FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pernyataan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang kembali menegaskan bahwa Presiden ke-7 RI, Jokowi, merupakan alumninya, terus dipersoalkan publik.
Salah satu yang ikut bersuara, dokter sekaligus aktivis kesehatan publik, Tifauzia Tyassuma atau dikenal sebagai Dokter Tifa.
Tifa mengekspresikan kekecewaannya terhadap sikap kampus yang tetap mempertahankan klaim tersebut di tengah berbagai keraguan publik.
“Almamaterku tercinta. Hanya karena 1 orang, rusak nama besar institusi yang dulu sangat kubanggakan,” ujar Tifa di X @DokterTifa, kemarin.
Tifa bilang, kontroversi berkepanjangan soal ijazah Jokowi berdampak pada reputasi kampus, yang selama ini dikenal sebagai salah satu perguruan tinggi bergengsi di Tanah Air.
“Pilu,” tandasnya.
Sebelumnya, Rizal Fadillah mengkritik sikap Universitas Gadjah Mada (UGM) yang dianggap tidak transparan dalam membuka dokumen akademik Jokowi.
Rizal mengatakan, penjelasan berulang yang disampaikan Rektor UGM Prof Ova Emilia soal keaslian ijazah Presiden belum cukup menjawab keraguan publik.
“Berulang Rektor UGM Prof Ova Emilia memberi penjelasan formal dan berulang pula rakyat tidak percaya. Bukan UGM berbohong, tetapi UGM menyembunyikan kebenaran,” ujar Rizal kepada fajar.co.id, Jumat (5/12/2025).
Dijelaskan Rizal, langkah UGM dalam menangani polemik tersebut dinilai terlalu defensif dan justru memperbesar kecurigaan publik.
“Betapa nekad sebuah institusi melindungi seorang manusia pendusta yang telah menipu rakyat sekurangnya 10 tahun menjabat sebagai Presiden di Indonesia,” sebutnya.
Ia mengatakan bahwa UGM bersembunyi di balik aturan hukum untuk menolak membuka berkas yang diminta melalui proses sengketa informasi.
“Dengan bernarasi menghormati undang-undang, UGM bersembunyi di balik tafsir atas undang-undang yang sesungguhnya dibuat bukan untuk membantu kejahatan pemalsuan dan penggunaan dokumen palsu,” kata Rizal.
Rizal bahkan blak-blakan mengatakan bahwa tindakan UGM justru ikut memperburuk situasi.
“UGM ikut menyebar kebusukan seseorang yang tidak jelas asal usul dan perilaku politik moralnya. Transparansi dan kejujuran dikikis habis. UGM dapat terlibat,” tukasnya.
Rizal menggambarkan rakyat dibuat bingung dengan sikap yang berbelit-belit dalam sidang informasi.
“Berkelok-kelok pada informasi yang dikecualikan, rakyat dibuat bodoh dan terus dibodohi,” Rizal menuturkan.
Ia juga menyinggung sejarah posisi pimpinan UGM yang menurutnya berkaitan dengan kepentingan politik.
“UGM dicurigai ikut bermain sejak Rektor dijabat oleh pendukung utama Jokowi Prof Pratikno. Guru Besar yang hingga kini berkiprah di pemerintahan itu patut untuk diusut, diperiksa, dan dibawa ke pengadilan,” tambahnya.
Rizal menegaskan, langkah hukum diperlukan untuk mengurai persoalan ijazah yang menurutnya masih penuh misteri.
“Agar terbongkar penyebab benang kusut dari kasus ijazah palsu Jokowi,” terangnya.
Rizal juga menyoroti jalannya proses sidang di Komisi Informasi Pusat (KIP).
“Dalam Sidang KIP lagi-lagi UGM menyatakan berbagai dokumen yang dimohon agar dibuka itu tidak bisa dipenuhi dengan alasan pertama tidak dalam penguasaan, dan kedua dokumen tersebut adalah informasi yang dikecualikan,” katanya.
Ia menyebut Pasal 17 UU No 14 Tahun 2008 tentang KIP dijadikan tameng untuk menolak akses. Menurutnya UGM menyiasati perintah majelis terkait uji konsekuensi.
“Saat pernyataan informasi yang dikecualikan harus dilampiri dengan uji konsekuensi maka perintah Ketua Majelis sidang KIP itu oleh UGM nampaknya disiasati hanya dengan tanda tangan pakar internal,” imbuhnya.
“Lambat dan berbelit-belitnya proses ini sesungguhnya telah melanggar asas peradilan yang cepat, murah, dan sederhana,” sambung dia.
(Muhsin/fajar)




