Sejak datang bulan Desember, perayaan Natal mulai digelar oleh berbagai komunitas di berbagai daerah. Lagu-lagu rohani yang dibawakan kelompok paduan suara dan jemaat pun berkumandang dengan penuh semangat dan khidmat. Tak hanya menyebarkan kasih dan suka cita, bernyanyi ternyata juga baik untuk kesehatan fisik dan mental.
Sebelum bisa berbicara, hominid atau nenek moyang pendahulu manusia, sudah terlebih dahulu mampu bernyanyi. Mereka menggunakan vokal untuk meniru suara alam dan mengekspresikan perasaan mereka. Dinamika yang berkembang membuat fungsi menyanyi berkembang untuk sarana komunikasi, mengembangkan ikatan sosial, hingga jadi sarana ritual.
Karena itu, peneliti dari Institut Riset Terapi Musik Cambridge Inggris (Cambridge Institute for Music Therapy Research) Alex Street menilai bukan kebetulan jika akhirnya bernyanyi menjadi bagian dari setiap kehidupan manusia. Mau memiliki suara bagus atau tidak, mempunyai bakat bermusik atau tidak, semua orang bisa dan bebas bernyanyi untuk mengekspresikan apapun.
Nyanyian terdengar mulai dari lagu pengantar tidur, mengenalkan abjad dan angka pada anak, lagu di upacara kematian, mars dan hymne di acara kenegaraan, hingga kidung yang dikumandangkan untuk keperluan religi atau spiritual. Bernyanyi bisa dilakukan di hampir semua acara, baik yang santai, serius, senang, sedih, hingga yang sakral.
“Otak dan tubuh manusia telah diseleraskan untuk merespons lagu dengan cara yang positif,” kata Street seperti ditulis David Cox dalam artikelnya di BBC, 1 Desember 2025.
Penyelarasan otak dan tubuh saat mendengar lagu atau musik secara bersama itu, seperti ditulis penulis buku Resonant Minds: The Transformative Power of Music, One Note at a Time (2025), Sara L Sherman dan Morton Sherman, di Psychology Today, 29 Mei 2025, disebut sebagai neural entrainment alias groove.
Proses itu akan membuat otak mengikuti irama musik atau lagu, menyelaraskan dengan ritme dan ketukan yang ada serta membantu mengoordinasikan respons motorik dan emosional manusia. Groove inilah yang membuat kita cenderung menghentakkan kaki atau bergoyang bersama, meski dengan orang yang tidak kita kenal.
Bernyanyi atau mendengarkan musik bersama meningkatkan kadar “hormon cinta” oksitosin yang membangun saling percaya, kedekatan emosional, dan ikatan sosial. Peningkatan oksitosin inilah yang membuat mendengarkan musik atau lagu bersama-sama bisa menciptakan rasa kebersamaan, membangun koneksi, empati, dan juga rasa memiliki.
Mendengarkan musik atau lagu bersama-sama bisa menciptakan rasa kebersamaan, membangun koneksi, empati, dan juga rasa memiliki.
Tak hanya itu, bernyanyi bersama juga membangun memori emosional yang lebih kuat terhadap orang, tempat, maupun perasaan. Ini adalah tarikan biologis untuk terhubung dengan kenangan yang mengaktifkan hipokampus di otak, wilayah yang mengelola memori jangka panjang. Tarikan inilah yang membuat kita terkenang kembali dengan seseorang yang tersayang, di tempat yang selalu terbayang, dan dengan segala emosinya yang dikenang.
Tak hanya mendekatkan individu, bernyanyi yang merupakan tindakan kognitif, fisik, emosional, dan sosial memberi banyak manfaat yang terukur. Bernyanyi bisa mengurangi rasa sakit, mempersiapkan tubuh melawan penyakit, membantu penyembuhan dan meningkatkan kualitas hidup pasien, hingga membantu pemulihan cedera otak.
Bernyanyi dapat meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah. Gunter Kreutz dan rekan di Journal of Behavioral Medicine, Desember 2004 menunjukkan bahwa bernyanyi dalam kelompok terbukti meningkatkan fungsi kekebalan tubuh. Namun, manfaat itu tidak bisa diperoleh hanya dengan mendengarkan paduan suara saja.
Michaela Bartoskova dalam Voice and Speech Review, 16 Oktober 2024, menyebut bernyanyi dapat mengaktifkan saraf vagus yang terhubung langsung ke pita suara dan otot-otot di bagian belakang tenggorokan. Saraf vagus ini menghubungkan otak ke banyak organ vital, seperti jantung, sistem pencernaan, memberi respons stres, serta berperan vital dalam komunikasi antara otak dan tubuh.
