FOMO Informasi: Ketakutan Tertinggal yang Tak Disadari

kumparan.com
7 jam lalu
Cover Berita

FOMO (Fear of Missing Out) adalah fenomena sosial yang memiliki akibat hukum mengenai fenomena sosial pertama FOMO sebagai kondisi psikologis. Manusia modern—dalam gelombang informasi—hidup dalam ritme yang tidak ditentukan oleh kebutuhan, tetapi oleh kecemasan ditinggalkan.

Informasi mengalir tanpa henti dari media sosial, grup chat, saluran berita, dan rumor yang sedang tren. Dalam konteks ini, orang tidak hanya berlomba untuk menjadi yang tercepat dalam mengetahui sesuatu, tetapi juga berusaha menjadi yang pertama untuk merespons, mengomentari, atau menyebarkan informasi tersebut.

Kurangnya kesadaran tentang tekanan ini adalah yang membuat FOMO berbahaya karena mendorong orang untuk bertindak dengan cara yang kurang refleksi hukum yang jernih. Orang memiliki kebutuhan sosial untuk merasa memiliki, relevan, dan tidak diasingkan dari diskursus publik.

Dalam konteks digital, kebutuhan sosial ini diubah menjadi kewajiban sosial yang tidak tertulis bahwa jika seseorang tidak berpartisipasi dalam diskursus, dia dianggap tidak berpengetahuan. Ketakutan akan tertinggal, usang, atau tidak relevan mendorong orang untuk bertindak tergesa-gesa.

Orang menerbitkan informasi yang belum mereka baca secara penuh, mengomentari isu yang tidak mereka pahami, dan mempercayai klaim hukum yang tidak berdasar. Ini adalah titik di mana isu-isu hukum mulai muncul. Dalam perspektif hukum informasi, tindakan tersebut seperti berbagi konten, mengomentari suatu kasus, terutama kasus hukum yang belum dibaca secara penuh.

Secara sosiologis, FOMO muncul dari dua dorongan utama: kecepatan informasi dan keterhubungan sosial. Dalam media sosial, setiap detik ada sesuatu yang baru—pendapat publik, rumor, klaim hukum, kasus viral, hingga informasi pemerintah.

Dalam konteks ini, akses yang tidak seimbang terhadap informasi justru melahirkan paradoks: semakin banyak informasi yang tersedia, semakin banyak pula potensi salah tafsir, manipulasi, atau bahkan penyalahgunaan. Ketika informasi bergerak lebih cepat daripada kemampuan manusia untuk memverifikasi, ruang abu-abu hukum menjadi semakin luas.

Dari sisi hukum, FOMO dapat mendorong masyarakat melakukan tindakan yang dapat menimbulkan konsekuensi hukum: menyebarkan sesuatu tanpa verifikasi, ikut berpendapat tanpa dasar, mengambil keputusan hukum tanpa memahami konteks, atau bahkan terlibat dalam pencemaran nama baik, hoaks, maupun pelanggaran privasi.

Dalam banyak kasus, orang tidak bermaksud melanggar hukum—mereka hanya takut tertinggal pembicaraan. Ketidaksadaran inilah yang membuat fenomena FOMO berbahaya. Ketika keterlibatan informasi menjadi tindakan implusif, batas antara “ikut berpartisipasi” dan “melanggar hukum” menjadi semakin tipis.

Dalam ranah hukum informasi dan komunikasi, tindakan berbagi, mengomentari, atau menyebarkan suatu konten bukan lagi dianggap tindakan pasif. Undang-undang ITE, hukum perlindungan data pribadi, hingga norma etika digital menempatkan individu sebagai subjek hukum yang memiliki tanggung jawab penuh terhadap setiap tindakan yang dilakukan di ruang digital.

Dengan demikian, ketakutan tertinggal informasi bukan lagi alasan yang dapat dijadikan pembenar ketika seseorang terbukti melanggar norma hukum.

Selain itu, FOMO informasi dapat menciptakan bentuk baru dari kesenjangan hukum. Masyarakat yang terlalu cepat mencerna informasi sering kali gagal memahami konteks hukum yang sebenarnya, sehingga muncul banyak salah kaprah mengenai hak, kewajiban, prosedur, maupun konsep hukum tertentu.

Misalnya, munculnya opini publik mengenai kasus hukum viral yang kemudian memengaruhi persepsi masyarakat, padahal belum tentu memiliki landasan hukum yang benar. Di sisi lain, masyarakat yang lambat menerima informasi hukum dapat tertinggal dan kehilangan kesempatan untuk menggunakan haknya, seperti tenggat pengaduan, pembelaan hukum, atau akses terhadap layanan publik digital.

Emosi ketakutan tertinggal juga dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Hoaks, misinformasi, dan propaganda dalam isu hukum sering kali menjadikan FOMO sebagai pintu masuk untuk memengaruhi opini publik.

Karena masyarakat ingin segera memahami apa yang terjadi, mereka mudah diarahkan untuk memercayai narasi tertentu. Dalam konteks ini, FOMO menjadi semacam pintu bagi manipulasi hukum dan politik informasi.

