BPJS.

Lalu, dokter ahli kandungan Jayapura, dr. Alberthzon Rabgrageri yang juga hadir dalam forum audiensi, menjelaskan hasil pemeriksaan medis. Termasuk riwayat rujukan dan kondisi pasien dari fasilitas kesehatan sebelumnya.

Melalui penelusuran tersebut, disampaikan bahwa faktor utama kondisi kritis pasien diduga berasal dari keterlambatan pengambilan keputusan medis serta kurangnya kesiapan fasilitas awal sebelum rujukan dilakukan.

Alberthzon juga menjelaskan kehamilan yang dialami Irene berisiko tinggi. Sebab, ia mengandung bayi seberat 4,3 kg dan mengalami persalinan lambat.

Namun, peristiwa ini juga memberi catatan bagi Polri. Maka, Polda Papua langsung membentuk tim audit investigasi untuk mengevaluasi tata kelola dan pelayanan di RS Bhayangkara.

"Tim audit investigasi yang dibentuk oleh Bapak Kapolda Papua sementara bekerja untuk mengecek, melakukan audit, dan melakukan investigasi di Rumah Sakit Bhayangkara," ujar Kombes Pol. Cahyo Sukarnito.

Dalam proses audit ini, RS Bhayangkara melibatkan kerja sama dengan instansi lain seperti BPJS dan Dinas Kesehatan.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Baca juga:

thumb
thumb
thumb
thumb
Kisruh Bandara IMIP Tanpa Perangkat Negara
• 23 jam yang lalumetrotvnews.com
thumb
Berhasil disimpan.