YOGYAKARTA, KOMPAS – Rencana pemutihan atau penghapusan tunggakan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional masih belum pasti. Sejumlah pihak masih menunggu kepastian regulasi terkait penghapusan tunggakan tersebut.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Mahesa Paranadipa Maykel dijumpai di Yogyakarta, Kamis (11/12/2025) mengatakan, kepastian terkait pemutihan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) masih menunggu kebijakan dari pemerintah. Hingga saat ini belum ada kepastian regulasi dari pemerintah terkait rencana tersebut.
“Sebenarnya kami juga menunggu bagaimana kepastian kebijakan soal rencana pemutihan (tunggakan) ini. Kami hanya memberikan rekomendasi-rekomendasi teknokratik berdasarkan kebijakan-kebijakan sebelumnya,” katanya.
Mahesa menyebutka, kebijakan terkait penghapusan tunggakan iuran sebenarnya bukan hal baru. Dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pernah diatur mengenai penghapusan tunggakan pada peserta JKN yang berpindah status dari peserta mandiri atau peserta bukan penerima upah menjadi peserta penerima bantuan iuran (PBI).
Aturan itu menyebutkan, tunggakan yang dimiliki saat peserta masih terdaftar sebagai peserta mandiri dihapuskan sehingga status peserta tersebut bisa langsung aktif saat menjadi peserta PBI. Dalam hitungan secara akuntansi, mekanisme tersebut bisa dilakukan dan tidak menimbulkan beban bagi dana jaminan sosial (DJS).
“Secara catatan, ini justru menguntungkan buat BPJS karena peserta yang tidak aktif jadi aktif lagi. Sebagai peserta PBI, iuran dari peserta tersebut juga ditanggung oleh pemerintah,” kata Mahesa.
Akan tetapi, ia menyoroti wacana terbaru terkait penghapusan tunggakan iuran peserta yang menyebutkan bahwa seluruh tunggakan peserta tanpa melihat jenis kepesertaaannya akan dihapuskan. Hal itu terutama pada peserta mandiri yang tidak berpindah segmen kepesertaan.
“Kalau sekarang semua (tunggakan) dihapus, tentu harus ada skema baru, termasuk siapa yang menalangi (tunggakan)-nya. Apalagi bagaimana memastikan peserta tersebut akan rutin membayar iuran selanjutnya,” ucapnya.
Kalau sekarang semua (tunggakan) dihapus, tentu harus ada skema baru, termasuk siapa yang menalangi (tunggakan)-nya.
Mahesa menambahkan, hal lain yang harus dipertimbangkan yakni terkait pembayaran tunggakan. Tunggakan dari peserta berpotensi sebagai salah satu pemasukkan untuk dana jaminan sosial. Jika tunggakan tersebut dihapuskan begitu saja tanpa ada pembayaran, hal itu akan mengurangi potensi pemasukan dana jaminan sosial.
Selain itu, kondisi psikologis masyarakat, terutama pada peserta yang selama ini telah rutin membayar iuran tanpa tunggakan juga perlu diperhatikan. “Masyarakat bisa merasa, percuma membayar iuran tepat waktu kalau ujungnya akan ada pemutihan,” tuturnya.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan per 31 Desember 2024 mencatat, jumlah peserta program JKN yang menunggak 28,85 juta jiwa dengan total nilai tunggakan Rp 21,48 triliun. Adapun rinciannya, sebanyak 10,98 juta jiwa yang menunggak telah beralih kepesertaan, antara lain, menjadi peserta PBI (penerima bantuan iuran), PPU Badan Usaha (pekerja penerima upah badan usaha), dan PBPU Pemda (pekerja bukan penerima upah pemerintah daerah). Sementara sekitar 17,8 juta jiwa dengan total tunggakan sebesar Rp 14,11 triliun merupakan peserta yang masih tercatat sebagai peserta PBPU (pekerja bukan penerima upah) dan BP (bukan pekerja).
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Ali Ghufron Mukti menyebutkan, pihak BPJS Kesehatan pun kini masih menunggu kepastian regulasi terkait dengan kebijakan pemutihan tunggakan iuran tersebut. Sementara terkait dengan pembayaran tunggakan iuran, ia mengatakan, hal itu tidak menjadi persoalan utama.
“BPJS Kesehatan itu kalau mau dikasih kompensasi (pembayaran tunggakan) lebih bagus, namun jika tidak juga tidak apa-apa. Itu tidak terlalu berdampak pada DJS (dana jaminan sosial),” katanya.
Ditemui terpisah, Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar menyampaikan, regulasi terkait pemutihan tunggakan iuran JKN telah memasuki tahap finalisasi. Kebijakan tersebut membutuhkan pertimbangan yang matang agar tidak menimbulkan celah penyalahgunaan. Meski begitu, ia belum memastikan kapan regulasi tersebut akan diterbitkan.
“Semua yang kita anggap tunggakan-tunggakan itu akan diatur mekanismenya secara berbeda-beda sesuai karakter dan kasus. Intinya, kita ingin penunggak ini menjadi peserta aktif,” ujarnya.


