Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2025 oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menjadi pengayaan untuk penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024.
“Ikhtisar hasil pemeriksaan BPK atas penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024 tersebut tentunya dapat menjadi pengayaan informasi untuk membantu proses penyidikan perkara kuota haji yang sedang berprogres di KPK,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Sabtu.
Selain menjadikan IHPS I Tahun 2025 soal pelaksanaan ibadah haji tahun 1445 Hijriah/2024 sebagai pengayaan, Budi mengatakan KPK masih bekerja sama dengan BPK mengenai penghitungan kerugian keuangan negara akibat kasus tersebut.
Diketahui, dalam IHPS I Tahun 2025 BPK RI, terdapat tiga masalah dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi.
Baca juga: KPK tunggu penyidik pulang dari Arab Saudi untuk lanjutkan kasus haji
Pertama, sebanyak 61 jamaah haji pernah melaksanakan ibadah haji dalam 10 tahun terakhir.
Kedua, terdapat pengisian kuota sebanyak 3.499 jamaah penggabungan mahram yang tidak sesuai persyaratan.
Terakhir, pengisian kuota sebanyak 971 jemaah pelimpahan porsi yang tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
Menurut laporan itu, ketiga permasalahan tersebut membuat tertundanya pemberangkatan haji untuk jamaah yang memenuhi persyaratan, dan terbebaninya keuangan haji untuk menanggung subsidi 4.531 jemaah yang tidak berhak.
Sebelumnya, pada 9 Agustus 2025, KPK mengumumkan memulai penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji, dan menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian negara.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri.
Baca juga: KPK jelaskan peran Yaqut hingga pemilik Maktour di kasus kuota haji
Mereka yang dicegah adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas, Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex selaku mantan staf khusus pada era Menag Yaqut Cholil, serta Fuad Hasan Masyhur selaku pemilik biro penyelenggara haji Maktour.
Pada 18 September 2025, KPK menduga sebanyak 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji terlibat kasus tersebut.
Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024.
Poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar delapan persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.
“Ikhtisar hasil pemeriksaan BPK atas penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024 tersebut tentunya dapat menjadi pengayaan informasi untuk membantu proses penyidikan perkara kuota haji yang sedang berprogres di KPK,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Sabtu.
Selain menjadikan IHPS I Tahun 2025 soal pelaksanaan ibadah haji tahun 1445 Hijriah/2024 sebagai pengayaan, Budi mengatakan KPK masih bekerja sama dengan BPK mengenai penghitungan kerugian keuangan negara akibat kasus tersebut.
Diketahui, dalam IHPS I Tahun 2025 BPK RI, terdapat tiga masalah dalam penyelenggaraan ibadah haji tahun 1445 Hijriah/2024 Masehi.
Baca juga: KPK tunggu penyidik pulang dari Arab Saudi untuk lanjutkan kasus haji
Pertama, sebanyak 61 jamaah haji pernah melaksanakan ibadah haji dalam 10 tahun terakhir.
Kedua, terdapat pengisian kuota sebanyak 3.499 jamaah penggabungan mahram yang tidak sesuai persyaratan.
Terakhir, pengisian kuota sebanyak 971 jemaah pelimpahan porsi yang tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
Menurut laporan itu, ketiga permasalahan tersebut membuat tertundanya pemberangkatan haji untuk jamaah yang memenuhi persyaratan, dan terbebaninya keuangan haji untuk menanggung subsidi 4.531 jemaah yang tidak berhak.
Sebelumnya, pada 9 Agustus 2025, KPK mengumumkan memulai penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji, dan menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian negara.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri.
Baca juga: KPK jelaskan peran Yaqut hingga pemilik Maktour di kasus kuota haji
Mereka yang dicegah adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas, Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex selaku mantan staf khusus pada era Menag Yaqut Cholil, serta Fuad Hasan Masyhur selaku pemilik biro penyelenggara haji Maktour.
Pada 18 September 2025, KPK menduga sebanyak 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji terlibat kasus tersebut.
Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024.
Poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar delapan persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler.




:strip_icc()/kly-media-production/medias/5443140/original/047831800_1765622478-KRS_8844.jpg)