- Sebanyak 986 korban meninggal dan 224 hilang akibat bencana di tiga provinsi memerlukan terobosan teknologi penyelamatan.
- Pakar UGM menyarankan pemanfaatan drone dengan *computer vision* dan AI yang telah efektif di negara maju.
- Tantangan utama adopsi teknologi di Indonesia adalah kondisi geografis kompleks dan perlunya integrasi sistem SAR.
Suara.com - Korban bencana banjir dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara belum ditemukan seluruhnya.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) masih ada 224 orang yang dilaporkan hilang dan korban meninggal mencapai 986 jiwa.
Lambatnya proses pencarian korban ini menjadi sorotan dari Pakar Teknologi Kecerdasan Buatan UGM Andi Dharmawan. Ia menegaskan perlunya terobosan dalam teknologi penyelamatan.
Menurut Andi pencarian dan penyelamatan korban bencana dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi berbasis drone, computer vision, dan perangkat pintar.
Berbagai teknologi ini dinilai telah terbukti efektif digunakan di berbagai negara maju dalam operasi kebencanaan. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Swiss, Jepang hingga Australia sudah memanfaatkannya.
Teknologi drone pun dikembangkan dengan kamera termal dan dilengkapi AI untuk mendeteksi keberadaan manusia di antara puing-puing.
"Di Indonesia drone sudah mulai dipakai, tapi belum terintegrasi dengan AI. Tantangannya tinggal integrasi, adopsi, dan hilirisasi," ujar Andi, Kamis (11/12/2025).
Meski teknologi tersebut menjanjikan, Andi menekankan bahwa kondisi geografis Indonesia yang kompleks menjadi tantangan terbesar.
Medan bencana yang beragam, mulai dari banjir luas, hutan lebat, hingga wilayah tanpa sinyal mempengaruhi stabilitas drone dan akurasi deteksi berbasis AI.
Baca Juga: Mentan Amran Tegas: Berani Korupsi Bantuan Bencana Akan Langsung Dicopot
Kendati AI bisa mendeteksi manusia di gambar namun harus diakui kondisi lapangan tidak selalu ideal. Faktor seperti air keruh, banyak puing, pencahayaan minim, atau korban tertutup sebagian menjadi faktor penentu.
"Modelnya harus kuat banget buat kondisi dunia nyata. Selain itu, integrasi informasi dari drone dan AI ke tim SAR di lapangan juga membutuhkan sistem yang cepat dan rapi agar hasil deteksi bisa langsung ditindaklanjuti," tegasnya.
Untuk bisa diterapkan secara efektif, Andi menyarankan agar pengembangan teknologi dimulai dari penerapan sederhana yang langsung terasa manfaatnya.
Drone stabil dengan video real-time berkualitas tinggi, kata Andi, sudah sangat membantu penyisiran. Tanpa kemudian harus menunggu teknologi canggih diterapkan sekaligus.
Setelah itu baru bisa ditambahkan dengan fitur AI ringan untuk menandai area yang dicurigai ada manusia.
"Bukan menggantikan manusia, tapi mempercepat proses ngecek video," ucapnya.



