Bisnis.com, JAKARTA – Problem kelangkaan lahan dinilai menjadi tantangan utama pengembang properti dalam berekspansi tahun depan.
Mengantisipasi hal tersebut, Presiden Direktur Paramount Land M Nawawi mengatakan selama puluhan tahun melakukan pengembangan kawasan, pengembang selalu dihadapkan pola tantangan yang serupa yakni kelangkaan lahan.
Oleh karena itu, developer umumnya memilih dua strategi besar, yakni ekstensifikasi atau intensifikasi. Menurutnya, ketika lahan semakin terbatas, pilihan yang realistis adalah intensifikasi.
“Lahan semakin terbatas, pilihan yang realistis adalah intensifikasi, membangun lebih tinggi dan mengoptimalkan lahan yang ada tanpa menambah luas wilayah,” ujarnya, Jumat (12/12/2025).
Dia menjelaskan salah satu upaya intensifikasi yang kami lakukan adalah menambah fasilitas dan menghidupkan kawasan melalui pembangunan beragam pusat aktivitas. Lahan kosong, lanjutnya, diarahkan jadi bagian dari ekosistem ekonomi, sehingga fasilitas disebar dari skala lingkungan, kecamatan, regional, hingga berpotensi kelas internasional.
Dia mengatakan, perluasan kawasan Gading Serpong sudah tidak mungkin maka pembangunan vertikal dan redevelopment menjadi strategi utama.
Baca Juga
- 4 Dekade Industri Properti RI: Saat Harga Rumah di Jakarta Rp88 Juta
- Deretan Begawan Properti RI dari Masa ke Masa Selama 4 Dekade
- Paradise Indonesia (INPP) Sedia Capex Rp500 Miliar Kembangkan Aset Properti
Sejak awal pengembangan Gading Serpong, Paramount Land sudah mengantisipasi kelangkaan lahan ke depan. Oleh karena itu, kata Nawawi, pihaknya sudah menyisakan sekitar 15% sebagai cadangan pengembangan jangka panjang.
“Saat ini, total landbank kami di Gading Serpong ada sekitar 180 hektare,” jelasnya.
Chrissandy Dave, Direktur Sales & Marketing Paramount Land menilai sepanjang tahun 2025, perseroan masih mampu positif di tengah dinamika industri properti nasional.
“Dari sisi kinerja penjualan, Paramount Gading Serpong mencatat pencapaian yang baik," katanya. Sepanjang kuartal III/2025, perseroan mencatat pendapatan senilai Rp5,03 triliun atau 90% dari target.
Pendapatan perseroan didukung oleh pergeseran strategis dari mengejar volume unit ke pengembangan produk bernilai tinggi atau luxury value. Dia menyampaikan bahwa 2026 akan menjadi tahun perluasan fasilitas.
Sejalan dengan strategi intensifikasi, perseroan juga melakukan pembaruan identitas lewat The Paramount Tree.
M. Nawawi menambahkan identitas, logo, dan tagline baru ini menjadi fondasi untuk fase baru, serta komitmen untuk mengembangkan kawasan dengan tanggung jawab, memperluas fasilitas dan peluang, serta memastikan relevansi kawasan bagi generasi kini dan nanti.
Pengembangan kawasan saat ini telah masuk fase kedewasaan kawasan dengan skala kota yang sudah terbentuk hingga konsistensi kualitas dan integrasi hunian, komersial, serta gaya hidup.
Sementara itu, Hendra Hartono, CEO dan Co-Founder Leads Property, menekankan bahwa pengembangan township skala besar saat ini cenderung hanya bisa dilakukan oleh developer berpengalaman yang telah memiliki landbank sejak lama.
“Developer besar yang telah memegang lahan sejak sebelum 1998 lebih mampu mengembangkan proyek township. Sedangkan developer baru, termasuk yang berasal dari luar negeri, lebih sering menggarap perumahan skala kecil atau bermitra dengan pemain besar,” jelasnya.




