Kebakaran yang merenggut 22 nyawa di Gedung Terra Drone Indonesia pada 9 Desember 2025 menjadi tragedi yang menyisakan duka mendalam sekaligus alarm keras tentang rapuhnya penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di gedung-gedung modern.
Bangunan tujuh lantai di Kemayoran itu berubah dalam sekejap menjadi perangkap asap, setelah api diduga muncul dari area penyimpanan drone di lantai dasar. Sejumlah saksi mendengar suara ledakan kecil sebelum asap tebal memenuhi ruangan (CNN Indonesia, 09/12/2025).
Api memang menjadi pemicu, tetapi asap terbukti jauh lebih mematikan. Asap pekat cepat naik ke lantai atas dan mengisi lorong bersamaan dengan kepanikan para pekerja. Banyak yang terjebak dalam ruang tertutup tanpa udara segar, sementara beberapa memilih melompat ke gedung di sisi lain demi menyelamatkan diri (Detik, 10/12/2025).
Kondisi semakin buruk karena asap menutup jarak pandang dan menghalangi evakuasi, sehingga mayoritas korban meninggal akibat menghirup asap.
Petugas pemadam kebakaran menurunkan 29 unit mobil damkar dan 101 personel ke lokasi. Dari kebakaran itu, tercatat 22 korban meninggal dan 19 orang selamat. Korban yang meninggal dibawa ke RS Polri di Kramat Jati untuk proses identifikasi.
Tragedi ini menggambarkan satu fakta yang tidak bisa diabaikan: ketika sistem K3 tidak bekerja optimal, gedung modern pun bisa berubah menjadi tempat yang sangat berbahaya dan mematikan.
Sistem Proteksi Gedung dan Risiko Baterai LithiumKebakaran Terra Drone membuka tabir kelemahan mendasar dalam penerapan K3, terutama pada sistem instalasi proteksi kebakaran gedung. Sistem keselamatan bukan sekadar menempatkan APAR di sudut ruangan, melainkan juga satu kesatuan yang saling terhubung—mulai dari detektor asap, alarm kebakaran, sprinkler, hydrant, jalur evakuasi, ventilasi darurat, hingga pelatihan evakuasi.
Ketika salah satu unsur ini tidak berfungsi, efektivitas seluruh sistem ikut menurun. Inilah pentingnya pendekatan sistemik karena setiap komponen bekerja tidak hanya untuk memungkinkan upaya penyelamatan diri, tetapi juga sebagai upaya pencegahan kebakaran dan memastikan pekerja mengetahui tindakan yang harus dilakukan ketika keadaan darurat terjadi.
Fakta bahwa asap menyebar lebih cepat daripada evakuasi mengindikasikan kegagalan deteksi dini atau ventilasi darurat. Dalam insiden kebakaran gedung bertingkat, mayoritas korban meninggal bukan karena api, melainkan karena asap (NFPA, 2024). Pernyataan itu menemukan relevansinya dalam melihat kasus yang terjadi di Gedung Terra Drone.
Kompleksitas tragedi ini semakin meningkat karena sumber api diduga berasal dari baterai lithium, komponen utama dalam perangkat drone. Baterai jenis ini memiliki risiko khas yang tidak ditemukan pada baterai konvensional. Ketika mengalami gangguan—baik karena korsleting, kerusakan fisik, proses pengisian yang tidak stabil, atau cacat produksi—baterai lithium dapat memasuki kondisi yang disebut thermal runaway.
Dalam kondisi ini, suhu internal meningkat sangat cepat hingga dapat melampaui 500°C, sebagaimana dijelaskan dalam beberapa publikasi teknis NREL. Lonjakan suhu ekstrem ini bukan hanya memicu kobaran api, melainkan juga mempercepat penyebaran panas ke sel baterai lainnya.
