JAKARTA, KOMPAS – Salah satu pendiri Harian Kompas, Jakob Oetama memperoleh penghargaan pengabdian seumur hidup atau lifetime achievement pada kategori “Tokoh Pers” dalam Anugerah Dewan Pers 2025. Sepanjang hidup, kiprah jurnalistiknya selalu menekankan nilai kemanusiaan dan empati. Keteguhannya memegang nilai itu membuatnya menjadi pedoman bagi para jurnalis penerusnya.
Penghargaan tersebut diberikan oleh Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat kepada perwakilan keluarga Jakob Oetama, sekaligus Pemimpin Umum Harian Kompas, Lilik Oetama, pada malam Anugerah Dewan Pers 2025, di Balai Kota Jakarta, Rabu (10/12/2025) malam.
“Bapak Jakob Oetama adalah sosok jurnalis kawakan yang memperkenalkan jurnalisme bijak, hati-hati, dan humanis. Menurut beliau, pers bukan hanya sebagai penyampai fakta, tetapi juga penjaga nalar publik. Integritas harus diiringi dengan empati,” kata anggota Dewan Pers Maha Eka Swasta, saat membacakan alasan pemberian penghargaan itu.
Saya rasa saat ini mungkin Bapak di atas juga tahu. Mudah-mudahan Bapak bahagia di sana.
Menurut Maha, jejak panjang karier jurnalistik Jakob yang sarat nilai itu mendudukannya bukan hanya sebagai pemimpin. Ia menilai, banyak pihak turut menjadikannya teladan perihal bagaimana jurnalisme itu dijalankan. Lebih dari menekankan akurasi pemberitaan, tetapi memastikan berita yang dihasilkan itu penuh rasa tanggung jawab kepada publik.
Atas penghargaan itu, Lilik mengucapkan banyak terima kasih. Tak terkecuali ucapan terima kasih dilayangkannya bagi segenap keluarga besar Kompas Gramedia. Ia menyebut jika penghargaan itu ikut membuat ayahnya berbahagia.
“Saya rasa saat ini mungkin Bapak di atas juga tahu. Mudah-mudahan Bapak bahagia di sana,” kata Lilik.
Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat menyatakan, penghargaan-penghargaan yang malam itu diberikan sebagai bentuk apresiasi tertinggi bagi insan pers yang termasuk salah satu pilar demokrasi. Untuk itu, lembaganya akan menjaga komitmen demi memperkuat tegaknya kebebasan dan kemerdekaan pers yang berpegang teguh pada kode etik jurnalistik.
Secara khusus, Komaruddin turut menyinggung pemberian anugerah seumur hidup bagi tokoh yang peduli pada perdamaian dan kemanusiaan. Untuk itu, pihaknya mengajak semua pihak senantiasa menjaga ekosistem pers yang sehat.
“Marilah kita jadikan momen ini sebagai penegasan kembali komitmen bersama kita untuk menjaga ekosistem pers yang sehat, adil, dan bermartabat,” kata Komaruddin.
Selain pemberian penghargaan, Komaruddin juga mengumumkan rencana lembaganya untuk meluncurkan Indeks Kemerdekaan Pers pada Desember ini. Menurutnya, aspek kemerdekaan pers di Indonesia seakan mendapatkan banyak sorotan dalam berbagai forum internasional. Ia menyebut jika hasil indeks menunjukkan perbaikan walau sedikit.
“Walaupun hanya satu atau dua poin, ini ada peningkatan perbaikan. Sekali lagi dalam forum internasional selalu ditanyakan soal Indeks Kemerdekaan Pers yang kurang membahagiakan. Ini menjadi agenda kami semua untuk memperbaikinya,” kata Komaruddin.
Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media, Kementerian Komunikasi dan Digital, Fifi Aleyda Yahya mengatakan, ajang penganugerahan itu hendaknya menjadi momen perenungan akan perjalanan panjang pers Indonesia. Pihaknya berharap agar para jurnalis bisa selalu menjaga cahaya kebenaran seiring masifnya gempuran disrupsi digital.
Fifi menuturkan, pihaknya menyadari dunia berubah begitu cepat dan ikut mengubah cara manusia bekerja, berpikir, termasuk mempercayai suatu hal. Kemajuan teknologi juga memberi ruang bagi setiap orang agar bisa menjadi pewarta.
Tetapi, Fifi melanjutkan, tidak semua orang bisa benar-benar menjaga kebenaran atas beragam temuan fakta lapangan. Hal itulah yang membuat keberadaan pers semakin krusial guna menghasilkan pemberitaan yang beretika, berpihak pada publik, dan menjadi jangkar informasi di tengah gelombang informasi yang kian deras.
“Kami memandang pers bukan hanya sebagai mitra strategis tetapi juga penjaga nalar bangsa. Pers adalah bagian dari ekosistem komunikasi publik yang menumbuhkan demokrasi dan kepercayaan,” kata Fifi.
Hal senada diutarakan Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung. Pihaknya memandang pers adalah pilar demokrasi yang wajib dijaga kemerdekaannya. Sebagai pejabat publik, ia menyatakan, ikut menjamin terjaganya kebebasan pers.
Bahkan, Pramono mengaku sebagai salah seorang yang ikut mengesahkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, sewaktu masih menjabat anggota DPR.
“Saya termasuk salah satu orang yang 25 tahun, ditambah lima tahun, artinya sudah 30 tahun tidak pernah sama sekali menelepon atau mengoreksi pemberitaan, termasuk ketika mengawal 10 tahun di istana (Kepresidenan),” kata Pramono, yang sempat menjadi Sekretaris Kabinet, semasa kepemimpinan Presiden ke-7 Joko Widodo.
Selain Jakob, penghargaan seumur hidup diberikan kepada dua sosok lain dalam kategori berbeda. Kedua sosok itu yakni Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla serta wartawan Tribun Banten Muhammad Rifky Juliana.
Kalla menerima penghargaan kategori “Tokoh Kemanusiaan dan Perdamaian” sedangkan Rifky menerima kategori sebagai “Wartawan Tangguh”. Kategori “Wartawan Tangguh” diberikan bagi Rifky yang pernah dikeroyok ketika menjalankan tugas peliputan. Hingga kini, ia masih bertahan pada profesinya.
Kendati penghargaan yang diterimanya terkait kiprah perdamaian dan kemanusiaan, Kalla juga mengisahkan kedekatannya dengan wartawan. Ia mengenang masa-masa menjabat Wakil Presiden ke-12. Ia sering meluangkan waktu untuk diwawancarai wartawan sebagai bentuk keterbukaan informasi.
“Setiap Jumat, waktu (menjadi) wapres, saya konferensi pers sambil jalan begitu. Apa saja pertanyaan silakan. Dan, tidak ada off the record. Tanya apa saja. Bagi saya itu cukup menjadi bentuk kemerdekaan pers,” kata Kalla.



