MESKIPUN laju transformasi digital semakin cepat, adopsi Kecerdasan Artifisial (AI) di Indonesia kini memasuki fase yang jauh lebih kompleks. Tantangan utama bukan lagi sekadar otomatisasi, melainkan bagaimana mengintegrasikan AI secara mendalam ke dalam proses bisnis, pendidikan, dan riset dengan menjamin aspek keamanan, etika, dan kepatuhan regulasi.
Isu ini menjadi sorotan utama dalam Ingram Micro Innovation Day 2025 yang diselenggarakan di Jakarta pada Selasa (9/12). Para pemimpin teknologi berkumpul untuk membahas strategi percepatan inovasi berbasis AI tanpa mengorbankan tata kelola dan keamanan.
President Director Ingram Micro Indonesia, Mulia Dewi Karnadi, menyoroti bahwa banyak organisasi masih kesulitan melangkah dari tahap pilot project AI menuju implementasi produksi. Hambatan ini dipicu oleh kurangnya integrasi antara infrastruktur cloud, perangkat, orkestrasi data, dan keamanan siber.
“Kami menyadari bahwa inovasi merupakan kunci survival di era digital yang kompetitif, dinamis, dan penuh tantangan ini, dengan adopsi teknologi sebagai motor perubahannya,” ujar Dewi Karnadi.
Ia menegaskan bahwa inovasi berbasis AI hanya akan bernilai ketika diimplementasikan secara terukur dan aman.
Senada dengan hal itu, CEO & Founder EPSINDO, Rene Indiarto Widjaja, melihat bahwa kebutuhan pasar telah bergeser dari sekadar eksperimen menuju implementasi nyata yang menuntut tata kelola data sejak fase desain.
“Pasar menuntut tata kelola data sejak fase desain, integrasi vendor, hingga pencapaian hasil yang cepat dan terukur,” jelas Rene.
Ia menekankan bahwa AI harus dipandang sebagai alat pendorong efisiensi dan inovasi lintas sektor, dengan menjadikan privasi dan etika sebagai pijakan utama.
AI Dorong Riset dan Pembelajaran AdaptifKemajuan AI juga terlihat signifikan di sektor pendidikan. Rektor Institut Teknologi Del, Dr. Arnaldo Marulitua Sinaga, memaparkan bagaimana peningkatan kemampuan komputasi super kampus sejak Agustus 2025 telah mempercepat riset *big data*, mulai dari genomik hingga hortikultura.
“Mahasiswa dan dosen kini dapat menuntaskan riset yang sebelumnya terkendala oleh keterbatasan komputasi,” ungkap Arnaldo.
Lebih lanjut, AI dimanfaatkan untuk mengembangkan metode pembelajaran adaptif berbasis data dan mendukung proyek seperti sistem informasi wisata Danau Toba berbasis chatbot.
“Organisasi kami memanfaatkan kemampuan komputasi super untuk mendorong riset dan pembelajaran berbasis AI dengan tata kelola, etika, serta keamanan sebagai fondasinya,” tambahnya.
Secara keseluruhan, tantangan adopsi AI mencakup kekurangan talenta digital, fragmentasi data, dan risiko keamanan siber. Untuk mengatasi hal ini, para pelaku industri mendorong konsep intelligent growth – pertumbuhan cerdas yang menyelaraskan inovasi dengan keamanan, regulasi, dan tanggung jawab sosial.
Ingram Micro menegaskan kembali komitmennya sebagai mitra strategis untuk membantu organisasi mencapai transformasi digital berbasis AI yang aman, efektif, dan berkelanjutan. (Z-1)