Kebakaran baterai lithium juga menghasilkan gas beracun, termasuk hidrogen fluorida (HF), yang sangat berbahaya ketika terperangkap dalam ruang tertutup (CPSC, 2023). Gas ini dapat menyebabkan iritasi parah pada saluran pernapasan dan memperburuk risiko asfiksia bagi siapa pun yang terjebak di dalam gedung.
Lebih jauh lagi, api dari baterai lithium bersifat tidak stabil dan dapat kembali menyala meski tampaknya sudah padam, sehingga membuat penanganannya jauh lebih sulit dibandingkan kebakaran biasa. Semua karakteristik ini menunjukkan bahwa fasilitas yang bekerja dengan baterai lithium membutuhkan standar keselamatan yang lebih ketat dan spesifik, mulai dari penyimpanan, pengisian, hingga prosedur darurat ketika terjadi kebakaran.
Karena itu, kebakaran baterai lithium tidak dapat ditangani seperti kebakaran biasa. Air tidak selalu efektif dan kadang berbahaya jika baterai tidak benar-benar dingin. APAR konvensional pun tidak cukup. Ruang penyimpanan baterai harus memiliki kontrol suhu, ventilasi khusus, sensor panas, dan alat pemadam khusus baterai lithium.
Dengan demikian, gedung yang menangani perangkat drone seharusnya mengikuti standar keselamatan yang lebih ketat. Di sinilah pentingnya audit K3 berbasis risiko. Ketidaksiapan menghadapi karakteristik bahaya baterai lithium merupakan salah satu bentuk pengabaian keselamatan yang berpotensi fatal.
Tragedi Terra Drone menunjukkan bahwa sistem proteksi kebakaran bukan hanya prosedur administratif, melainkan penentu hidup dan mati. Seandainya instalasi deteksi, proteksi, dan ventilasi bekerja optimal, penyebaran asap bisa diperlambat dan lebih banyak nyawa mungkin terselamatkan.
Komitmen Pemerintah dan Pentingnya Budaya KeselamatanGubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyampaikan bahwa seluruh biaya penanganan korban—perawatan, pemulasaraan, dan santunan akan ditanggung pemerintah (Detik, 9/12/2025). Ia juga menyatakan bahwa standar keselamatan bangunan harus diperketat, terutama bagi gedung yang menyimpan peralatan berisiko tinggi seperti baterai lithium (AP News, 10/12/2025).
Namun, pesan terpenting dari tragedi ini adalah perlunya membangun budaya keselamatan. Regulasi yang baik tidak akan efektif tanpa komitmen perusahaan dan kesadaran pekerja. K3 tidak boleh berhenti pada sertifikat audit atau pemasangan APAR semata. K3 adalah praktik hidup: inspeksi harian, pelatihan berkala, simulasi evakuasi, hingga pemeliharaan rutin instalasi proteksi.
Perusahaan harus memahami bahwa investasi pada K3 bukan beban, melainkan perlindungan terhadap aset paling berharga: manusia. Pekerja pun perlu mengetahui jalur evakuasi, mengenali alarm, dan memahami bahaya perangkat yang mereka tangani.
Pemerintah memiliki tanggung jawab memastikan pengawasan berjalan ketat. Audit keselamatan harus dilakukan secara berkala, bukan hanya saat penerbitan izin. Gedung yang menyimpan perangkat berbasis baterai lithium mesti memenuhi standar penyimpanan dan proteksi khusus. Sanksi yang tegas perlu diterapkan bagi gedung yang melanggar.
Tragedi di Terra Drone menunjukkan bahwa gedung modern tidak otomatis aman. Tanpa sistem keselamatan yang kuat, fasilitas teknologi sekalipun dapat berubah menjadi ruang penuh bahaya. Kebakaran ini harus menjadi titik balik untuk memperkuat standar keselamatan nasional—tidak hanya dalam teks regulasi, tetapi juga dalam praktik nyata sehari-hari.
Keselamatan tidak boleh dinegosiasikan. Kehilangan 22 nyawa adalah pengingat bahwa kelalaian kecil dalam K3 bisa menciptakan bencana besar yang seharusnya dapat dicegah.



