- Lima petani Desa Kembang Sari, Pino Raya, terluka akibat insiden penembakan oleh keamanan PT Agro Bengkulu Selatan.
- Konflik lahan perkebunan sawit antara petani dan perusahaan ini telah berlangsung sejak tahun 2012.
- Penembakan terjadi setelah petani meminta perusahaan menghentikan pembuldoseran lahan, namun berujung cekcok dan penembakan.
Suara.com - Sebanyak lima orang petani Desa Kembang Sari, Kecamatan Pino Raya, mengalami luka tembak usai berkonflik dengan PT Agro Bengkulu Selatan.
Salah seorang korban tembak, Deni mengatakan konflik antara para petani dan PT Bengkulu Selatan, yang bergerak di bidang usaha perkebunan sawit.
Deni menuturkan, jika konflik antara petani dan perusahaan sudah cukup lama. Konflik sudah terjadi pada saat perusahaan melakukan usaha perkebunan sawit sejak tahun 2012, namun konflik mengalami puncaknya pada tahun 2017.
“Kami sudah berupaya untuk penyelesaian konflik di Bengkulu Selatan, di Pino Raya baik melalui pemerintah daerah, kabupaten maupun pemerintah Provinsi Bengkulu. Namun sampai hari ini, kami belum mendapatkan hasil yang berpihak dengan petani Pinoraya,” kata Deni, di Kantor Walhi Nasional, Jumat (12/12/2025).
Sebelum terjadi penembakan, lanjut Deni, para petani juga telah mendapat banyak sekali intimidasi. Baik dari aparat penegak hukum maupun dari pihak perusahaan.
Namun puncak dari intimidasi yang diterima oleh para petani yakni pada tanggal 24 November lalu. Sebanyak 5 orang petani Pino Raya ditembak oleh pihak keamanan perusahaan.
Adapun kelima korban tembak yakni Deni, Buyung, Linsurman, Syaifudin, dan Edi Susanto.
Kronologi Penembakan
Sebelum peristiwa mencekam itu terjadi, para petani mendatangi pihak perusahaan untuk menghentikan kegiatan pembuldoseran lahan petani untuk memperluas lahan perkebunan kelapa sawit.
Baca Juga: Tolak Satgas PKH, Ribuan Petani Sawit Desak MA Batalkan PP 45/2025
Pasalnya, antara petani dan pihak perusahaan bersepakat agar menghentikan kegiatan sebelum konflik selesai. Namun pihak perusahaan sering kali melanggar hal itu.
“Petani Pinoraya meminta kepada pihak perusahaan untuk memberhentikan sementara sebelum konflik ada penyelesaian,” kata Deni.
Namun tidak ada kesepakatan di antara dua pihak. Hingga terjadilah cekcok antara pihak perusahaan dan kaum tani.
Usai cekcok terjadi, pihak perusahaan bersepakat menghentikan kegiatan, namun dengan catatan, mengajak perwakilan petani untuk membuat surat perjanjian di kantor PT Bengkulu Selatan.
Mendengar hal itu, para petani keberatan, dan meminta agar perjanjian itu dilakukan di lapangan dengan disaksikan oleh para petani.
Namun, pihak perusahaan menolak, dan berdalih jika tidak alat tulis jika perjanjian dibuat di lapangan.




