Bisnis.com, JAKARTA — Kebijakan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) yang diterapkan Uni Eropa akan mulai berlaku pada tahun depan dan berpotensi memberi dampak besar bagi negara pengekspor, termasuk Indonesia.
Aturan ini merupakan mekanisme penyesuaian karbon yang membebankan biaya tambahan pada produk impor berdasarkan tingkat emisi karbon yang dihasilkan dalam proses produksinya.
Sejumlah komoditas utama akan terdampak oleh kebijakan tersebut, antara lain besi dan baja, semen, pupuk, alumunium, listrik, serta hidrogen. Produk-produk ini selama ini menjadi tulang punggung perdagangan internasional dengan Uni Eropa, termasuk dari negara-negara berkembang.
Dikutip dari Reuters pada Minggu (13/12/2025) melaporkan bahwa ekspor komoditas tersebut ke pasar Eropa akan menghadapi biaya lebih tinggi seiring dengan pengetatan aturan terhadap produk dengan intensitas karbon tinggi. Langkah ini dinilai akan mempengaruhi daya saing harga produk impor.
Mulai Januari mendatang, CBAM akan mengenakan pungutan impor untuk produk industri tertentu berdasarkan emisi karbon yang terkandung di dalamnya.
"CBAM akan mengenakan biaya impor berdasarkan emisi yang dihasilkan selama proses produksi," bunyi aturan tersebut dalam dokumen kebijakan Uni Eropa tersebut.
Baca Juga
- Atur Strategi Industri Baja Nasional Hadapi Penerapan CBAM Uni Eropa
- Pengusaha Semen Lebih Khawatir Aturan Tarif Karbon Australia Ketimbang CBAM Eropa
- Pengusaha Baja Investasi Teknologi Hijau Hadapi Kebijakan CBAM Eropa 2026
Kebijakan ini dirancang untuk melindungi produsen di dalam negeri Eropa dari serbuan produk impor yang lebih murah dari negara dengan kebijakan iklim yang dinilai kurang ketat.
Melalui CBAM, Uni Eropa akan menyamakan harga karbon impor dengan harga karbon yang telah dibayarkan produsen lokal melalui pasar karbon Eropa.
Brussel akan menghitung pungutan tersebut menggunakan tolok ukur standar intensitas emisi CO₂ untuk setiap jenis produk. Semakin rendah ambang batas emisi yang ditetapkan, maka semakin besar biaya yang harus dibayarkan importir jika produk mereka melebihi standar tersebut.
Draf proposal Komisi Eropa yang dilihat Reuters menunjukkan adanya pengetatan tolok ukur emisi untuk sejumlah komoditas.
Patokan emisi aluminium mentah ditetapkan sebesar 1,423 ton CO₂ per ton logam, lebih rendah dari draf sebelumnya. Sementara itu, patokan untuk klinker semen abu-abu menjadi 0,666 dan pupuk amonia cair 0,457.
Dokumen draf lain juga menjelaskan bahwa Uni Eropa akan menggunakan nilai emisi standar jika produsen gagal melaporkan data emisi aktual.
“Nilai standar ini akan digunakan ketika produsen tidak memberikan data emisi mereka sendiri,” lanjut dokumen tersebut.
Berdasarkan perhitungan Reuters, aluminium primer dari Mozambik yang menjadi pemasok utama Uni Eropa pada periode Januari–Agustus 2025 akan dikenakan biaya CBAM sekitar 168 euro per ton.
Sementara impor aluminium dari India dan Uni Emirat Arab diperkirakan masing-masing menghadapi biaya sekitar 51 euro per ton, dengan asumsi harga karbon Uni Eropa berada di kisaran 80 euro per ton.
Seorang pejabat Komisi Eropa mengatakan bahwa Uni Eropa menargetkan adopsi tolok ukur CBAM pada awal 2026. “Kami berharap tolok ukur CBAM dapat diadopsi pada awal tahun 2026,” ujar pejabat tersebut.
Brussel juga berencana mengusulkan perubahan lain, termasuk penambahan jenis produk dan langkah pencegahan penghindaran aturan.
Dari sisi baja, analis Morgan Stanley memperkirakan biaya CBAM akan sangat bervariasi antarnegara. Biaya CBAM untuk baja canai panas bisa melebihi 600 euro per ton untuk Indonesia.




