Mengapa Konsumen Indonesia Makin Gemar Berbelanja via Social Commerce?

medcom.id
14 jam lalu
Cover Berita
Jakarta: Popularitas social commerce di Indonesia terus menunjukkan tren meningkat. Laporan terbaru DoubleVerify (DV) bertajuk 2025 Global Insights: How Consumers and Marketers Use Walled Gardens mengungkap bahwa 52 persen konsumen Indonesia telah berbelanja melalui media sosial dalam setahun terakhir. Angka ini jauh di atas rata-rata Asia Pasifik yang berada di level 40 persen.
  Baca juga: Blibli Festival Belanja Terbesar Akhir Tahun Histeria 12.12, Diskon Hingga Rp12 Juta
Temuan tersebut menegaskan media sosial kini tidak hanya berfungsi sebagai ruang hiburan, tetapi juga menjadi kanal transaksi utama bagi banyak konsumen.
 
DV mencatat bahwa 38 persen konsumen Indonesia menggunakan media sosial sebagai salah satu dari tiga sumber utama untuk mencari informasi sebelum membeli produk. Online review (64 persen) dan video review (55 persen) menjadi rujukan paling populer dalam proses riset.
 
Tingginya intensitas penggunaan media sosial turut memperkuat tren tersebut. YouTube menjadi platform paling dominan dengan tingkat penggunaan mingguan mencapai 90 persen, disusul Instagram (78 persen) dan Facebook (72 persen).

CEO DoubleVerify Mark Zagorski mengatakan kekuatan media sosial terletak kemampuannya memadukan komunitas, hiburan, dan pengalaman personal. Menurutnya, hal itulah yang membuat konsumen semakin nyaman melakukan transaksi di dalam platform yang sama.
 
“Walled gardens menawarkan skala dan kinerja, tetapi keberlanjutannya tetap bergantung pada transparansi dan kepercayaan,” ujar Zagorski dalam keterangannya. Kemudahan Transaksi  Kemudahan transaksi juga menjadi alasan utama mengapa social commerce begitu diminati. Konsumen dapat melakukan pencarian produk, membaca ulasan, hingga melakukan checkout dalam satu aplikasi. Proses belanja yang lebih efisien ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pengguna mobile-first di Indonesia.
 
Namun di balik tren positif tersebut, pengiklan menghadapi sejumlah kekhawatiran. Tingginya volume konten buatan pengguna, ditambah munculnya deepfake berbasis AI, memicu risiko brand safety bagi para pemasar.
 
Senior Enterprise Sales Director DoubleVerify Indonesia, Theodorus Caniggia, menilai kondisi ini menuntut adanya pengukuran pihak ketiga yang independen. “Indonesia adalah pasar social-first dengan dinamika yang cepat. Kompleksitas algoritma dan semakin banyaknya konten membuat akuntabilitas menjadi kebutuhan mendesak,” jelasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)

Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Kemendikdasmen Sampaikan Keprihatinan dan Beri Dukungan Korban Insiden di SDN Kalibaru 01
• 9 jam lalutvrinews.com
thumb
PB ESI Sudah Siapkan Bonus untuk Peraih Medali Emas SEA Games 2025
• 18 jam laluskor.id
thumb
Timnas Basket 3×3 Putri Indonesia Raih Medali Emas, Tim Putra Gagal Sumbang Medali
• 10 jam lalufajar.co.id
thumb
Thailand dan Kamboja Saling Balas Serangan, 20 Orang Lebih Tewas di Perbatasan
• 8 jam lalukompas.tv
thumb
Begini Pengakuan Sopir Mobil MBG yang Tabrak Siswa SDN di Cilincing
• 14 jam lalugrid.id
Berhasil disimpan.