Ada Korban Bencana Sumatera Masih Hilang, Pakar UGM Desak Integrasi Drone dan AI dalam Operasi SAR

suara.com
11 jam lalu
Cover Berita
Baca 10 detik
  • Sebanyak 986 korban meninggal dan 224 hilang akibat bencana di tiga provinsi memerlukan terobosan teknologi penyelamatan.
  • Pakar UGM menyarankan pemanfaatan drone dengan *computer vision* dan AI yang telah efektif di negara maju.
  • Tantangan utama adopsi teknologi di Indonesia adalah kondisi geografis kompleks dan perlunya integrasi sistem SAR.

Suara.com - Korban bencana banjir dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Barat dan Sumatera Utara belum ditemukan seluruhnya.

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) masih ada 224 orang yang dilaporkan hilang dan korban meninggal mencapai 986 jiwa.

Lambatnya proses pencarian korban ini menjadi sorotan dari Pakar Teknologi Kecerdasan Buatan UGM Andi Dharmawan. Ia menegaskan perlunya terobosan dalam teknologi penyelamatan.

Menurut Andi pencarian dan penyelamatan korban bencana dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi berbasis drone, computer vision, dan perangkat pintar.

Berbagai teknologi ini dinilai telah terbukti efektif digunakan di berbagai negara maju dalam operasi kebencanaan. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Swiss, Jepang hingga Australia sudah memanfaatkannya.

Teknologi drone pun dikembangkan dengan kamera termal dan dilengkapi AI untuk mendeteksi keberadaan manusia di antara puing-puing.

"Di Indonesia drone sudah mulai dipakai, tapi belum terintegrasi dengan AI. Tantangannya tinggal integrasi, adopsi, dan hilirisasi," ujar Andi, Kamis (11/12/2025).

Meski teknologi tersebut menjanjikan, Andi menekankan bahwa kondisi geografis Indonesia yang kompleks menjadi tantangan terbesar.

Medan bencana yang beragam, mulai dari banjir luas, hutan lebat, hingga wilayah tanpa sinyal mempengaruhi stabilitas drone dan akurasi deteksi berbasis AI.

Baca Juga: Mentan Amran Tegas: Berani Korupsi Bantuan Bencana Akan Langsung Dicopot

Kendati AI bisa mendeteksi manusia di gambar namun harus diakui kondisi lapangan tidak selalu ideal. Faktor seperti air keruh, banyak puing, pencahayaan minim, atau korban tertutup sebagian menjadi faktor penentu.

"Modelnya harus kuat banget buat kondisi dunia nyata. Selain itu, integrasi informasi dari drone dan AI ke tim SAR di lapangan juga membutuhkan sistem yang cepat dan rapi agar hasil deteksi bisa langsung ditindaklanjuti," tegasnya.

Untuk bisa diterapkan secara efektif, Andi menyarankan agar pengembangan teknologi dimulai dari penerapan sederhana yang langsung terasa manfaatnya.

Drone stabil dengan video real-time berkualitas tinggi, kata Andi, sudah sangat membantu penyisiran. Tanpa kemudian harus menunggu teknologi canggih diterapkan sekaligus.

Setelah itu baru bisa ditambahkan dengan fitur AI ringan untuk menandai area yang dicurigai ada manusia.

"Bukan menggantikan manusia, tapi mempercepat proses ngecek video," ucapnya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Bunga dan Mikhayla Menggebrak Asia Tenggara, Para Skaters Indonesia Siap Berjuang Demi Medali SEA Games 2025
• 32 menit lalumerahputih.com
thumb
MKMK Pastikan Arsul Sani Tak Lakukan Pemalsuan Ijazah
• 2 jam lalujpnn.com
thumb
Eko Suwanto Anggarkan Rp100 Juta per Kelurahan untuk Tangani Stunting di Yogya
• 14 jam lalukumparan.com
thumb
Gus Yahya tanggapi pernyataan polemik PBNU dipicu isu konsesi tambang
• 11 jam laluantaranews.com
thumb
Wajah Baru Stasiun MRT Lebak Bulus Bank Syariah Indonesia
• 7 jam lalumetrotvnews.com
Berhasil disimpan.