Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyinggung para kepala daerah yang kerap menyalahkan curah hujan tinggi saat terjadi bencana alam. Badan tersebut juga mengingatkan kepala daerah untuk memahami mitigasi bencana.
Deputi Bidang Sistem dan Strategi BNPB Raditya Jati mengingatkan kepala daerah bahwa penting untuk memahami mitigasi bencana dimulai dari penetapan status hingga antisipasi. Tujuannya agar daerah tak hanya bergantung pada pemerintah pusat jika terjadi bencana.
“Seringkali terjadi dan seringkali menyalahkan curah hujan yang tinggi sehingga mereka tidak siap,” kata Raditya dalam Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah, di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin (1/12).
Raditya mengatakan, permasalahan bisa juga timbul karena tata ruang yang tidak sesuai aturan. Hal itu ia berdasarkan data yang dimiliki oleh BNPB.
“Contoh saja beberapa wilayah di Jabodetabekpunjur, banyak rumah-rumah yang tinggal persis melanggar sempadan sungai. Kami punya datanya, kami ada datanya via satelit,” katanya.
Raditya Jati juga menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor untuk memastikan keamanan utamanya di daerah rawan bencana alam.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Teuku Faisal Fathani mengingatkan kepada para kepala daerah tentang curah hujan tinggi yang akan terjadi di akhir tahun 2025.
“Untuk periode Desember hingga Januari, curah hujan tinggi hingga sangat tinggi itu diprediksi terjadi di wilayah selatan Indonesia. Termasuk Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagian Sulawesi Selatan dan Papua Selatan,” kata Teuku dalam paparannya.
Teuku Faisal mengatakan, periode November 2025 hingga April 2026 merupakan masa pertumbuhan bibit siklon tropis di selatan Indonesia. Bibit tersebut berpotensi menimbulkan hujan lebat dan angin kencang.
“Ini meningkatkan potensi hujan di beberapa wilayah terutama Sumatra Utara, Kepulauan Riau, Jambi, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, Sulawesi Barat dan Papua,” kata dia.
Salah satu yang bisa dilakukan BMKG adalah menggelar operasi modifikasi cuaca. Meski demikian, Teuku mengatakan operasi hanya bisa dilakukan jika Gubernur telah menerbitkan status siaga darurat di wilayahnya.
“Biayanya sangat mahal Bapak-Ibu, jadi mohon nanti kami akan menerapkan skala prioritas,” kata Teuku