Kebakaran besar terjadi di beberapa menara apartemen tinggi di Wang Fuk Estate, Tai Po, New Territories, Hong Kong, menimbulkan korban jiwa dan luka dalam jumlah besar. Berbagai bukti menunjukkan bahwa insiden ini merupakan rangkaian kelalaian pengawasan dan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi standar—sebuah bencana buatan manusia. Masalah mencakup tidak adanya sistem alarm kebakaran di gedung dan penggunaan jaring pelindung tahan api buatan perusahaan Tiongkok yang tidak memenuhi standar.
Warga Hong Kong: “Semua habis terbakar… ya Tuhan, betapa menyedihkannya!”
EtIndonesia. Pada 26 November 2025 sore, kebakaran tiba-tiba terjadi di Wang Fuk Estate. Api dengan cepat menjalar dari satu blok bangunan ke tujuh blok lainnya, mempengaruhi lebih dari 1.900 unit dan 4.400 penduduk. Hingga 28 November sore, jumlah korban tewas telah mencapai 128 orang dan ratusan lainnya masih dinyatakan hilang.
Banyak penghuni mengatakan bahwa saat kebakaran terjadi, alarm kebakaran tidak berfungsi, listrik padam saat mereka melarikan diri, nomor hotline pemerintah tidak bisa dihubungi, dan manajemen lapangan kebakaran sangat kacau.
“Saya merasa kebakaran ini 30% bencana alam, 70% bencana buatan manusia. Mengapa tidak segera ditemukan dan dilaporkan? Bagaimana kecepatan respon pemadam kebakaran? Apakah peralatan cukup? Semua ini adalah faktor manusia,” kata Mantan pengacara Beijing sekaligus Ketua Aliansi Demokratik Kanada, Lai Jianping.
Wang Fuk Estate sedang menjalani proyek renovasi, dengan perancah bambu dan jaring pelindung dipasang di dinding luar. Para penghuni telah membayar lebih dari 100.000 dolar Hong Kong untuk biaya proyek tersebut.
Namun, banyak dari mereka menuding bahwa proyek tersebut penuh bahaya—pekerja merokok, perancah bambu sangat mudah terbakar, dan mereka mencurigai kontraktor sengaja menghemat biaya dengan mengabaikan keselamatan.
“Sejak Hong Kong sepenuhnya dikuasai Partai Komunis Tiongkok, ia berubah seperti kota tingkat provinsi. Sistem hukum, pola pikir, hingga gaya kerja ala Tiongkok—licik, menipu, memotong biaya, proyek asal-asalan, komisi suap—semuanya dibawa ke Hong Kong,” kata Lai Jianping dengan mengatakan bahwa gaya kerja ala daratan telah masuk ke Hong Kong.
Di media sosial, banyak warga Hong Kong secara langsung menyimpulkan bahwa kebakaran ini adalah bencana buatan manusia. Ada juga yang mengungkap bahwa jaring pelindung yang digunakan kontraktor adalah produk tidak berkualitas buatan perusahaan Tiongkok, dan Kepala Departemen Pemadam Kebakaran Hong Kong telah menerima laporan tentang ketidaksesuaian tersebut namun tidak mengambil tindakan—diduga terkait kongkalikong dengan pihak perusahaan.
“Kontraktor renovasi gedung-gedung ini adalah Hongye Construction, anak perusahaan China Railway Construction, dengan total tender 330 juta HKD. Mereka menggunakan material dari Tiongkok, jaring pelindung yang tidak memenuhi standar, ditambah pekerja Tiongkok merokok di lokasi—semua ini memicu kebakaran,” ujar ekonom Tionghoa di AS, Cai Jingleng (Finance Cold Eye).
Polisi Hong Kong mengumumkan hasil penyelidikan awal: perusahaan konstruksi menggunakan jaring pelindung dan plastik yang tidak tahan api, serta menutup jendela dengan bahan busa, menyebabkan api cepat menyebar dan menghambat evakuasi. Tiga eksekutif perusahaan telah ditangkap atas dugaan kelalaian yang menyebabkan kematian.
Namun, publik menilai akar dari masalah ini adalah “mainlandisasi” Hong Kong. Setelah Beijing menguasai Hong Kong, ekonomi merosot, keamanan memburuk, dan proyek publik sering bermasalah, mencerminkan kemunduran sistem pengawasan dan manajemen.
“Setelah Undang-Undang Keamanan Nasional diberlakukan, Beijing mengendalikan seluruh politik Hong Kong dan mereformasi sistem pengawasannya. Perusahaan-perusahaan Tiongkok masuk besar-besaran ke proyek publik Hong Kong. Dengan jaringan hubungan dan kepentingan itu, mereka mudah memenangkan tender besar—dan kualitas pekerjaan pun menjadi seperti di Tiongkok daratan,” ujar penulis Tionghoa-Kanada Sheng Xue.
Di daratan Tiongkok, proyek bangunan asal-asalan sudah umum, sering menyebabkan runtuhnya jembatan dan gedung karena praktik “mengurangi bahan” dan korupsi.
Sheng Xue menambahkan: “Kejadian di Hong Kong ini bukan kejadian yang benar-benar mengejutkan. Selama sistem semacam ini merasuk ke Hong Kong, bencana seperti ini hanya menunggu waktu.”
Seorang warganet menulis dengan getir: “Mutiara Timur telah jatuh. Pusat keuangan dunia berubah menjadi reruntuhan. Pelabuhan bebas kini seperti penjara. Inilah hasil dari ‘Satu Negara, Dua Sistem’ ala Partai Komunis. Pelabuhan makmur yang dibangun Inggris luluh lantak di tangan mereka.” (Hui)
Diedit/Diwawancarai oleh Li Yun;Wang Mingyu