PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) menyatakan, kondisi industri baja dunia saat ini semakin menantang akibat lonjakan impor baja murah dari China.
IDXChannel – PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) menyatakan, kondisi industri baja dunia saat ini semakin menantang akibat lonjakan impor baja murah dari China. Kondisi ini membuat banyak negara meninjau ulang kebijakan industrinya.
Di Prancis, muncul perdebatan untuk menasionalisasi perusahaan baja terbesar di negara tersebut, ArcelorMittal. Langkah ini mencerminkan adanya ketidakseimbangan pasar baja dunia, khususnya maraknya baja impor dari China.
Direktur Utama Krakatau Steel, Akbar Djohan menilai, fenomena yang terjadi di Prancis bukan hanya isu lokal, melainkan relevan bagi banyak negara, termasuk Indonesia. Tanan global yang memicu deindustrialisasi di sejumlah negara maju juga dapat terjadi di Indonesia apabila negara tidak hadir melalui kebijakan yang adaptif dan berpihak pada industri domestik.
“Kami terus mendorong kehadiran negara dalam membangun ekosistem industri yang adil, kompetitif, dan berkelanjutan demi menjaga ketahanan industri nasional, karena keberlangsungan industri baja tidak hanya ditentukan oleh efisiensi perusahaan, tetapi juga arsitektur kebijakan,” katanya melalui keterangan resmi, Jumat (12/12/2025).
Chairman IISIA dan Chairman ALFI/ILFA itu menambahkan, baja impor murah berdampak pada utilisasi pabrik, kemampuan ekspansi, dan keberlanjutan pemain baja nasional. Kolaborasi antara pemerintah, BUMN, dan sektor industri menjadi kunci untuk menghindari risiko deindustrialisasi sebagaimana dialami negara-negara Eropa.
Dalam konteks tersebut, Akbar menilai, kemandirian industri nasional perlu diperkuat untuk mendukung Asta Cita yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto. Kemandirian ini mencakup kemampuan memproduksi kebutuhan strategis sekaligus memastikan rantai pasok tidak bergantung pada fluktuasi pasar global.
Dengan penguatan peran Krakatau Steel sebagai BUMN strategis, kata Akbar, Indonesia memiliki peluang mengendalikan kapasitas produksi baja untuk kebutuhan vital seperti infrastruktur, energi, pertahanan, dan manufaktur. Konsistensi kebijakan serta komitmen terhadap penggunaan produk dalam negeri menjadi fondasi penting untuk mencapai ketahanan industrialisasi.
Pengamat Industri Baja dan Pertambangan, Widodo Setiadharmaji menyebut bahwa persoalan di Prancis merupakan bagian dari distorsi global. Dia melihat struktur pasar global semakin didistorsi oleh selisih biaya dan kebijakan antarnegara.
Widodo turut mencatat bahwa produsen baja Eropa semakin terhimpit oleh rendahnya harga baja China yang memproduksi lebih dari satu miliar ton per tahun, ditambah tekanan biaya energi dan kewajiban pajak karbon. Dia menegaskan bahwa industri baja modern tidak dapat berdiri tanpa dukungan negara, bahkan untuk negara maju sekalipun.
(Rahmat Fiansyah)




