Bisnis.com, YOGYAKARTA — Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti angkat bicara terkait kemungkinan adanya suntikan anggaran dari APBN sebagai kompensasi penghapusan tunggakan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Ghufron menuturkan, diskusi mengenai kebijakan pemutihan tersebut masih berada di ranah pemerintah pusat, sehingga keputusan final berada di tangan Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin.
Terkait kemungkinan adanya pemberian dana dari APBN sebagai kompensasi penghapusan tunggakan, Ghufron menyatakan hal tersebut merupakan opsi, namun bukan syarat mutlak bagi BPJS Kesehatan.
“Kalau memang diberi kompensasi tentu lebih baik, tapi kalau tidak juga tidak apa-apa. Ini kan untuk membantu orang-orang yang memang tidak berdaya dan kesulitan mengakses layanan,” ujar Ghufron saat ditemui di sela acara 1st Indonesia Healthcare Anti-Fraud Forum (INAHAFF) Conference di Yogyakarta, Rabu (10/12/2025).
Dia melanjutkan, dampak pemutihan terhadap kondisi keuangan BPJS Kesehatan dinilai tidak signifikan. Ghufron menyebut, kebijakan ini justru dapat meringankan beban operasional lembaga dalam melakukan penagihan.
Ghufron juga menegaskan, pemutihan itu tidak akan berdampak pada Dana Jaminan Sosial (DJS) yang menjadi sumber dana utama BPJS Kesehatan untuk membiayai layanan kesehatan peserta JKN.
Baca Juga
- Lindungi Masyarakat Miskin, Menko Cak Imin Dorong Pemberantasan Fraud JKN
- BPJS Kesehatan Waspada Era Digital Picu Peningkatan Risiko Fraud JKN
- Pentingnya Hidup Sehat, Divya Imbau Peserta Pastikan Keaktifan JKN
“Kami justru lega karena tidak perlu mengejar-ngejar tunggakan kepada peserta yang memang sudah tidak ada kemampuan, atau bahkan tidak bisa lagi dihubungi,” tutup Ghufron.
Dia menjelaskan, kebijakan pemutihan dibutuhkan untuk menyelesaikan persoalan tunggakan peserta yang secara ekonomi tidak mampu.
Ghufron memaparkan, mayoritas penunggak berasal dari kelompok masyarakat miskin yang telah berpindah segmen kepesertaan menjadi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) yang dibiayai pemerintah daerah, tetapi masih meninggalkan kewajiban iuran dari segmen sebelumnya.
Dia menuturkan, dana yang dikelola BPJS Kesehatan merupakan dana publik sehingga penggunaannya wajib dipertanggungjawabkan dan diaudit rutin oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Oleh karena itu, penghapusan tunggakan harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menimbulkan persoalan hukum atau disalahgunakan.
“Dana BPJS itu dana publik dan dana negara, sehingga setiap tahun kami diperiksa BPK. Pemutihan harus diatur dengan baik supaya tidak disalahgunakan,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, besaran dana kompensasi untuk pemutihan itu muncul dari pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa seusai rapat bersama Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti pada Rabu (22/10/2025) lalu.
Purbaya menyampaikan bahwa pemutihan itu dibahas di sela-sela persiapan anggaran BPJS Kesehatan untuk 2026. Laporan pendahuluan itu disampaikan ke Menkeu sebelum nantinya dibahas lebih lanjut oleh tim teknis.
Dia menyebut kebutuhan anggaran untuk pemutihan tunggakan diperkirakan sekitar Rp20 triliun.
"Tadi minta dianggarkan berapa, Rp20 triliun sesuai dengan janji Presiden. Itu sudah dianggarkan," ungkapnya kepada wartawan di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Meski begitu, dia belum memerinci lebih lanjut berapa orang atau penerima BPJS Kesehatan yang akan dihapus tunggakannya. Termasuk apakah yang dianggarkan dibebankan dari dana badan atau suntikan langsung dari APBN.



/https%3A%2F%2Fcdn-dam.kompas.id%2Fphoto%2Fori%2F2022%2F09%2F08%2Fd3a7486f-310d-4af8-a00f-3d66b4ed71fe.jpg)