Tak hanya itu, pernapasan panjang dan terkontrol selama bernyanyi juga membantu tubuh melepaskan hormon endorfin yang menimbulkan rasa senang, membantu menekan rasa sakit, hingga meningkatkan kesejahteraan individu.
Bernyanyi juga akan mengaktifkan jaringan neuron atau sel otak yang luas di kedua sisi otak yang berkaitan dengan bahasa, gerakan, dan emosi. Pengaktifan kedua sisi otak yang dipadukan dengan teknik pernapasan terfokus yang dibutuhkan saat bernyanyi merupakan pereda stres yang efektif.
“Munculnya ‘perasaan senang’ saat menyanyi itu terlihat jelas dari suara yang terdengar jernih, ekspresi wajah, dan postur tubuh,” tutur Street.
Namun, tidak semua jenis bernyanyi memberi manfaat kesehatan yang sama. Bernyanyi dalam kelompok atau paduan suara terbukti memberikan peningkatan kesejahteraan psikologis yang lebih besar dibanding bernyanyi solo.
Bukti itu membuat ahli pendidikan menggunakan bernyanyi bersama sebagai metode belajar untuk mendorong kerja sama, perkembangan bahasa, dan pengaturan emosi anak-anak. Karena itu, jangan remehkan pelajaran bernyanyi pada anak-anak di pendidikan anak usia dini dan taman kanak-kanak.
Tak hanya itu, sebagian dokter juga menggunakan bernyanyi sebagai salah satu cara meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup pasien dengan berbagai kondisi kesehatan. Bernyanyi bisa meningkatkan kemampuan pasien Parkinson untuk mengartikulasikan kata-kata karena seiring berkembangnya penyakit, penderita Parkinson akan semakin sulit melafalkan sejumlah huruf.
Manfaat bernyanyi itu memunculkan kelompok-kelompok penyintas dan keluarga yang merawat pasien dengan penyakit tertentu yang berkumpul dan bernyanyi untuk menghibur dan menyemangati penderita kanker, stroke, Parkinson, atau demensia. Komunitas ini juga tumbuh di Indonesia, salah satunya untuk mendukung penderita kanker payudara. Meski sederhana, nyanyian itu bermakna besar bagi pasien.
Meski demikian, manfaat bernyanyi bukan hanya untuk meringankan ‘beban’ penyakit, tetapi juga menjadi salah cara untuk meningkatkan kesehatan secara umum. “Bernyanyi adalah aktivitas fisik dan kemungkinan memiliki beberapa manfaat yang serupa dengan olahraga,” kata peneliti fisioterapi pernapasan dari Universitas Southampton Inggris Adam Lewis.
Studi Lewis dan rekan menunjukkan bernyanyi dengan menggunakan berbagai teknik latihan vokal yang biasa digunakan penyanyi terlatih untuk mengasah nada dan ritme memberi hasil yang sebanding untuk jantung dan paru-paru dengan latihan berjalan dengan kecepatan sedang di atas treadmill.
Sementara studi P Tragantzopoulou dan V Giannouli di jurnal Brain Sciences, 21 Februari 2025, menunjukkan bahwa bergabung dengan kelompok bernyanyi baik bagi kesehatan mental orang-orang yang hidup dengan penyakit kronis jangka panjang. Bernyanyi bersama orang lain, tambah Street, membantu orang-orang dengan penyakit kronis untuk fokus dengan apa yang mereka bisa lakukan daripada selalu memikirkan apa yang tidak dapat mereka kerjakan.
Kelompok yang terbukti mendapat manfaat paling banyak dari bernyanyi, seperti studi peneliti kedokteran pernapasan di Imperial College London Keir EJ Philip dan rekan di BMJ Open Respiratory Research, 2 Mei 2024, adalah orang-orang dengan kondisi pernapasan kronis.
Bagi sebagian orang, hidup dengan sesak napas dapat mengubah cara mereka bernapas sehingga menjadi tidak teratur dan tidak efisien. Bernyanyi akan memengaruhi otot yang digunakan untuk menyanyi serta ritme dan kedalaman pernapasan sehingga bisa mengurangi gejala yang ada.
Sedangkan latihan pernapasan dengan nyanyian yang diberikan terhadap pasien long covid selama enam minggu terbukti mampu meningkatkan kualitas hidup dan meringankan beberapa masalah kesulitan bernapas yang dihadapi pasien. Latihan pernapasan dengan nyanyian ini dikembangkan peneliti dengan penyanyi profesional di English National Opera.
