JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan bahwa tuduhan sabotase terhadap sistem persuratan digital PBNU adalah narasi yang keliru dan tidak berdasar. Sebab sistem digital tersebut dirancang sebagai pagar pengaman untuk memastikan setiap dokumen yang diterbitkan benar-benar sesuai ketentuan AD/ART dan prosedur organisasi.
Staf Kesekretariatan PBNU, Mutowif menjelaskan, ketika sebuah surat tidak memenuhi syarat substantif maupun prosedural, sistem secara otomatis menempatkannya pada status draft atau menandainya sebagai "ttd belum sah". Hal tersebut bukan indikasi kerusakan atau manipulasi, melainkan alarm organisasi agar tidak ada keputusan cacat hukum yang dilegitimasi.
“Fakta bahwa QR Code pada surat pemberhentian Gus Yahya menampilkan status belum sah adalah bukti sistem berjalan sebagaimana mestinya, bukan alat sabotase,” tandas Mutowif, di Jakarta, Jumat (28/11/2025).
Mutowif menilai narasi "kudeta digital" sengaja dibangun untuk mengaburkan persoalan yang lebih serius, yaitu adanya langkah yang ia sebut sebagai "kudeta konstitusional" oleh pihak tertentu. Ia menegaskan bahwa AD/ART NU menempatkan Muktamar sebagai pemegang otoritas tertinggi, sehingga tidak ada rapat Harian Syuriyah yang memiliki kewenangan memberhentikan Ketua Umum PBNU.
“Tindakan itu berada di luar ruang kewenangan, ultra vires, dan dilakukan tanpa memberi ruang pembelaan kepada pihak yang dituduh. Prinsip audi alteram partem, hak untuk didengar, diabaikan. Keputusan yang lahir dari prosedur cacat tidak mungkin sah,” jelasnya.