EtIndonesia. Pada 10 Desember 2025, pasukan AS mencegat dan mengambil alih sebuah kapal tanker minyak yang dikenai sanksi di dekat pantai Venezuela, lapor Bloomberg.
Menurut sumber yang mengetahui situasi tersebut, penyitaan kapal tanker tersebut dapat sangat mempersulit ekspor minyak Venezuela, karena perusahaan pengiriman lain mungkin akan menghindari pemuatan kargo kapal tersebut karena risiko sanksi.
Sebagian besar minyak Venezuela diekspor ke Tiongkok, biasanya melalui perantara dan dengan diskon signifikan karena risiko yang terkait dengan pembatasan AS.
Gedung Putih belum berkomentar tentang insiden tersebut, dan perusahaan minyak negara Venezuela PDVSA serta kementerian terkait juga belum mengeluarkan pernyataan.
Sementara itu, di Venezuela, tindakan AS telah digambarkan sebagai upaya untuk merebut cadangan minyak negara tersebut, yang termasuk yang terbesar di dunia.
Yang perlu diperhatikan, penyitaan kapal tanker tersebut terjadi pada hari yang sama ketika pemimpin oposisi Venezuela María Corina Machado menerima Hadiah Nobel Perdamaian.
PDVSA mengendalikan industri minyak Venezuela dan bekerja sama dengan mitra internasional, termasuk perusahaan AS Chevron Corp., yang memiliki proyek produksi minyak bersama di negara tersebut. AS memberikan lisensi kepada Chevron yang membebaskan perusahaan tersebut dari sanksi.
Konfrontasi AS–Venezuela
Pemerintahan AS di bawah Donald Trump meningkatkan tekanan pada Presiden Venezuela, Nicolás Maduro, menuduhnya mengendalikan operasi perdagangan narkoba.
Pentagon melakukan lebih dari 20 serangan terhadap kapal-kapal yang diduga terlibat dalam pengangkutan narkoba di perairan dekat Venezuela dan Kolombia, yang mengakibatkan lebih dari 80 kematian.
Menurut CNN, Maduro dilaporkan siap mengundurkan diri, tetapi tidak lebih cepat dari 18 bulan dari sekarang.
Menariknya, Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio telah menyarankan untuk mempertimbangkan kemungkinan memindahkan pemimpin Venezuela itu ke Qatar.(yn)





