Larangan Jilbab untuk Siswi di Austria Disetujui Parlemen, Picu Penolakan dan Ancaman Gugatan

pantau.com
4 jam lalu
Cover Berita

Pantau - Dewan Nasional Austria pada Kamis (11/12) resmi menyetujui larangan jilbab bagi siswi di bawah usia 14 tahun di sekolah, sebuah kebijakan kontroversial yang didukung oleh sebagian besar partai pemerintahan dan oposisi.

Rincian Aturan dan Alasan Pemerintah

Aturan tersebut melarang penutup kepala yang dikenakan menurut tradisi Islam di seluruh sekolah negeri maupun swasta.

Kegiatan sekolah yang berlangsung di luar area sekolah dikecualikan dari ketentuan tersebut.

Sanksi berupa denda antara €150 hingga €800 dijadwalkan mulai diberlakukan pada tahun ajaran 2026/27.

Pemerintah Austria memperkirakan sekitar 12.000 anak perempuan akan terdampak oleh regulasi tersebut.

Menteri Integrasi Claudia Plakolm dari ÖVP menyebut jilbab sebagai "simbol penindasan", ungkapnya, dan menilai aturan ini diperlukan untuk melindungi anak-anak.

Pimpinan ÖVP menegaskan bahwa penegakan aturan bukan merupakan tugas guru, sementara guru hanya diwajibkan melapor kepada pihak sekolah.

Partai NEOS juga mendukung rancangan undang-undang ini dengan alasan perlindungan anak, dan Menteri Pendidikan Christoph Wiederkehr menilai aturan tersebut akan mendorong perkembangan pribadi siswi.

Partai FPO menyatakan masalah ini muncul akibat "imigrasi massal", ungkapnya, dan menganggap jilbab sebagai simbol "Islam politik".

Penolakan, Kekhawatiran Hukum, dan Ancaman Gugatan

Satu-satunya partai yang menolak adalah Partai Hijau, meskipun mereka menyatakan memahami alasan perlindungan yang diklaim pemerintah.

Wakil pemimpin fraksi Hijau, Sigrid Maurer, memperingatkan bahwa aturan tersebut mencerminkan larangan serupa yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 2020 karena dianggap melanggar prinsip kesetaraan, dan ia menyatakan, "Pemerintah tahu aturan ini akan dibatalkan".

Komunitas Agama Islam Austria (IGGO) menyatakan akan mengajukan banding ke Mahkamah Konstitusi karena aturan tersebut menimbulkan "masalah konstitusi dan hak asasi", ungkapnya.

IGGO menolak segala bentuk pemaksaan, tetapi menegaskan kewajiban mereka untuk membela hak anak yang memakai jilbab secara sukarela.

Sejumlah pengacara dan pendidik Muslim sebelumnya juga menyampaikan bahwa mereka akan menentang aturan tersebut di Mahkamah Konstitusi.

Mereka menilai larangan baru ini mengulang ketentuan yang dibatalkan pada 2020, ketika larangan dianggap berisiko meminggirkan siswi Muslim dan melanggar perlindungan konstitusional.

Para ahli hukum menilai justifikasi baru pemerintah tetap lemah dan kecil kemungkinan dapat bertahan dalam uji materi Mahkamah Konstitusi.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Etomidate Jadi Narkotika Usai Kapolri Lapor ke Presiden Prabowo
• 6 jam lalukompas.com
thumb
Menag Dorong Peran Zakat Atasi Isu Global
• 1 jam lalumediaindonesia.com
thumb
Bupati Lampung Tengah Resmi Ditahan KPK Bersama Adiknya
• 23 jam lalusuara.com
thumb
BB POM Mataram Perketat Pengawasan Produk Ilegal di Pasar Tradisional NTB
• 21 jam lalutvrinews.com
thumb
Estetika Tercoreng, Bupati Sujiwo Sidak Sampah Berserakan di Dermaraja
• 16 jam lalukumparan.com
Berhasil disimpan.