Lahan kosong di kolong tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu) kini tampak hijau. Beragam tanaman sayuran terlihat tumbuh membentang di sepanjang kolong tol tersebut.
Lahan kosong yang disulap menjadi urban farming itu ternyata dikelola dan digarap oleh petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU). Salah satunya, PPSU yang berada di Kelurahan Cipinang Melayu, Jakarta Timur.
Petugas PPSU di RW 006 Kelurahan Cipinang Melayu, Jamal, adalah salah satu yang bertugas mengelola lahan di kolong tol Becakayu menjadi urban farming.
Ia telah bertugas sebagai PPSU sejak 2019. Namun, Jamal baru ditunjuk secara khusus mengelola lahan urban farming pada 2023.
"Saya bekerja sebagai PPSU dari tahun 2019 sampai detik ini. Kalau saya bekerja di urban farming dari tahun 2023 ditugaskannya," ujar Jamal saat ditemui di kawasan Cipinang Melayu, Jakarta Timur, Minggu (14/12).
"Sebelumnya kita zona. Sebelumnya dari tahun 2019 sampai tahun 2023 kita zona. Terus 2023 di bulan berapa, kita dioper ke urban farming untuk penghijauan," jelas dia.
Ia menceritakan, bahwa mulanya dirinya ditunjuk oleh Lurah Cipinang Melayu serta Kasi Ekonomi dan Pembangunan (Ekbang) Cipinang Melayu.
Saat itu, Jamal mengaku belum mengerti untuk melaksanakan kegiatan urban farming. Kendati begitu, ia memilih untuk belajar bercocok tanam secara autodidak demi bisa mengelola lahan urban farming di kolong tol Becakayu.
"Tidak ada bimbingan atau pengajaran, itu enggak ada. Kita autodidak, setelah berhasil kita tunjukkan hasil tanam kita, kita berhasil, alhamdulillah Pak Lurah dan Kasi Ekbang melanjutkan kita sebagai urban farming," tuturnya.
Ia menyebut, dirinya juga sempat belajar dengan para petani di kawasan Halim. Dari ilmu yang diperoleh itu, Jamal kemudian mencoba melakukan kegiatan bercocok tanam sendiri.
"Kita memang enggak bisa apa-apa sebenarnya di urban farming, kita enggak ngerti tapi kita belajar sama orang yang lebih mengerti. Dari petani, kita belajar sama petani Halim," ucap Jamal.
"Kita belajar sedikit-sedikit, kita punya waktu, hari senggang, libur kita belajar gimana cara menanam bibit ini, bibit ini, alhamdulillah kita dikasih tahu dan dipelajari, dan kita tekunin untuk hal ini," paparnya.
Ia menyebut, hal itu dijalaninya selama kurang lebih tiga bulan hingga akhirnya terus dilanjutkan sebagai pengelola lahan urban farming di RW 006 Cipinang Melayu.
"Mungkin berjalan lama ya tiga bulan lah. Setelah tiga bulan ini kita menanam sayur mayur lah, kangkung, sawi, bayam, terong, itu tiga bulan udah bisa menunjukkan hasil panen kita," kata dia.
"Setelah panen kita ini kita kasih ke kelurahan, 'oh iya dia bisa nanam', dan alhamdulillah sampai detik ini saya masih dilanjut sebagai petani urban farming kolong tol Becakayu," imbuhnya.
Lahan Hanya 150 Meter tapi ProduktifLahan yang dikelola oleh Jamal yakni seluas kurang lebih 150 meter persegi. Dari lahan itu, tumbuh beragam tanaman di antaranya jagung, terong, kangkung, tomat, ubi jalar, hingga sawi.
Ia menyebut, bibit tanaman disediakan oleh pihak Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (KPKP) Provinsi DKI Jakarta ataupun pihak kelurahan.
"Kalau bibit kita dapat dari pihak KPKP atau pihak kelurahan kita menyediakan bibit yang apa yang kita tanam. Jadi apa yang kita kasih, dikasih sama kelurahan atau KPKP, kita tanam semacam sawi, kangkung, bayam, itu kita tanam," bebernya.
Setelah nantinya di masa panen, kata Jamal, hasilnya akan diserahkan kepada pihak kelurahan. Termasuk juga hasil penjualannya.
Nantinya, uang hasil penjualan akan digunakan untuk membeli kebutuhan urban farming, termasuk bibit tanaman.
"Yang jelas sih dijual untuk uang kas, untuk teman-teman kita dan diri kita gitu. Semacam [nanti] kita kekurangan bibit apa, dari pihak kelurahan kita bakal handle itu. Apa yang kita minta, dia bakal berikan," ucapnya.
"Kalau untuk panen kita panen dengan sendirinya, mungkin kita serahkan tanaman kita ini ke Kelurahan Cipinang Melayu. Intinya langsung ke Kelurahan Cipinang Melayu, baru ke warga," pungkas dia.




