Penulis: Fityan
TVRINews – Phnom Penh. Kamboja
Bentrokan Sengit Meluas ke Lima Provinsi, Ratusan Ribu Mengungsi
Pertempuran sengit di wilayah perbatasan yang disengketakan antara Kamboja dan Thailand telah memaksa lebih dari setengah juta penduduk mengungsi ke tempat penampungan darurat, seperti pagoda dan sekolah. Eskalasi konflik terbaru ini telah menewaskan sedikitnya 13 orang, termasuk tentara Thailand dan warga sipil Kamboja, sejak pecah kembali tiga hari lalu Selasa, 9 Desember 2025.
Bentrokan yang melibatkan jet tempur, tank, dan drone ini kini telah meluas ke lima provinsi di kedua negara Asia Tenggara tersebut. Perselisihan ini berakar dari penetapan batas-batas era kolonial sepanjang 800 kilometer dan klaim yang saling bersaing atas kuil-kuil bersejarah.
Ini adalah gelombang pertempuran paling mematikan sejak gencatan senjata yang rapuh disepakati Juli 2025 lalu. Kedua belah pihak saling menyalahkan atas pemicu konflik yang kembali berkobar.
Juru Bicara Kementerian Pertahanan Thailand, Surasant Kongsiri, mengonfirmasi bahwa lebih dari 400.000 orang telah dipindahkan ke tempat penampungan yang aman di tujuh provinsi, dengan alasan "ancaman yang akan segera terjadi terhadap keselamatan mereka." Seperti di lansir Al Jazeera Kamis 11 Desember 2025.
Di pihak Kamboja, juru bicara Kementerian Pertahanan Nasional, Maly Socheata, melaporkan bahwa "101.229 orang telah dievakuasi ke tempat penampungan aman dan rumah kerabat di lima provinsi."
Serangan Udara dan Keresahan Sipil
Laporan menunjukkan peningkatan intensitas serangan, termasuk penggunaan serangan udara. Kantor berita Thailand, Matichon, melaporkan bahwa militer negara itu telah mengerahkan jet F-16 untuk menyerang "satu sasaran militer Kamboja" di sepanjang perbatasan. Sebaliknya, situs berita Kamboja, Cambodianess, melaporkan serangan jet F-16 Thailand di dua wilayah Kamboja.
Thailand juga melaporkan roket yang ditembakkan dari Kamboja mendarat di dekat Rumah Sakit Phanom Dong Rak di Surin pada Rabu pagi, memaksa staf dan pasien berlindung di bunker.
Sementara itu Rob McBride dari Al Jazeera, yang meliput dari provinsi Surin, Thailand, melaporkan bahwa pertempuran telah terjadi di hampir semua provinsi perbatasan. "Ratusan ribu orang kini di kedua sisi perbatasan telah mencari perlindungan, seperti yang mereka lakukan di masa lalu, seiring berlanjutnya pertempuran," ujarnya.
Sedangkan Barnaby Lo, melaporkan dari Oddar Meanchey, Kamboja barat laut, menggambarkan kondisi di pusat-pusat evakuasi.
"Orang-orang di sini mengatakan bantuan tidak cukup memadai," kata Lo, menyoroti kondisi yang "jauh dari ideal" dengan banyak pengungsi berlindung di bawah terpal darurat.
Keprihatinan Internasional dan Reaksi Politik
Kondisi keamanan yang memburuk tercermin dari keputusan Kamboja untuk menarik diri dari Pesta Olahraga Asia Tenggara (SEA Games) yang sedang berlangsung di Thailand pada hari Rabu, dengan alasan "kekhawatiran serius" dari keluarga atlet.
Sementara itu, Human Rights Watch (HRW) menyuarakan kekhawatiran tentang keselamatan warga sipil.
Sunai Phasuk dari HRW menyatakan bahwa pertempuran "meningkat dengan cepat" dan bahwa penggunaan senjata jarak jauh oleh Kamboja, khususnya, menimbulkan bahaya serius bagi warga sipil yang mengungsi.
Di tengah meningkatnya krisis, Presiden Senat Kamboja dan mantan Perdana Menteri, Hun Sen, dilaporkan menyarankan serangan balasan terhadap Thailand. Menanggapi situasi ini, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan akan menelepon untuk menghentikan konflik.
Namun, Menteri Luar Negeri Thailand Sihasak Phuangketkeow kepada Al Jazeera menyatakan Bangkok tidak melihat adanya potensi negosiasi karena mereka tidak memulai bentrokan.
Ketegangan telah memanas sejak bulan lalu ketika Thailand menangguhkan langkah-langkah de-eskalasi yang disepakati sebelumnya, menyusul insiden ledakan ranjau darat yang melukai seorang tentara Thailand. Bangkok menuduh ranjau tersebut baru dipasang oleh Kamboja, tuduhan yang dibantah oleh Phnom Penh.
Editor: Redaksi TVRINews




