Jakarta, tvOnenews.com - Menjelang penerapan uji emisi yang lebih ketat di akhir tahun 2025, pemandangan berbeda tampak di sejumlah bengkel yang terbiasa menangani motor harian. Kekhawatiran para pemilik motor karburator terhadap regulasi baru membuat banyak dari mereka mulai mencari cara agar kendaraan tidak hanya lolos tes, tetapi juga lebih efisien dan ramah lingkungan.
Salah satu yang merasakan perubahan itu ialah Johan Garage, sebuah bengkel kecil di Bekasi yang kini banyak didatangi pemilik motor untuk melakukan konversi karburator ke injeksi. Di bengkel inilah, transisi teknologi yang selama ini dianggap sebagai “urusan pabrikan” mulai dipahami dan dipraktikkan oleh pengguna motor sehari-hari.
Motor-motor yang datang memiliki cerita serupa: konsumsi bahan bakar yang boros, emisi gas buang yang berlebihan, dan kekhawatiran gagal uji emisi. Namun, ketakutan itu berubah menjadi rasa ingin tahu ketika mereka mendengar bahwa sebuah bengkel lokal menawarkan pendekatan baru untuk menyempurnakan pembakaran mesin.
Muhammad Farhan, CEO Johan Garage, menyebut bahwa transisi ini menunjukkan perubahan pola pikir pengguna motor. Mereka tidak lagi sekadar memperbaiki mesin ketika rusak, tetapi mulai memikirkan bagaimana kendaraan mereka bisa lebih efisien dan sesuai dengan standar teknologi masa kini.
“Banyak motor boros datang menjelang uji emisi. Dengan diubah ke injeksi, pembakaran jadi lebih presisi, lebih bersih, dan emisinya terkontrol. Bahan bakar juga bisa diatur, apakah mau hemat atau lebih bertenaga,” ujar Farhan.
Konversi injeksi yang dilakukan bengkel ini tidak hanya memasang perangkat elektronik baru. Setiap motor melewati proses penyetelan AFR melalui dyno untuk memastikan bahwa pembakaran berlangsung pada komposisi terbaiknya. Grafik dyno membantu teknisi membaca karakter mesin secara detail, sebuah pendekatan yang jarang dilakukan di bengkel-bengkel kecil.
Menurut Farhan, teknologi karburator memang memiliki keterbatasan bawaan. Pengaturannya sensitif terhadap perubahan suhu dan kondisi mesin, sehingga pembakaran sering kali tidak konsisten. Dalam konteks uji emisi, inkonsistensi itu dapat berujung pada kegagalan tes. Sistem injeksi, sebaliknya, memberi ruang lebih besar untuk adaptasi dan penyesuaian.


