JAKARTA - Kelompok bersenjata menculik 13 perempuan dan seorang bayi dalam penggerebekan semalam di timur laut Nigeria, yang terbaru dari serangkaian penculikan massal yang mengguncang negara Afrika barat itu.
Seorang pengantin wanita dan 10 pengiring pengantin wanitanya termasuk di antara mereka yang diculik pada Sabtu malam hingga Minggu dari Desa Chacho di Negara Bagian Sokoto, kata seorang warga kepada AFP, dikutip dari Al Arabiya (1/12).
Dalam beberapa pekan terakhir, para penyerang telah menculik ratusan orang di seluruh Nigeria, yang telah berjuang untuk menanggapi ancaman yang ditimbulkan oleh kelompok ekstremis dan geng kriminal yang dikenal secara lokal sebagai "bandit."
Kerusuhan tersebut telah menambah tekanan pada Pemerintah Nigeria, dengan Presiden Bola Tinubu mengumumkan keadaan darurat nasional pada Hari Rabu pekan lalu.
Terpisah, Presiden AS Donald Trump telah mengancam intervensi militer di negara terpadat di Afrika tersebut atas apa yang disebutnya pembunuhan umat Kristen oleh ekstremis radikal.
"Para bandit menyerbu desa kami tadi malam dan menculik 14 orang, termasuk seorang pengantin wanita dan 10 pengiring pengantin wanita dari sebuah rumah di lingkungan Zango," ujar warga Desa Chacho, Aliyu Abdullahi.
Di wilayah Nigeria ini, sudah menjadi tradisi bagi para pengantin muda untuk menghabiskan malam pertama pernikahan mereka bersama para pengiring pengantin wanita di rumah baru mereka, dan sang suami baru akan menetap kemudian.
Seorang bayi, ibu bayi tersebut, dan seorang perempuan lain juga diculik, tambah Abdullahi.
Penculikan semakin meluas di Nigeria setelah kelompok ekstremis Boko Haram menculik 276 gadis remaja di Chibok, di timur laut, yang memicu kecaman internasional.
Selain ekstremis radikal, geng-geng bandit juga telah menebar kekerasan di wilayah barat laut dan tengah Nigeria, di mana mereka melakukan penculikan untuk meminta tebusan, menyerang desa-desa, membunuh penduduknya dan membakar rumah-rumah setelah menjarah mereka.
Menurut Abdullahi, Chacho telah menjadi sasaran para bandit pada Bulan Oktober, yang menculik 13 orang.
"Kami harus membayar tebusan untuk mengamankan kebebasan. Sekarang, kami menghadapi situasi yang sama," ujarnya.
Sebuah laporan intelijen Nigeria yang dilihat AFP mengonfirmasi serangan tersebut.
"Sokoto mengalami peningkatan signifikan dalam penculikan yang diprakarsai bandit pada Bulan November, yang berpuncak pada jumlah serangan serupa tertinggi dalam setahun terakhir," demikian temuan laporan tersebut.
Laporan tersebut menunjukkan kesepakatan yang dicapai oleh negara-negara tetangga dengan harapan agar para bandit setuju untuk menghentikan aktivitas mereka mungkin turut bertanggung jawab atas peningkatan tersebut.
Para pakar keamanan sering mengkritik perjanjian-perjanjian ini, dengan alasan perjanjian-perjanjian tersebut memungkinkan geng-geng untuk mempertahankan diri di tempat persembunyian mereka sambil melanjutkan serangan mereka di tempat lain.
"Akibatnya, beberapa bandit mungkin pindah ke daerah-daerah dengan tekanan militer yang lebih rendah. Pergeseran ini dapat menyebabkan lebih banyak penculikan massal di tempat-tempat seperti Sokoto, yang berujung pada peningkatan serangan penculikan massal untuk meminta tebusan," tambah laporan tersebut.
Pekan lalu, PBB mengecam lonjakan penculikan massal di Nigeria utara-tengah, mendesak pihak berwenang untuk mengambil langkah-langkah guna menghentikan serangan dan membawa para pelaku ke pengadilan.
"Kami terkejut dengan lonjakan penculikan massal baru-baru ini di Nigeria utara-tengah," ujar juru bicara kantor hak asasi manusia PBB Thameen Al-Kheetan kepada para wartawan di Jenewa.
"Kami mendesak pihak berwenang Nigeria, di semua tingkatan, untuk mengambil semua langkah hukum guna memastikan serangan keji tersebut dihentikan dan meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab," lanjutnya.
Komentarnya muncul ketika penculikan ratusan warga Nigeria baru-baru ini, termasuk hampir 350 anak sekolah hanya dalam hitungan hari, telah memicu kembali perdebatan sengit tentang krisis keamanan yang terus-menerus melanda negara tersebut.
"Setidaknya 402 orang, sebagian besar anak sekolah, telah diculik di negara bagian Niger, Kebbi, Kwara dan Borno sejak 17 November," kata Kheetan, seraya menambahkan "hanya 88 dari mereka yang dilaporkan telah dibebaskan atau melarikan diri dari para penculiknya."
Ia mendesak "pihak berwenang Nigeria untuk memastikan pemulangan yang aman bagi semua yang masih ditawan kepada keluarga mereka, dan untuk mencegah penculikan lebih lanjut."