PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat fitur transaksi Repurchase Agreement (Repo) pada Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif (SPPA) telah mencapai lebih dari Rp 642 triliun hingga 28 November 2025. Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menyampaikan jumlah tersebut setara dengan 28 persen pangsa pasar transaksi inter-dealer di pasar sekunder Indonesia.
“Transaksi total Repo yang menembus lebih dari 642 triliun hingga 28 November 2025 atau setara dengan 28 persen pangsa pasar transaksi inter-dealer pada pasar sekunder di Indonesia,” kata Iman dalam acara Grand Launching SPPA Repo di PT Bursa Efek Indonesia, Jakarta Selatan, Senin (1/12).
Iman menyatakan, sejak implementasi transaksi Repo pada 10 Maret 2025, BEI mendapatkan respons yang sangat positif dari para pelaku pasar. Capaian tersebut dipandang sebagai bukti kehadiran SPPA mampu menjawab kebutuhan industri akan platform transaksi yang terstandardisasi, aman, transparan, dan efisien, sekaligus memperkuat likuiditas serta pendalaman pasar surat utang nasional.
Saat ini, SPPA mengakomodasi perdagangan surat utang oleh 39 pengguna jasa, yang terdiri dari bank umum, bank pembangunan daerah, dan perusahaan sekuritas melalui dua mekanisme, yaitu order book dan bilateral OTC trading. Dengan demikian, SPPA menjadi platform dengan mekanisme matching yang paling lengkap, khususnya untuk instrumen OTC.
“Hal ini memudahkan seluruh pelaku pasar untuk dapat melakukan perdagangan secara seamless, mulai dari pre-trade risk management sampai dengan post-trade regulatory reporting requirement,” jelas Iman.
Ia mencatat, surat utang di SPPA tercatat meningkat signifikan hingga 158,3 persen, dari Rp 231 triliun menjadi hampir Rp 600 triliun year to date (ytd). Jika digabungkan dengan transaksi Repo, total nilai transaksi SPPA mencapai lebih dari Rp 1.200 triliun year to date. Sejak diimplementasikan, transaksi Repo pun menunjukkan peningkatan signifikan rata-rata nilai Rp 3,4 triliun per hari, atau 28 persen pangsa pasar inter-dealer.
“Bahkan transaksi Repo sudah sempat mencapai nilai tertingginya sebesar Rp 23 triliun pada tanggal 27 November 2025. Tenor transaksi Repo di SPPA yang paling banyak berlangganan adalah overnight atau ON, yang mencapai sekitar 49 dari total seluruh transaksi,” lanjut Iman.
Platform SPPA Resmi Kantongi Izin BI-OJKAdapun persetujuan Izin Operasional SPPA sebagai penyedia Electronic Trading Platform (ETP) antarpasar dari Bank Indonesia (BI) telah resmi diterbitkan pada Jumat (28/11) dan kemudian dirayakan dalam seremoni pada Senin (1/12).
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, mengatakan izin ini semakin memperkuat peran SPPA sebagai platform transaksi yang dipercaya Bank Indonesia untuk instrumen pasar uang, khususnya repo.
“Penguatan SPPA Repo tidak dapat dilepaskan dari Undang-Undang P2SK yang memberikan mandat jelas bagi koordinasi lintas otoritas dalam pengembangan infrastruktur pasar dan transaksi lintas pasar,” ucap Inarno dalam kesempatan yang sama.
Dengan menguatnya pasar, ia menilai penting untuk melihat kerangka hukum yang menjadi dasar pengembangan SPPA Repo.
“Sejalan dengan mandat tersebut, BI dan OJK telah melakukan koordinasi erat dalam pengaturan Repo SBN, melaksanakan FGD dan juga audiensi dengan pemangku kepentingan serta menyelaraskan peran dalam kerangka Twin Peaks Regulators,” tutur Inarno.