FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendukung peningkatan alokasi anggaran khusus bagi layanan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual terhadap anak.
Sepanjang Januari hingga November 2025, Kemen PPPA mencatat sebanyak 16.196 kasus kekerasan terjadi pada anak-anak, dimana 9.457 kasusnya termasuk dalam kategori kekerasan seksual.
Ironisnya, terjadi pemangkasan anggaran tahunan Kemen PPPA sebesar 53%, sehingga layanan perlindungan anak semakin terbatas.
Fakta ini menunjukkan bahwa isu kekerasan seksual terhadap anak belum menjadi prioritas yang mendapatkan perhatian serius.
Tanpa dukungan anggaran yang memadai, banyak korban tidak mendapatkan layanan psikososial, pendampingan hukum, maupun pemulihan yang layak.
Peningkatan anggaran akan memungkinkan program pencegahan diperluas melalui edukasi masyarakat, penguatan kapasitas aparat daerah, serta pemulihan yang lebih cepat dan berkualitas untuk mengurangi risiko trauma berkepanjangan.
Implementasi kebijakan di tingkat daerah masih lemah karena isu ini belum masuk program prioritas. Dengan anggaran yang cukup, koordinasi lintas sektor akan lebih efektif, sehingga upaya perlindungan anak dapat berjalan optimal dan angka kekerasan seksual dapat ditekan secara nyata.
“Kami mendukung upaya kolaboratif ini untuk memperkuat kebijakan dan memastikan anggaran yang memadai bagi perlindungan anak. Dengan sinergi antara pemerintah, organisasi masyarakat, dan media, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak Indonesia,” kata Ciput Eka Purwianti, Asisten Deputi Penyediaan Layanan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam keterangannya, Rabu (10/12).
Perlindungan anak dari kekerasan seksual tidak bisa dilakukan oleh satu pihak saja, melainkan membutuhkan sinergi yang kuat antara kebijakan, anggaran, dan implementasi di lapangan.
Untuk menurunkan angka kekerasan seksual secara berkelanjutan, butuh langkah nyata mulai dari menciptakan regulasi yang berpihak pada anak, dukungan anggaran yang memadai dan kolaborasi lintas sektor.
Satrio Rahargo, Manajer Perlindungan dan Partisipasi Anak WVI menyampaikan, perlindungan anak dari kekerasan seksual bukan hanya tanggung jawab moral, tetapi juga kebijakan yang harus didukung anggaran memadai.
“Wahana Visi Indonesia senantiasa berkomitmen untuk memastikan suara anak didengar dan kebijakan berpihak pada mereka. Atas dasar tersebut, Project ANANDA hadir untuk anak-anak Indonesia,” ungkap Satrio. (Pram/fajar)





