Produk kopi, minuman siap konsumsi, makanan olahan, dan bumbu rempah Indonesia mencuri perhatian para buyer Amerika Serikat (AS). Minat tinggi ini terungkap dalam rangkaian misi dagang Asian American Chamber of Commerce (AACC) ke Indonesia pada 11-18 Oktober 2025 yang diikuti pelaku usaha dan investor dari kawasan Washington DC, Maryland, dan Virginia.
Selain produk makanan dan minuman, buyer AS juga menunjukkan ketertarikan besar pada furnitur, kerajinan, tekstil, fesyen, modest wear, hingga produk wellness dan aromaterapi. Para buyer menilai produk Indonesia memiliki daya saing kuat dari sisi kualitas, keberlanjutan produksi, serta nilai tambah yang sesuai tren pasar AS.
Ketertarikan tersebut turut tercermin dari penandatanganan Letter of Intent (LoI) dan nota kesepahaman (MoU) senilai USD 21,65 juta pada Trade Expo Indonesia (TEI) 2025 yang berlangsung 15-19 Oktober 2025.
Atase Perdagangan RI di Washington DC, Ranitya Kusumadewi, yang memfasilitasi misi dagang ini, menyatakan optimismenya terhadap peningkatan ekspor Indonesia ke AS.
“Capaian misi dagang AACC dapat menjadi langkah lanjutan dalam mendorong ekspor nonmigas Indonesia dan memperkuat hubungan ekonomi Indonesia-AS melalui kolaborasi sektor swasta yang lebih intensif,” ujar Ranitya dalam keterangan resmi Kemendag, Sabtu (29/11).
Ia menekankan setiap peluang dari misi ini akan terus ditindaklanjuti agar berkontribusi pada peningkatan ekspor Indonesia. Misi dagang AACC dipimpin Presiden AACC Cindy Shao dan diikuti 17 peserta dari berbagai sektor usaha.
Kegiatan meliputi kunjungan ke KEK Sanur dan KEK BSD City, forum bisnis, serta partisipasi dalam TEI 2025. Misi ini turut didukung Indonesia Investment Promotion Center (IIPC) New York dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia di New York.
Ranitya juga menyoroti kesiapan pelaku usaha Indonesia dalam menjalin komunikasi dan kerja sama jangka panjang dengan buyer dari AS. “Pelaku usaha Indonesia sudah memahami regulasi dan standar ekspor ke AS. Produk yang kuat dari sisi keunikan, branding, dan storytelling memiliki peluang besar menembus pasar AS,” jelasnya.
Perwakilan perdagangan RI di AS, lanjut Ranitya, berkomitmen memperkuat fasilitasi bagi eksportir dan UMKM, mulai dari informasi kebutuhan pasar, standar kualitas, hingga strategi penetrasi pasar AS. “Kami akan terus memperkuat dukungan bagi UMKM agar mampu bersaing di pasar AS yang potensial,” katanya.
Dari sisi pelaku usaha, apresiasi disampaikan oleh Komang Yati, pendiri UMKM wellness Ayu Nature dari Bali, yang mengikuti sesi Round Table Breakfast Meeting di Bali. Ia menilai misi dagang membuka peluang besar bagi UMKM untuk memperluas jaringan dan mempromosikan produk.
Presiden AACC Cindy Shao juga menyampaikan penghargaan atas dukungan Atase Perdagangan RI dalam penyelenggaraan misi dagang. Ia menegaskan komitmen AACC untuk menindaklanjuti peluang kolaborasi yang terbentuk. “Kami antusias melanjutkan kemitraan ini guna memperkuat hubungan bisnis dengan Indonesia,” ujarnya.
AACC menaungi lebih dari 300 perusahaan lintas sektor dan menjadi jembatan bisnis penting antara AS dan negara-negara Asia, termasuk Indonesia.
Sepanjang Januari-September 2025, total perdagangan Indonesia dan AS mencapai USD 32,58 miliar, tumbuh 15 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Indonesia membukukan surplus USD 13,48 miliar. Sepanjang 2024, total perdagangan kedua negara mencapai USD 38,56 miliar dengan surplus USD 14,52 miliar bagi Indonesia.
Produk ekspor utama Indonesia ke AS meliputi mesin dan peralatan listrik, barang rajutan, alas kaki, pakaian jadi, serta lemak dan minyak nabati. Sementara itu, impor Indonesia dari AS mencakup mesin mekanik, biji-bijian berminyak, ampas industri makanan, peralatan listrik, dan bahan bakar mineral.