Namun Philip memperingatkan, “Bernyanyi memang tidak akan menyembuhkan sakit yang diderita, tetapi bernyanyi merupakan pendekatan holistik yang efektif untuk melengkapi perawatan konvensional,” ujarnya. Bernyanyi hanya bisa membantu meringankan gejala penyakit, mengurangi rasa sakit, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Meski demikian, bernyanyi tetap memiliki risiko, khususnya pada orang-orang dengan kondisi tertentu. Bernyanyi berkelompok menjadi salah satu pemicu penyebaran Covid-19 di awal pandemi lalu karena aktivitas tersebut melepaskan sejumlah besar virus melalui udara. Selain itu, seseorang yang mengalami infeksi saluran pernapasan sebaiknya tidak ikut dulu bernyanyi bersama demi menghindarkan risiko penularan penyakit kepada orang lain.
Dari semua manfaat bernyanyi untuk kesehatan, sepertinya manfaat terbesar menyanyi adalah membantu otak memperbaiki dirinya dari kerusakan. Simpulan itu didasarkan atas kisah mantan anggota Kongres Amerika Serikat Gabrielle Giffords yang selamat pascapenembakan di kepalanya pada 2011.
Selama bertahun-tahun, Giffords belajar untuk kembali berjalan, berbicara, membaca, dan menulis. Upaya itu dibantu oleh terapis yang menggunakan lagu-lagu dari masa kecilnya. Cara itu ternyata membantunya untuk mendapatkan kembali kemampuan verbalnya.
Pendekatan serupa juga dilakukan untuk membantu penyintas stroke guna memulihkan kemampuan mereka berbicara. Studi yang dilakukan Sini-Tuuli Siponkoski dan rekan di Brain Communications, 27 Desember 2022, menemukan bahwa bernyanyi bisa menjadi cara yang efektif untuk memilihkan kemampuan berbicara penyintas stroke.
Dengan bernyanyi, penyintas stroke akan melakukan pengulangan pelafalan selama berjam-jam. Upaya ini akan mendorong pembentukan konektivitas baru di antara kedua belahan otak yang seringkali rusak akibat stroke akut. Bernyanyi juga dapat meningkatkan neuroplastisitas otak yang memungkinkan otak untuk menyusun ulang dirinya dan menciptakan jaringan neurologis baru.
Selain itu, ada teori yang menyebut bernyanyi dapat membantu orang-orang yang mengalami penurunan kognitif akibat pembebanan otak yang intens. Pembebanan itu terjadi karena otak dituntut untuk terus menerus fokus, memberi perhatian secara berkelanjutan, serta dirangsang untuk senantiasa mencari kata-kata dengan membangkitkan memori verbal.
“Bukti bahwa bernyanyi mampu meningkatkan kemampuan kognitif pada orang dewasa lanjut usia, terus bertambah. Namun, masih sedikit bukti yang bisa menunjukkan bahwa bernyanyi benar-benar memperlambat atau mencegah penurunan kognitif. Ini membutuhkan studi lebih besar dan tindak lanjut selama bertahun-tahun,” kata profesor neuropsikologi dari Universitas Helsinki, Finlandia, Teppo Sӓrkӓmӧ.
Semua studi yang menunjukkan efek kuat dari bernyanyi, baik pada level sosial maupun neurokimia, menegaskan bahwa bernyanyi menjadi bagian universal dari kehidupan manusia. Namun seiring makin banyaknya waktu yang dihabiskan manusia dengan teknologi daripada interaksi sosial secara langsung dengan sesama manusia, Street khawatir akan semakin sedikit orang yang bisa merasakan manfaat bernyanyi.
“Kita bisa memperoleh banyak manfaat dari bernyanyi karena bernyanyi punya andil besar dalam menghubungkan komunitas,” katanya. Karena itu, apapun kondisimu, jangan pernah berhenti bernyanyi. Apalagi, jika dilakukan beramai-ramai. Tak hanya tambah asyik, tetapi juga memberi banyak manfaat kesehatan untuk fisik dan mentalmu.

/https%3A%2F%2Fcdn-dam.kompas.id%2Fimages%2F2025%2F12%2F14%2F53a8a9af5f1088b5e76643cda747d522-20251214ron05.jpg)
/https%3A%2F%2Fcdn-dam.kompas.id%2Fphoto%2Fori%2F2020%2F02%2F26%2Fe27eba9e-f70d-4c1d-94ec-43b816cae678.jpg)


