Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan harga emas perhiasan kembali merangkak naik dan mempertahankan posisinya sebagai penyumbang inflasi selama 27 bulan tanpa jeda hingga November 2025. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengatakan komoditas ini masih menjadi pendorong terbesar di kelompok pengeluaran perawatan pribadi dan jasa lainnya.
“Emas perhiasan menjadi komoditas penyumbang terbesar dalam kelompok ini dan telah mencatat inflasi selama 27 bulan berturut-turut,” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Senin (1/12).
Pudji menjelaskan, inflasi emas perhiasan pada November 2025 mencapai 3,99 persen dengan sumbangan inflasi 0,08 persen. Angka itu sebenarnya turun dibandingkan bulan sebelumnya, tetapi tetap cukup kuat untuk mengerek inflasi kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya. Kelompok ini mencatat inflasi 1,21 persen dan memberikan andil 0,09 persen, tertinggi pada periode laporan.
Secara keseluruhan, inflasi Indonesia pada November 2025 tercatat 0,17 persen secara bulanan (month to month/mtm), lebih rendah dari Oktober yang sebesar 0,28 persen mtm. Secara tahunan, inflasi melandai menjadi 2,72 persen dari sebelumnya 2,86 persen.
“Secara tahun kalender atau year to date terjadi inflasi sebesar 2,27 persen,” ungkapnya.
Selain emas, inflasi November juga terdorong tarif angkutan udara dengan andil 0,04 persen. Sejumlah komoditas pangan turut menambah tekanan, seperti bawang merah yang menyumbang 0,03 persen, serta ikan segar dan wortel masing-masing 0,02 persen.
Namun laju inflasi tertahan oleh beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga. Daging ayam ras menjadi penahan terbesar dengan andil deflasi 0,03 persen. Beras dan cabai merah menahan 0,02 persen, sementara telur ayam ras dan kentang masing-masing berkontribusi deflasi 0,01 persen.