Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul membubarkan parlemen dan memicu terjadinya pemilu lebih cepat setelah partai pendukung pemerintah mengancam menarik dukungan.
Melansir Bloomberg pada Jumat (12/12/2025), Anutin menyampaikan lewat unggahan Facebook bahwa dirinya akan mengembalikan kekuasaan kepada rakyat.
Beberapa jam kemudian, Raja Maha Vajiralongkorn menyetujui rekomendasi tersebut, yang secara hukum menjadi formalitas untuk membubarkan 500 anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Sesuai aturan Thailand, pemilu harus digelar dalam 45–60 hari sejak pembubaran parlemen, sehingga pemungutan suara berpotensi berlangsung mulai akhir Januari 2026.
Langkah pembubaran itu muncul di tengah spekulasi bahwa People’s Party — yang memberikan dukungan bersyarat kepada pemerintahan Anutin — akan mengajukan mosi tidak percaya.
Partai tersebut marah setelah upayanya memperkuat peran legislator terpilih dalam amandemen konstitusi kembali diblokir. Jika diajukan, mosi itu hampir pasti menggulingkan koalisi Anutin.
Baca Juga
- Konflik Thailand-Kamboja Kembali Pecah, Nasib Gencatan Senjata Trump di Ujung Tanduk
- Medco (MEDC) Jamin Transaksi Jual Beli Minyak Anak Usaha di Thailand dengan Petco
- Trump Kembali Tekan Powell, Minta The Fed Pangkas Suku Bunga Lebih Dalam
Ekonomi Thailand saat ini tertinggal dari negara tetangga, hanya tumbuh 1,2% pada kuartal lalu, tertekan oleh ketidakstabilan politik dan konflik perbatasan yang terus terjadi. Banjir besar di wilayah selatan dan tarif AS diperkirakan menambah beban pertumbuhan.
Tekanan makro tersebut tercermin di pasar keuangan. Potensi stagnasi kebijakan menjelang pemilu diperkirakan memperburuk arus keluar modal asing, yang sejauh ini sudah menarik lebih dari US$3 miliar dari saham Thailand sepanjang 2025.
Pemulihan indeks SET dari titik terendah pertengahan tahun mulai memudar di tengah aksi jual besar oleh investor domestik. Bursa Thailand bahkan menjadi salah satu pasar berkinerja terburuk di dunia tahun ini, dengan penurunan sekitar 13% dalam 12 bulan terakhir.
Mata uang baht tampil lebih baik, menguat lebih dari 7% terhadap dolar AS, didorong pelemahan greenback, surplus transaksi berjalan Thailand, serta korelasi kuat baht terhadap harga emas yang melonjak sepanjang 2025.
Konflik PerbatasanKeputusan mempercepat pemilu juga terjadi di tengah memanasnya konflik perbatasan dengan Kamboja, yang telah menewaskan hampir selusin tentara Thailand dan memaksa sekitar 400.000 warga mengungsi dari daerah perbatasan.
Anutin, yang menjadi perdana menteri ketiga Thailand dalam dua tahun terakhir pada September lalu, mengambil sikap keras terhadap Kamboja untuk menggalang sentimen nasionalis yang diyakini dapat menguntungkan partainya dalam pemilu.
Dia juga mendapat kritik atas respons yang lamban terhadap banjir terburuk dalam beberapa dekade di wilayah selatan.
Menurut Titipol Phakdeewanich, pengajar ilmu politik Universitas Ubon Ratchathani, strategi mempercepat pemilu bisa menjadi keuntungan bagi Anutin.
“Dia memobilisasi dukungan melalui sentimen nasionalisme, dan popularitasnya meningkat. Jika ditunda lebih lama, momentum itu bisa memudar,” ujarnya.