Secara normatif, hukum seharusnya hadir untuk memberikan kepastian. Namun dalam era digital, kepastian hukum sering tidak berjalan secepat persebaran informasi. Perbedaan ritme inilah yang kemudian menciptakan ketegangan antara masyarakat yang ingin cepat mengetahui segala hal dan struktur hukum yang bekerja berdasarkan proses verifikasi.

Oleh karena itu, literasi hukum dan literasi digital bukan hanya kebutuhan, tetapi merupakan bagian dari tanggung jawab negara dan masyarakat dalam menjaga kualitas ruang informasi.

Selain itu, FOMO informasi dapat memengaruhi praktik hukum secara langsung. Masyarakat sering terburu-buru mengambil keputusan hukum tanpa analisis memadai, seperti tergesa-gesa menandatangani perjanjian, mengikuti investasi yang belum jelas legalitasnya, atau mempercayai instruksi yang tidak valid hanya karena “takut terlambat”.

Dalam konteks perlindungan konsumen, pelanggaran terjadi bukan karena penipuan semata, melainkan karena ketidaksiapan masyarakat mengelola kecepatan informasi. Banyak kasus investasi ilegal, penipuan digital, hingga praktik manipulatif lainnya berkembang karena masyarakat takut kehilangan kesempatan. Daripada memverifikasi, mereka memilih bertindak cepat dan ini adalah buah dari FOMO.

Hukum sendiri bekerja secara sistematis dan berjenjang. Ia membutuhkan pengumpulan bukti, analisis, dan kehati-hatian sebelum mengambil kesimpulan. FOMO, sebaliknya, bekerja berdasarkan impuls dan reaksi spontan. Ketika masyarakat terbiasa hidup dalam ritme FOMO, terjadi jurang besar antara ritme hukum dan ritme sosial. Masyarakat menginginkan keadilan dan kepastian hukum yang cepat, tetapi hukum tidak dapat dipaksa bekerja pada kecepatan viralitas. Ketegangan inilah yang menjadi tantangan besar dalam era digital.

Untuk meredam fenomena ini, literasi hukum dan literasi digital menjadi kebutuhan mendesak. Masyarakat perlu memahami bahwa setiap tindakan dalam ruang digital—like, share, repost, komentar—adalah tindakan hukum yang dapat dinilai dalam kerangka norma.

Prinsip kehati-hatian seharusnya menjadi pedoman, menggantikan prinsip “yang penting cepat”. Edukasi harus menekankan bahwa tidak mengetahui informasi bukanlah kesalahan; menyebarkan informasi tanpa memverifikasi adalah tindakan yang berpotensi melanggar hukum.

Ketertinggalan informasi bukanlah ancaman sebagaimana yang sering dibayangkan. Yang jauh lebih berbahaya adalah kehilangan kemampuan untuk berpikir kritis dan bertindak hati-hati. FOMO membuat manusia lupa bahwa hukum tidak pernah beroperasi berdasarkan kecepatan, melainkan berdasarkan ketepatan. Oleh karena itu, yang dibutuhkan bukanlah menjadi yang tercepat, tetapi menjadi yang paling memahami.

Pada akhirnya, FOMO informasi adalah bentuk kegelisahan sosial yang membutuhkan pendekatan hukum, pendidikan, dan etika secara bersamaan. Ketakutan tertinggal informasi bukanlah ancaman nyata; yang lebih berbahaya adalah hilangnya kemampuan berpikir kritis dan hilangnya kesadaran hukum. Hukum tidak dirancang untuk mengikuti kecepatan rumor, tetapi untuk menjaga ketertiban dan kepastian.

Oleh karena itu, masyarakat seharusnya tidak menjadi budak kecepatan informasi, tetapi menjadi pengelola yang bijak atas setiap tindakan digitalnya. Ketika kita mampu meletakkan kehati-hatian di atas kecepatan—serta pemahaman di atas ketakutan tertinggal—barulah ruang digital menjadi tempat yang aman, sehat, dan sejalan dengan prinsip-prinsip hukum yang menjunjung kepastian, keadilan, dan kebermanfaatan.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Ammar Zoni Resmi Dipindahkan Sementara dari Nusakambangan ke Jakarta
• 7 jam laluidntimes.com
thumb
Cerita Miris Pria Lanjut Usia Dituntut 2 Tahun Penjara Usai Pikat 5 Ekor Burung Cendet
• 10 jam laludisway.id
thumb
Melihat Tumpukan Sampah Berbaris di Kolong Fly Over Ciputat Tangsel
• 13 jam lalukumparan.com
thumb
Prabowo: di Wilayah Paling Terisolasi, Kami Kerja Keras Buka Akses Jalan
• 11 jam lalukumparan.com
thumb
Polda Metro Bakal Gelar Perkara Khusus Kasus Ijazah Jokowi Senin 15 Desember
• 8 jam lalukompas.com
Berhasil disimpan.