Bisnis.com, JAKARTA — Aspek ekonomi keberlanjutan akan menjadi bagian yang dipotret dalam Sensus Ekonomi 2026. Perkembangan lapangan usaha yang terkait dengan sektor-sektor ramah lingkungan dan ekonomi hijau.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan bahwa Sensus Ekonomi 2026 menjadi instrumen penting untuk memotret perkembangan sektor-sektor usaha ramah lingkungan yang terus tumbuh di tengah meningkatnya kebutuhan ekonomi hijau.
Pendataan menyeluruh tersebut nantinya mencakup usaha pengelolaan air, pengolahan limbah, daur ulang, energi baru terbarukan (EBT), hingga aktivitas remediasi lingkungan.
Menurutnya, kebutuhan data yang lebih detail terkait ekonomi berkelanjutan telah menjadi perhatian nasional.
“Sensus Ekonomi 2026 tidak hanya mendata pelaku usaha secara umum, tetapi juga memberikan gambaran komprehensif mengenai kapasitas dan kontribusi sektor ramah lingkungan di Indonesia,” ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta.
Menurut Amalia, sektor pengelolaan air bersih dan air limbah memiliki peran strategis dalam menjaga kualitas lingkungan, terutama di wilayah perkotaan.
Dalam kegiatan sensus ekonomi kali ini, katanya akan dipetakan usaha pengolahan dan distribusi air, instalasi pengolahan air limbah (IPAL), hingga perusahaan penyedia layanan sanitasi.
Selain itu, usaha pengelolaan sampah dan daur ulang juga menjadi perhatian utama. Usaha di bidang pengumpulan sampah, pemilahan, pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), dan industri daur ulang plastik, kertas, serta logam akan diidentifikasi secara rinci.
“Kegiatan daur ulang sedang tumbuh pesat karena dorongan ekonomi sirkular. Sensus ekonomi membantu melihat skala industrinya, tantangan operasional, hingga peluang peningkatan nilai tambah,” ujar Amalia.
Selain itu, BPS akan memetakan pelaku usaha pembangkit listrik tenaga surya, angin, biomassa, biogas, serta teknologi penyimpanan energi. Pendataan juga mencakup perusahaan penyedia jasa instalasi EBT dan produsen panel surya atau komponen pendukungnya.
Data tersebut dibutuhkan untuk merumuskan kebijakan transisi energi, termasuk insentif bagi pelaku usaha EBT dan penguatan rantai pasok dalam negeri.
“Ketersediaan data yang akurat sangat menentukan percepatan penggunaan energi terbarukan, terutama untuk mendukung target penurunan emisi,” kata Amalia.
Ke depannya, sensus ekonomi juga berfokus pada usaha yang bergerak dalam remediasi lingkungan, seperti restorasi lahan bekas tambang, pembersihan tumpahan minyak, jasa audit lingkungan, serta pemulihan kualitas tanah dan air. Selama ini, data mengenai sektor ini masih tersebar dan belum terstandar.
Dengan pendataan menyeluruh, termasuk mencakup lapangan usaha yang terkait dengan industri ramah lingkungan, nantinya pemerintah dapat memperoleh gambaran kapasitas industri remediasi sekaligus mengidentifikasi kebutuhan investasi di daerah-daerah rawan pencemaran.
Data dari hasil sensus, akan menjadi rujukan penting bagi pemerintah pusat dan daerah dalam menyusun kebijakan berbasis bukti, khususnya terkait transformasi ekonomi hijau.
“Kebijakan yang tepat membutuhkan data yang lengkap dan mutakhir. Sensus ekonomi dapat membantu pemerintah merumuskan strategi lingkungan, termasuk perencanaan infrastruktur air bersih, pengelolaan limbah, dan pengembangan energi baru terbarukan,” kata Amalia.
Amalia berharap data sensus ekonomi dapat dimanfaatkan dunia usaha, investor, serta akademisi. Data usaha ramah lingkungan dapat menjadi indikator peluang bisnis, potensi pasar, hingga kebutuhan pembiayaan usaha hijau di berbagai daerah.
“Kami berharap pendataan ini menjadi momentum untuk memperkuat ekosistem ekonomi berkelanjutan di seluruh Indonesia,” tutup Amalia. (*)
Baca Juga
- BPS: Indonesia tidak Impor Beras Medium 2025
- BPS: Okupansi Hotel Cuma 52,84% Oktober 2025, Lebih Rendah dari Tahun Lalu
- BPS: Ekspor CPO & Besi Baja Melonjak, Batu Bara Tersungkur Oktober 2025





