jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Rajiv meminta pemerintah pusat dan daerah melakukan evaluasi total terhadap seluruh perizinan wisata, pertambangan serta alih fungsi lahan di kawasan Bandung Raya, Jawa Barat.
Menurut dia, persoalan lingkungan di Bandung Raya saat ini bukan lagi soal bencana alam, melainkan akumulasi kebijakan perizinan yang dikeluarkan tanpa disiplin ekologis.
BACA JUGA: Kayu Gelondongan yang Terbawa Banjir Sumut Akibat Alih Fungsi Lahan
"Evaluasi total diperlukan agar tidak ada lagi aktivitas yang bertentangan dengan fungsi ekologis kawasan," kata Rajiv melalui keterangannya pada Minggu (14/12/2025).
Menurut Rajiv, alih fungsi lahan di Bandung Raya telah menggeser peran lahan pertanian dan kawasan hijau menjadi ruang terbangun secara masif.
BACA JUGA: Rajiv DPR Minta Polisi Bongkar Dalang Perusakan Kebun Teh Pangalengan
Secara ilmiah, lanjut dia, perubahan ini menurunkan kapasitas infiltrasi air dan meningkatkan limpasan permukaan.
“Dalam jangka panjang, wilayah ini akan menghadapi paradoks ekologis. Kerusakan lingkungan di wilayah hulu akan berdampak langsung pada kawasan hilir, mulai dari banjir, longsor hingga krisis air bersih,” jelas dia.
BACA JUGA: Rajiv DPR Soroti Isu Pembabatan Kawasan Hutan Mangrove di Sultra
Menurut dia, pengawasan terhadap pelaksanaan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) masih lemah. Dalam praktiknya, tidak sedikit izin yang dikeluarkan tanpa kajian lingkungan yang komprehensif.
“AMDAL yang hanya bersifat administratif tanpa pengawasan implementasi di lapangan,” ungkapnya.
Untuk itu, Legislator dari daerah pemilihan (dapil) II Jawa Barat meliputi Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat ini mendorong kementerian dan lembaga terkait melakukan sinkronisasi data perizinan.
Termasuk, lanjut Rajiv, izin pariwisata berbasis alam, kegiatan pertambangan, serta perubahan peruntukan lahan yang berpotensi melanggar rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan kawasan lindung.
“Pembangunan boleh berjalan, tetapi harus sejalan dengan kemampuan alam dan tata ruang yang telah ditetapkan. Pembangunan yang kuat adalah pembangunan yang berpijak pada keberlanjutan,” ujar Anggota Fraksi Partai Nasdem ini.
Lebih lanjut, Rajiv mengatakan bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup telah mengamanatkan prinsip pencegahan dan kehati-hatian.
“Negara tidak boleh menunggu kerusakan terjadi baru bertindak. Evaluasi izin harus menjadi langkah korektif untuk mencegah kerusakan yang lebih luas dan permanen,” tegasnya.
Dalam konteks arah pembangunan nasional, Rajiv menegaskan penguatan tata kelola sumber daya alam merupakan bagian penting dari visi besar Asta Cita Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, khususnya dalam menjaga kedaulatan lingkungan dan ketahanan wilayah.
“Pembangunan harus berpijak pada kehati-hatian. Ketika ruang sudah rusak, biaya pemulihannya jauh lebih mahal daripada keuntungan ekonomi sesaat,” pungkasnya.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari

.jpeg)

