Kudeta terjadi di Guinea-Bissau, negara yang terletak di Afrika Barat. Akibatnya, Presiden Umaro Sissoco Embaló kabur dan mendarat di Senegal — negara tetangganya — pada Kamis (27/11) waktu setempat.
Informasi mengenai kedatangan Embaló disampaikan pemerintahan Guinea-Bissau yang kini berada di ibu kota Senegal, Dakar. Sebelum melarikan diri ke Dakar, Embaló sempat ditahan oleh militer.
Sementara itu di Guinea-Bissau, Kepala Staf Militer Jenderal Horta N’Tam dilantik menjadi pemimpin negara bekas jajahan Portugal tersebut. Ia akan memimpin negara itu selama satu tahun ke depan.
“Saya baru saja dilantik untuk memimpin komando tertinggi,” kata N’Tam yang diambil sumpah di markas besar militer pada Kamis, seperti dikutip dari AFP.
Krisis yang berujung kudeta terjadi sehari sebelum pengumuman pemenang pemilu. Kandidat oposisi Fernando Dias da Costa mengeklaim kemenangan pada pemilu yang digelar Minggu (30/11) pekan lalu. Ia menuduh Embaló melakukan perebutan kekuasaan untuk mencegahnya menjadi presiden.
Saat ini posisi Dias masih belum jelas. Dari tempat persembunyiannya, Dias menegaskan bahwa dirinya adalah Presiden Guinea-Bissau yang sah.
Adapun kondisi di ibu kota Bissau pada Kamis, setelah kudeta dan kaburnya presiden, tampak tenang.
Sebagian besar toko dan pasar masih tutup. Tentara terlihat di berbagai sudut jalan penting di Bissau.
Militer juga mengeluarkan larangan penyiaran semua program berita. Unjuk rasa turut ditetapkan sebagai tindakan melanggar hukum.
Guinea-Bissau, yang terletak di antara Guinea dan Senegal, merdeka dari Portugal pada 1974. Sejak saat itu, negara penghasil kacang mete utama tersebut telah mengalami empat kali kudeta.